Enid Blyton EMPAT SERANGKAI: PULAU RAHASIA THE SECRET ISLAND Penerbit PT Gramedia Jakarta, 1985 Djvu: BBSC Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net DAFTAR ISI 1. Awal Petualangan 2. Persiapan yang Mengasyikkan 3. Minggat! 4. Malam Pertama di Pulau 5. Membangun Pondok 6. Pondok Selesai 7. Menyeberangkan Sapi ke Pulau 8. Saat Bersantai - Dengan Akhir yang Mengagetkan 9. Pelancong Mendarat di Pulau 10. Malam Badai di Pondok Willow 11. Nora Mengalami Kesulitan 12. Gua-gua di Lereng Bukit 13. Suasana Musim Panas 14. Jack Pergi Berbelanja 15. Jack Nyaris Tertangkap 16. Anak-anak Dicari 17. Pulau Rahasia Digeledah 18. Pencarian Dihentikan 19. Hidup di Dalam Gua 20. Kabar yang Menggembirakan 21. Akhir Petualangan 1. AWAL PETUALANGAN Mike, Peggy, dan Nora sedang bercakap-cakap sambil duduk di rumput. Wajah mereka tidak memancarkan kegembiraan. Nora tidak sanggup menahan air matanya yang terus bercucuran membasahi pipi. Mereka mendengar seruan pelan. "Hoooi!" "Itu Jack," kata Mike. "Jangan menangis terus, Nora. Jack pasti bisa membuatmu bergembira lagi!" Seorang anak laki-laki datang berlari-lari menyusur pagar semak menuju ke arah ketiga anak itu, lalu duduk di dekat mereka. Kulit mukanya coklat terbakar sinar matahari. Matanya yang biru cerah nampak bersinar bandel. "Hai!" sapanya. "Ada apa, Nora? Kau menangis lagi?" "Ya," kata Nora. Ia menyapu air matanya. "Aku dipukul Bibi Harriet tadi pagi. Katanya, tirai yang kucuci tidak cukup bersih. Nih, lihatlah - bekas pukulannya!" Nora memperlihatkan bagian lengannya yang merah kena pukul. "Keterlaluan!" kata Jack. "Coba orang tua kami ada di sini, kami takkan mereka biarkan hidup merana seperti begini," kata Mike. "Tapi kurasa mereka takkan mungkin kembali lagi." "Sudah berapa lama mereka pergi ?" tanya Jack. "Lebih dari dua tahun," jawab Mike. "Ayah kan menciptakan pesawat terbang model baru. ia menerbangkan pesawatnya itu ke Australia, untuk menguji kelaikan terbangnya. Ibu ikut, karena ia juga suka berkelana naik pesawat terbang. Sebetulnya mereka sudah hampir sampai ke benua selatan itu. Tapi tahu-tahu tidak ada lagi kabar berita tentang mereka!" "Dan Paman Henry serta Bibi Harriet kini beranggapan bahwa orang tua kami itu pasti lenyap untuk selama-lamanya," kata Nora, ia mulai menangis lagi. "Aku tahu betul - karena kalau tidak begitu, tidak mungkin kami mereka perlakukan seperti sekarang ini." "Janganlah menangis terus, Nora," kata Peggy berusaha membujuk. "Nanti matamu merah! Kan jelek kelihatannya. Lain kali biar aku saja yang mencuci untukmu." Jack merangkul Nora. Dari ketiga kakak-beradik itu, Nora yang paling disayanginya. Anak itu yang paling kecil, walau ia sebenarnya saudara kembar Mike. Wajahnya kecil, dirangkum rambut ikal berwarna hitam pekat. Mike serupa dengannya, tapi bertubuh lebih besar. Peggy yang berumur setahun lebih tua, rambutnya berwarna pirang. Tidak ada yang mengetahui berapa umur Jack, ia sendiri pun tidak tahu! ia tinggal bersama kakeknya, seorang petani kecil. Jack sangat rajin bekerja di pertanian itu. ia bekerja sekeras orang dewasa. Padahal beda besar tubuhnya dari Mike tidak begitu banyak. ia berkenalan dengan ketiga anak itu ketika mereka pada suatu kali mengembara menyusur ladang. Jack pandai menangkap kelinci, ia juga tahu cara memancing ikan di sungai, ia mengetahui di mana tempat buah-buahan hutan yang ranum. Pokoknya, menurut ketiga anak itu, Jack tahu segala-galanya, ia bahkan mengenal nama-nama burung yang beterbangan di sekitar pagar semak, serta dapat menunjukkan beda antara ular yang berbisa dan yang tidak. Pakaian Jack selalu lusuh dan sudah sobek di sana-sini. Tapi bagi Peggy serta kedua adiknya, itu tidak apa. Jack juga tidak pernah memakai sepatu. Betisnya bergaris-garis, bekas goresan onak dan duri semak. Jack tidak pernah terdengar mengomel. Apalagi merengek! ia selalu riang gembira. Ia suka sekali berkelakar. Ketiga anak yang sedang merasa sengsara itu agak terhibur, karena punya kawan baik seperti Jack. "Bibi Harriet jahat sekali pada kami, sejak ia merasa yakin bahwa Ayah dan Ibu pasti takkan kembali lagi," kata Nora sendu. "Sikap Paman Henry juga berubah," tambah Mike. "Kami sekarang sudah tidak bersekolah lagi. Aku disuruh membantu Paman, bekerja dari pagi sampai malam di ladang. Kalau soal itu aku sebenarnya tidak keberatan - tapi kenapa Peggy dan Mora diperlakukan begitu buruk oleh Bibi Harriet? Mereka kan masih anak-anak! Masa - segala pekerjaan di rumah dibebankannya pada mereka!" "Aku yang harus mengerjakan semua cucian sekarang," keluh Nora. "Kalau yang kecil-kecil saja aku masih mampu. Tapi seprai-seprai kan besar. Mana berat lagi, kalau sudah basah!" "Sedang segala urusan memasak dijadikan tugasku," kata Peggy. "Kemarin kue yang kubuat angus, karena oven terlalu panas. Sebagai akibatnya aku disuruh Bibi mendekam sepanjang hari di kamar tidur, tanpa diberi makan." "Tapi aku kemudian menyusup masuk lewat jendela, untuk memberikan sedikit roti dengan keju pada Peggy," kata Mike. "Sialnya, aku ketahuan oleh Paman. Aku diguncang-guncangkannya dengan begitu keras, sampai setelah itu seluruh badanku terasa lemas, bayangkan, berdiri pun aku tidak sanggup! Aku tidak diberi makan tadi malam, sedang sarapanku pagi ini cuma roti sepotong kecil." "Sudah sejak berbulan-bulan kami tidak diberi pakaian baru," kata Peggy. "Sepatuku sudah sangat rusak. Aku tidak tahu bagaimana kami nanti kalau sudah musim dingin, karena mantel kami sudah kekecilan." "Kalian lebih menderita daripada aku," kata Jack. "Aku belum pernah punya barang bagus - jadi aku tidak peduli tentang soal itu. Tapi kalian dulu punya segala-galanya, dan sekarang kalian kehilangan semuanya itu. Ayah dan ibu yang bisa melindungi kalian, kini juga sudah tidak ada lagi." "Kau masih ingat pada orang tuamu, Jack?" tanya Mike. "Atau kau sudah selalu tinggal bersama kakekmu?" "Aku cuma tahu kakekku itu saja," kata Jack. "Tapi kini ia sudah berapa kali mengatakan, ingin tinggal pada salah seorang bibiku. Jika niatnya itu sungguh-sungguh dilakukan, aku terpaksa hidup sebatang kara. Bibiku itu tidak mau jika aku juga ikut tinggal di rumahnya." "Aduh, Jack! Kalau begitu bagaimana kau nanti?" tanya Nora cemas. "Ah - Aku takkan apa-apa jika ditinggal sendiri," kata Jack. "Soalnya sekarang kalian! Bagaimana dengan kalian? Tak enak hatiku melihat kalian bertiga begini merana. Coba kita ini bisa minggat bersama-sama!" "Percuma - karena pasti akan ditemukan dengan segera, lalu dibawa kembali kemari," kata Mike. Sikapnya suram. "Itu sudah jelas! Aku pernah membaca berita dalam koran, tentang anak-anak yang minggat. Polisi selalu berhasil menemukan jejak mereka, dan kalau sudah ketemu lantas diantar pulang. Coba ada tempat yang begitu tersembunyi, sehingga tidak mungkin ada yang bisa menemukan kita di sana! Pasti aku akan minggat. Dan Peggy serta Nora kuajak. Aku tidak tega melihat mereka dipaksa bekerja keras oleh Bibi Harriet, dan dipukuli dengan seenaknya!" "Coba kalian dengarkan sebentar," kata Jack dengan tiba-tiba. Ketika temannya menoleh dengan cepat, karena mendengar nada suaranya yang begitu bersungguh-sungguh. "Akan kuceritakan sesuatu yang sebetulnya sangat kurahasiakan. Asal kalian mau berjanji, takkan menceritakannya pada siapa-siapa!" "Tentu saja, Jack! Kami berjanji," kata ketiga temannya serempak. "Kami bisa kauandalkan, Jack," kata Mike. "Ya - aku juga tahu," kata Jack. "Nah - kalau begitu dengarkan baik-baik. - Aku mengenal suatu tempat di mana takkan ada yang bisa menemukan kita - jika kita minggat ke sana!" "Di mana tempat itu, Jack?" seru Peggy beserta kedua adiknya bersemangat. "Nantilah, kutunjukkan tempat itu malam ini," kata Jack sambil berdiri. "Nanti pukul delapan kalian ke tepi danau, jika sudah selesai mengerjakan segala tugas. Kita bertemu di sana. Sekarang aku harus pergi - jangan sampai Kakek marah-marah. Jika itu terjadi, ada kemungkinan aku dikurungnya di kamar dan tidak boleh keluar lagi sampai besok." "Kalau begitu sampai nanti malam ya, Jack!" kata Nora, ia tidak sedih lagi, karena merasa terlipur oleh janji Jack. Jack pergi sambil berlari-lari. Sedang ketiga kawannya berjalan dengan langkah berat, kembali ke pertanian paman dan bibi mereka. Ketiga anak itu tadi pergi ke tepi ladang untuk makan siang disitu. Dan kini mereka harus bekerja kembali. Banyak seterikaan yang masih harus dikerjakan oleh Nora, sedang Peggy harus membersihkan dapur. Ruang masak itu besar dan berlantai batu. Peggy tahu bahwa untuk membersihkannya ia harus bekerja sampai saat makan malam, ia pasti akan sudah capek sekali saat itu. Belum lagi Bibi Harriet yang tidak henti-hentinya mengomeli. "Aku masih harus membereskan lumbung," kata Mike. "Tapi saat makan malam nanti kurasa sudah akan selesai. Setelah itu kita lihat, tempat rahasia mana yang dimaksudkan oleh Jack tadi." Ketiga anak yang malang itu mulai sibuk mengerjakan tugas berat masing-masing. Tapi sementara itu pikiran mereka selalu kembali pada janji Jack tadi. Mereka sangat ingin tahu. Apakah rahasia Jack? Di manakah tempat tersembunyi yang dikatakannya tadi? Benarkah mereka akan bisa melarikan diri? Pikiran yang menyibukkan ketiga anak itu menyebabkan mereka mengalami kesulitan lagi. Hasil pekerjaan mereka tidak memuaskan Paman Henry dan Bibi Harriet. Nora dipukul lagi, sedang Peggy dimarahi habis-habisan, sampai menangis tersedu-sedu. ia disuruh menggosok lantai dapur sekali lagi, sehingga terlambat makan malam. Mike dibentak-bentak oleh Paman Henry, karena ada jagung tercecer di dalam lumbung. Anak itu diam saja. Tapi dalam hati ia bertekad akan minggat, apabila itu bisa dilakukannya tanpa ketahuan. Dan kedua saudara perempuannya akan diajak lari. "Nora dan Peggy seharusnya bersekolah dan berpakaian rapi yang tidak kekecilan, serta bergaul dengan teman-teman mereka," kata Mike dalam hati. "Tidak pantas mereka hidup begini - harus bekerja keras untuk Bibi Harriet, tanpa pernah diberi apa-apa." Makan malam anak-anak terdiri dari roti dengan keju saja. Mereka memakannya sambil membisu. Mereka tidak berani berbicara, karena takut dibentak-bentak Bibi atau Paman. Ketika sudah selesai makan, barulah Mike memberanikan diri berbicara. "Maaf, Bibi," katanya, "bolehkah kami berjalan-jalan sebentar, sebelum tidur?" "Tidak boleh!" tukas Bibi Harriet dengan suaranya yang tajam. "Kalian harus langsung masuk ke tempat tidur. Besok banyak yang harus dikerjakan, dan aku ingin kalian bangun pagi-pagi sekali!" Ketiga anak itu berpandang-pandangan dengan perasaan kecut. Tapi mereka harus mematuhi perintah Bibi. Mereka naik ke tingkat atas. masuk ke ruang tidur besar yang mereka tempati bersama-sama. Pembaringan Mike terletak di sudut ruangan, di balik semacam tabir. Sedang Peggy dan Nora menempati tempat tidur yang agak besar. "Kurasa Bibi dan Paman hendak pergi malam ini! Karena itulah kita disuruh cepat-cepat tidur," kata Mike. "Biar saja - nanti kalau mereka ternyata memang pergi, kita bisa menyelinap ke luar, menemui Jack di pinggir danau." "Kalau begitu kita jangan berganti pakaian lagi," kata Nora. "Langsung saja menyusup ke bawah selimut! Jadi nanti tidak perlu membuang-buang waktu lagi. Langsung saja lari ke danau." Ketiga bersaudara itu berbaring sambil memasang telinga. Begitu terdengar bunyi pintu depan ditutup, Mike bergegas meloncat dari pembaringannya dan lari ke kamar sebelah depan. Dari situ nampak jalan setapak menuju pintu pagar di muka rumah. Mike melihat paman dan bibinya keluar. Mereka berpakaian rapi. Mike cepat-cepat lari lagi ke ruang tidur. "Kita tunggu lima menit," katanya, "setelah itu berangkat!" Selama menunggu, tidak ada yang berbicara. Kemudian mereka menuruni tangga ke tingkat bawah, menyelinap ke luar lewat pintu belakang, lalu cepat-cepat lari menuju danau. Jack sudah menunggu mereka di sana. "Hai, Jack!" sapa Mike. "Untung saja kami masih bisa datang. Kami sebenarnya disuruh tidur tadi! Tapi ketika Paman dan Bibi pergi, kami cepat-cepat menyelinap ke luar lalu lari kemari." "Apa rahasiamu, Jack?" tanya Nora. "Kami ingin sekali mengetahuinya." "Kalau begitu dengar baik-baik," kata Jack. "Kalian tentunya juga tahu, danau ini sangat luas. Tidak ada orang tinggal di sekitar tempat yang liar ini. Hanya pada dua tempat saja ada rumah-rumah petani serta beberapa gubuk. Nah! Aku tahu bahwa di sisi selatan danau ini ada pulau kecil. Letaknya lumayan juga jauhnya dari sini. Aku tahu pasti, orang lain tidak mengetahuinya. Aku yakin, pulau kecil itu belum pernah didatangi orang. Pulaunya menyenangkan - dan sangat cocok untuk dijadikan tempat bersembunyi!" Ketiga temannya mendengarkan dengan mata terbuka lebar. Mereka heran, mendengar di danau luas itu ada pulau. Mereka sangat ingin bisa hidup bersembunyi di sana, tanpa ada paman dan bibi yang sering memukul dan mengomeli, serta menyuruh mereka bekerja keras sepanjang hari! "Apakah kalian tidak terlalu capek, jika kuajak merintis tepi danau ini? Kita ke suatu tempat, dari mana pulau yang kuceritakan itu nampak," kata Jack. "Aku kebetulan saja menemukannya! Pinggiran danau di seberang pulau itu berhutan lebat yang tumbuh sampai ke tepi air. Kurasa tidak ada orang yang pernah merintis hutan di situ. Jadi pulauku itu pasti belum pernah dilihat orang lain!" "Kami ingin melihat pulau rahasiamu itu, Jack!" kata Nora meminta. "Ajak kami melihatnya, ya? Kami memang capek - tapi kami harus melihat pulau rahasia itu !" "Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Jack dengan gembira, melihat ketiga temannya sangat bersemangat. Anak yang biasa berkeliaran tanpa sepatu itu berjalan mendului. Diajaknya ketiga temannya melintasi padang belantara, menuju sebuah hutan, ia berjalan dengan gerak lincah dan leluasa, seakan-akan seekor kelinci. Mereka melangkah di tengah hutan. Kemudian pepohonan mulai menipis. Anak-anak melewati tempat yang lapang. Lalu masuk lagi ke dalam hutan. Kelihatannya sangat lebat, sehingga anak-anak yang mengikuti Jack merasa sangsi, apakah bisa ditembus. Tapi Jack berjalan terus, ia tahu jalan di tengah hutan itu. Akhirnya nampak kilatan air di depan. Mereka sudah sampai lagi di pinggir danau. Lingkungan di sekelilingnya hanya nampak remang-remang. Matahari sudah lama terbenam. Jack menerobos semak belukar dan pepohonan yang tumbuh sampai ke tepi air. Sesampainya di situ barulah ia berhenti, ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya tangannya saja yang menunjuk sesuatu di depan. Anak-anak yang lain berkerumun di dekatnya. "Itu - pulau rahasiaku!" kata Jack. Di depan mereka nampak sebuah pulau kecil, seakan-akan mengambang di atas permukaan air yang gelap. Pulau itu ditumbuhi pepohonan. Di tengah-tengah ada bukit kecil. Kelihatannya seperti menyimpan rahasia. Begitu indah dan terpencil letaknya. Anak-anak berdiri sambil menatap ke arah pulau itu. Semua sangat ingin ke sana - ke pulau misterius itu. "Nah," kata Jack setelah beberapa saat ikut membisu, "bagaimana pendapat kalian? Kita jadi minggat, lalu tinggal di pulau rahasia itu?" "Ya! Setuju!" jawab ketiga temannya dengan suara berbisik. 2. PERSIAPAN YANG MENGASYIKKAN Keesokan harinya pikiran Mike, Peggy, dan Nora tidak pernah lepas dari pulau rahasia yang ditunjukkan oleh Jack pada mereka. Akan bisakah mereka lari lalu menyembunyikan diri di sana? Mungkinkah mereka nanti bisa hidup di tempat terpencil itu? Dari mana mereka memperoleh makanan? Apakah yang akan terjadi jika ada yang datang mencari mereka ke sana? Ketiganya bekerja sambil berpikir-pikir, mengatur rencana! Pulau rahasia itu begitu indah dan misterius. Alangkah senangnya jika mereka saat itu sudah ada di sana, tidak lagi dihujani omelan dan pukulan! Begitu ada kesempatan untuk bercakap-cakap sebentar, ketiganya lantas membicarakan pulau itu. "Kita harus minggat ke sana, Mike!" kata Nora. "Yuk Mike - kita katakan pada Jack bahwa kita mau ikut," kata Peggy. Mike menggaruk-garuk kepala. Ia merasa sudah tua saat itu. Kepalanya penuh dengan beban pikiran, ia sangat ingin minggat - tapi akan mampukah kedua saudaranya hidup liar di sana nanti? Di pulau itu tidak ada tempat tidur. Bahkan makanan yang biasa pun mungkin juga tidak ada. Lalu bagaimana jika ada salah seorang dari mereka jatuh sakit? Yah - itu sudah risiko. Kalau keadaan di sana nanti ternyata sudah terlalu parah, mereka kan masih bisa kembali ke rumah Paman dan Bibi. "Baiklah! Kita jadi minggat," kata Mike memutuskan. "Sebelumnya kita atur dulu rencananya dengan Jack, ia lebih banyak tahu daripada kita." Anak-anak mengatur rencana bersama Jack, ketika bertemu lagi dengannya malam itu. Mata mereka bersinar-sinar. Mereka akan bertualang! Mereka akan mengalami petualangan seperti yang dijalani Robinson Crusoe - karena mereka pun akan hidup memencil di sebuah pulau sunyi. "Kita harus mengatur rencana dengan cermat," kata Jack. "Jangan sampai ada yang kelupaan, karena kalau kita nanti terpaksa kembali untuk mengambil sesuatu, ada kemungkinan kita ketahuan!" "Tidak bisakah kita ke pulau itu sebentar untuk melihat-lihat, sebelum kita tinggal di sana?" tanya Mora. "Aku ingin sekali melihatnya." "Baiklah," kata Jack. "Hari Minggu kita ke sana." "Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Apakah kita harus berenang?" "Tidak," kata Jack. "Aku punya perahu. Aku menemukannya dalam keadaan terbengkalai, lalu kubetulkan lagi. Sekarang pun air masih masuk sedikit, tapi itu bisa ditimba ke luar. Kubawa kalian menyeberang dengan perahuku itu." Dengan perasaan tidak sabar, anak-anak menunggu hari Minggu tiba. Hari itu pun mereka masih harus bekerja. Tapi biasanya mereka diperbolehkan makan siang sambil piknik di luar. Saat itu bulan Juni. Siang sudah panjang dan cerah diterangi sinar matahari. Kebun penuh dengan sayur dan buah-buahan. Anak-anak memasukinya dengan diam-diam untuk memetik ercis sebanyak mungkin, begitu pula daun selada. Mereka sedikit sekali diberi makan oleh Bibi Harriet, sehingga selalu terpaksa mencari tambahan. Menurut Mike itu bukan mencuri, sebab apabila mereka diberi makan yang sebanding dengan beratnya pekerjaan yang harus dilakukan, maka jatah mereka seharusnya dua kali lebih banyak daripada sekarang. Jadi mereka hanya mengambil hak mereka. Ketiga anak itu berbekal sebatang roti, lalu mentega, beberapa iris daging asap, begitu pula ercis dan selada yang mereka petik sendiri di kebun. Mike juga mengambil beberapa umbi wortel. Rasanya enak kalau dimakan dengan daging asap, katanya. Mereka bergegas-gegas mendatangi Jack. Teman mereka itu sudah menunggu di pinggir danau. Ia menyandang tas berisi bekal makanan pula. Ia memperlihatkan bekalnya pada anak-anak. Buah ceri dan sebuah kue besar berbentuk bundar. "Ini pemberian Bu Lane sebagai upah membersihkan kebunnya kemarin," kata Jack. "Kita akan makan enak nanti." "Mana perahumu, Jack?" tanya Mora. "Lihat saja nanti!" kata Jack. "Milikku yang kurahasiakan tidak boleh sampai dilihat sembarang orang! Kecuali aku sendiri, cuma kalian bertiga saja yang tahu bahwa aku punya perahu!" Ia pergi menyusur tepi danau, diikuti ketiga temannya. Ketiga anak itu mencari-cari dengan mata mereka. Tapi mereka tidak bisa melihat di mana perahu itu berada, sampai ditunjukkan oleh Jack. "Kalian lihat pohon besar dan lebat itu, yang ranting-rantingnya terjurai sampai menyentuh air?" katanya. "Nah, perahu itu ada di bawahnya! Sama sekali tidak kelihatan, kan?" Mike bersinar-sinar matanya. Perahu merupakan kegemarannya. Dalam hati ia berharap, mudah-mudahan Jack nanti akan memperbolehkannya ikut mendayung. Anak-anak menghela perahu yang tersembunyi itu dari bawah pohon yang lebat sekali daunnya. Lunas perahu itu digenangi air. Jack menyuruh anak-anak menimba air itu ke luar. Dalam perahu ada sepasang dayung yang kelihatan sudah usang. Jack memasang kedua dayung itu ke sangkutannya. "Sekarang masuk!" katanya. "Jauh juga aku harus mendayung nanti. Kau mau ikut mendayung, Mike?" Tentu saja anak itu mau! Kedua anak laki-laki itu menggerakkan dayung mereka serempak. Perahu meluncur di atas air danau. Matahari bersinar terik. Tapi saat itu ada angin yang sekali-sekali menghembus lembut Tidak lama kemudian sudah mulai nampak pulau yang dituju di kejauhan. Mereka mengenalinya, karena di tengah-tengahnya ada bukit rendah. Pulau itu nampak misterius ketika Mike beserta kedua saudaranya untuk pertama kali melihatnya malam-malam. Tapi sekarang - saat pulau itu seolah-olah mengambang di atas permukaan air danau yang kemilau dipanasi sinar matahari, kelihatannya bertambah menarik. Ketika perahu sudah semakin mendekat, anak-anak melihat pohon-pohon dengan ranting-ranting yang merunduk menaungi air. Mereka mendengar suara ayam-ayaman yang bertemperasan lari. Anak-anak memandang dengan asyik. Hanya pepohonan, burung-burung dan binatang liar kecil saja yang ada di situ. Itu benar-benar pulau rahasia, yang tersedia untuk mereka sendiri saja - di mana mereka bisa tinggal dan bermain-main. "Kita mendarat di sini," kata Jack. Diarahkannya perahu menuju tepi yang berpantai pasir melandai, lalu ditariknya agak ke atas. Anak-anak berloncatan turun, lalu memandang berkeliling. Tempat pendaratan itu merupakan ceruk kecil. Enak berpiknik di situ! Tapi tidak pernah ada orang datang berpiknik ke tempat itu. Mereka hanya melihat beberapa ekor berang-berang yang berjemur di tempat yang terpisah-pisah, serta ayam-ayaman yang lari melintas. Tidak nampak tanda-tanda bahwa di pantai pasir itu pernah ada orang menyalakan api. Tidak ada kulit jeruk berserakan, atau kaleng-kaleng berkarat. Tempat itu benar-benar masih belum pernah terjamah tangan manusia. "Yuk, kita melihat-lihat pulau ini sebentar! Kita tinggalkan saja barang-barang kita di sini," kata Mike, ia sudah kepingin sekali melihat wujud pulau itu. Besar sekali kelihatannya, setelah mereka berada di situ. "Baiklah," kata Jack sambil menaruh tasnya ke pasir. "Yuk - kita mulai saja dengan petualangan kita," kata Mike mengajak Peggy dan Nora. Anak-anak meninggalkan ceruk kecil itu. Mereka merintis di bawah pohon yang besar-besar, menuju bukit. Bukit itu berlereng terjal. Ketika sudah sampai di puncaknya, anak-anak ternyata bisa memandang jauh sekali ke sekeliling danau. "Wah! Jika kita jadi kemari untuk tinggal di sini, puncak bukit ini bagus sekali untuk dijadikan tempat pengamatan!" kata Mike bersemangat. "Dari sini semua yang ada di sekeliling kita nampak dengan jelas!" "Ya, memang," kata Jack. "Takkan ada yang bisa datang dengan sembunyi-sembunyi, untuk menyergap kita!" "Kita harus kemari! Harus! Harus!" kata Nora berulang-ulang. "Coba kauperhatikan kelinci-kelinci itu, Peggy. Jinak-jinak! Dan burung itu tadi hampir saja hinggap di tanganku. Kenapa semuanya begitu jinak, Mike?" "Kurasa karena mereka belum pernah bertemu manusia," kata Mike. "Ada apa di balik bukit ini, Jack? Kita ke sana yuk!" "Di sebelah sana banyak gua," kata Jack. "Gua-gua itu belum pernah sempat kumasuki. Tapi kita bisa bersembunyi di situ, jika ada orang datang mencari kita kemari." Mereka menuruni lereng bukit, menuju ke sisi sebaliknya. Lereng itu ditumbuhi semak belukar serta rumput padang. Jack menunjukkan sebuah gua besar yang terdapat di lereng sebelah sini. Kelihatannya gelap dan suram. Padahal di luar cuaca sangat cerah. "Sekarang kita belum bisa memasukinya, karena tidak ada waktu untuk itu," kata Jack lagi. "Tapi gua merupakan tempat yang sangat baik untuk menyimpan barang-barang kita. Kalau hujan, tidak akan basah!" Ketika sudah agak jauh lagi menuruni bukit, anak-anak mendengar bunyi menggeleguk lembut. "Bunyi apa itu?" tanya Peggy sambil berhenti melangkah. "Aduh - lihatlah! Ada mata air!" seru Mike. "Wah, Jack - dari situ kita nanti mengambil air! Dingin sekali, dan sangat jernih!" "Rasanya juga enak," kata Jack. "Aku sudah pernah meminumnya, ketika kali terakhir kemari. Di sebelah bawah sana ada lagi mata air. Air dari sini bercampur dengan air dari tempat itu, mengalir ke bawah lewat parit kecil." Kaki bukit ditumbuhi pepohonan yang membentuk hutan lebat. Di tempat-tempat yang lapang bertumbuhan semak belukar. Jack menuding ke situ. "Di sana, saat musim gugur nanti, kita bisa memetik buah-buahan hutan sampai ribuan,"-katanya. "Kecuali itu aku masih tahu satu tempat lagi yang ditumbuhi semak berbuah lebat!" "Tunjukkan dong!" kata Mike dengan gembira. Tapi Jack mengatakan bahwa waktu terlalu sempit, jika mereka masih hendak ke sana pula. Di samping itu buah-buahan hutan belum ada yang ranum. "Pulau ini besar sekali - tidak mungkin kita bisa menjelajahinya dalam sehari ini," kata Jack. "Tapi kalian sudah melihat sebagian besar daripadanya! Bukit ini dengan gua-guanya, mata air, hutan yang lebat - dan di balik hutan itu ada padang rumput yang berbatasan dengan tepi danau. Tempat ini benar-benar mengasyikkan!" "He, Jack! Di manakah kita tinggal nanti, kalau sudah minggat kemari?" tanya Peggy. Ia selalu ingin tahu pasti tentang segala-galanya. "Kita harus membangun pondok dari kayu," kata Jack. "Aku tahu caranya! Itu sudah cukup sebagai tempat tinggal saat musim panas. Sedang menjelang musim dingin nanti, kurasa kita tinggal di salah satu gua." Ketiga temannya berpandang-pandangan dengan gembira. Pondok kayu yang mereka bangun sendiri - serta sebuah gua! Mereka merasa beruntung karena berteman dengan Jack, yang memiliki perahu dan sebuah pulau rahasia! Setelah itu mereka kembali ke tempat perahu. Mereka sudah lapar, tapi juga berbahagia. Sesampai di situ mereka langsung makan sambil duduk-duduk di pasir. Menurut perasaan mereka, belum pernah mereka makan senikmat saat itu. Seekor ayam-ayaman datang menghampiri. Kelihatannya heran melihat banyak makhluk aneh di pulau tempat kediamannya. Tapi ayam-ayaman itu tidak lari lagi, melainkan mondar-mandir dekat anak-anak sambil mematuk-matuk daun selada. "Aku ingin bisa tinggal terus di pulau ini seumur hidupku, tanpa pernah menjadi dewasa. Kalau itu bisa, alangkah senangnya!" kata Nora. "Yah - setidak-tidaknya kita bisa mencoba hidup di sini selama beberapa waktu," kata Jack. "Nah - kapan kita pergi lagi kemari untuk menetap?" "Dan apa saja yang perlu kita bawa?" kata Mike. "Gntuk sementara sebetulnya tidak begitu banyak yang kita perlukan," kata Jack lagi. "Tempat berbaring bisa kita buat dari rumput padang. Kurasa kita perlu berbekal barang-barang seperti mangkok dan piring kaleng serta pisau. Aku akan membawa kapak serta pisau perburuan yang sangat tajam. Itu kita perlukan untuk membangun pondok kita nanti. O ya - dan korek api, untuk menyalakan api unggun. Kita harus memasak makanan kita sendiri. Aku juga akan membawa kailku." Pembicaraan mereka semakin membakar semangat keempat anak itu. Akhirnya tersusun daftar dari apa saja yang perlu dibawa. Barang-barang itu akan mereka bawa sedikit demi sedikit dan disembunyikan dalam lubang sebatang pohon di pinggir danau. Lalu kalau saatnya sudah tiba untuk minggat, barang-barang itu akan mereka bawa ke perahu, siap untuk membangun pondok di pulau itu. "Kita perlu membawa wajan untuk menggoreng," kata Mora. "Dan beberapa buah panci," kata Peggy, "serta sebuah cerek. Wah - pasti asyik kita nanti di sini! Masa bodoh beberapa kali aku dipukul dan diomeli sekarang - karena pikiranku akan selalu senang, mengingat-ingat rencana kita yang mengasyikkan ini!" "Sebaiknya kita tentukan saja kapan kita minggat," kata Jack. "Bagaimana kalau seminggu lagi? Hari Minggu cocok sekali - karena jika kita tidak pulang-pulang, orang baru akan mulai mencari saat hari sudah gelap!" "Ya! Setuju - seminggu lagi!" seru anak-anak. "Wah - Pasti senang kita nanti!" "Sekarang kita harus pulang," kata Jack, ia berjalan menuju perahu. "Kalau mau, kau boleh mendayung sendiri, Mike - sedang aku menimba air yang masuk ke perahu. Ayo masuk, Anak-anak!" "Siap, Kapten!" seru Peggy dan Nora dengan gembira. Perahu meluncur lagi di atas air yang mulai gelap dibayangi malam, menuju ke tepi danau. 3. MINGGAT! Sepanjang minggu berikutnya anak-anak sibuk melaksanakan rencana mereka. Bibi Harriet dan Paman Henry sampai heran melihat perubahan yang terjadi pada diri Mike serta kedua saudara perempuannya. Mereka nampaknya seperti tidak sedih, apabila diomeli. Bahkan Nora pun tidak mencucurkan air mata jika dipukul bibinya. Bibi Harriet tidak tahu bahwa perasaan anak itu dipenuhi kebahagiaan membayangkan pulau rahasia, sehingga air matanya tidak keluar. Jack juga membawa sebuah panci, di samping kapak dan pisau perburuan yang tajam, ia juga menyediakan bekal beberapa pisau, sendok dan garpu untuk makan, karena anak-anak yang lain tidak berani mengambil dari rumah. Di situ hanya dikeluarkan jumlah yang diperlukan untuk makan sehari-hari. Karenanya mereka merasa lega, melihat Jack membawa alat-alat itu. "Bisakah kalian mengusahakan beberapa kaleng kosong untuk dijadikan tempat penyimpanan?" tanya Jack. "Aku akan berusaha membawa bekal gula dan bahan-bahan lain seperti itu, karena itu kita perlukan nanti. Aku beberapa hari yang lalu diberi uang oleh Kakek, dan dengannya aku akan berbelanja di toko." "Baik - nanti kubawakan beberapa kaleng kosong," kata Mike. "Paman banyak menyimpannya dalam gudang. Akan kuambil beberapa kaleng dari situ, lalu kucuci bersih-bersih. Kau bisa mengusahakan korek api, Jack? Bibi hanya menaruh sekotak di luar. Sebentar saja itu pasti sudah habis terpakai." "Aku punya kaca pembesar," kata Jack, ia memperlihatkan benda itu pada anak-anak. "Lihatlah! Jika sinar matahari kuarahkan lewat kaca ini ke kertas itu - nah! - Kertas langsung terbakar, dan kita sudah punya api!" "Hebat!" seru Mike. "Kalau begitu kita memakainya saat matahari sedang bersinar, supaya menghemat korek api!" "Akan kubawa keranjang jahitanku - karena siapa tahu, mungkin kapan-kapan ada yang perlu dijahit," kata Peggy. "Dan aku punya kotak berisi paku dari berbagai ukuran, serta sebuah palu tua," kata Mike. "Aku menemukannya dalam gudang." "Bekal kita semakin lengkap!" kata Jack sambil nyengir puas. "Wah - pasti asyik kita di sana nanti!" "Aku ingin cepat-cepat sudah hari Minggu," kata Nora sambil mendesah. "Aku akan membawa beberapa alat permainan," kata Peggy, "supaya kita bisa sekali-sekali main, kalau sedang iseng. Bagaimana dengan buku-buku?" "Itu gagasan yang bagus sekali!" seru Mike. "Ya - kita juga harus berbekal buku-buku. Kapan-kapan kita pasti ingin duduk tenang sambil membaca buku." Dengan segera rongga dalam pohon tua di pinggir danau sudah penuh dengan berbagai barang. Saban hari ada saja yang ditambahkan ke situ. Hari ini ada yang membawa papan. Lalu hari lainnya kentang sekarung, disusul selimut yang tua yang sudah lusuh. Benar-benar menakjubkan - apa saja masuk ke dalam rongga pohon itu! Akhirnya hari Minggu yang ditunggu-tunggu tiba. Pagi-pagi benar Mike, Peggy, dan Nora sudah bangun, mendului paman dan bibi mereka. Ketiga anak itu menyelinap masuk ke kebun untuk memetik sayuran sebanyak yang berani mereka ambil. Mereka juga memungut setengah lusin telur segar dari kotak-kotak tempat ayam-ayam betina bertelur. Nora berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah, lalu menuju ke sepen. Apakah yang bisa diambilnya dari situ? Mestinya sesuatu yang tidak akan langsung ketahuan oleh Bibi Harriet pagi itu juga. Bagaimana kalau teh? Ya! Begitu pula sekaleng bubuk coklat, yang disimpan di rak paling atas. Lalu sebungkus kismis dan sekaleng beras. Sebatang roti yang besar, beberapa kue dari kaleng tempat kue. Nora memasukkan semuanya ke dalam keranjang yang dijinjing, lalu lari lagi ke luar. Lama sebelum Bibi Harriet bangun, barang-barang itu sudah diamankan dalam rongga pohon. Peggy sebetulnya merasa tidak enak jika mereka mengambil apa-apa dari sepen. Tapi Mike mengatakan bahwa mulai hari itu Paman dan Bibi tidak perlu lagi memberi mereka makan. Jadi tidak ada salahnya jika perbekalan mereka agak dikurangi sedikit. "Lagi pula jika kita ini pekerja yang diupah untuk jerih payah kita selama ini, kita pasti mampu membeli segala barang-barang itu. Kurasa bahkan lebih banyak lagi," katanya sambil memasukkan tambahan bekal itu ke dalam pohon. Setelah itu mereka kembali untuk terakhir kalinya ke rumah Paman dan Bibi. Mereka masih hendak sarapan dulu di situ. Peggy yang memasakkan. Dalam hati ia berdoa, semoga Bibi Harriet tidak segera melihat bahwa sendok masaknya yang panjang lenyap, ia juga berharap bahwa Bibi nanti tidak memerlukan lilin, lalu pergi mengambil dari dalam kotak yang ada di sepen. Soalnya, Peggy tahu bahwa dalam kotak itu tidak ada lilin lagi. Semua sudah diambil oleh Mike. Anak itu juga mengambil lentera Paman yang jarang dipakai. Anak-anak sarapan tanpa bercakap-cakap. Bibi Harriet memandang ke arah mereka. "Kurasa kalian pasti menyangka boleh berpiknik hari ini!" kata Bibi. "Tapi itu tidak bisa! Kalian harus membersihkan kebun sayuran, Peggy dan Mora. Dan kau, Mike - kurasa Paman Henry pasti punya tugas yang harus kaulakukan. Ada yang mengambil kue dari kaleng penyimpanannya! Karena itu kalian semua hari ini harus tinggal di rumah!" Ketiga anak itu merasa lunglai. Aduh - kenapa justru hari ini? Selesai sarapan, Peggy dan Nora disuruh Bibi mencuci piring. Ketika keduanya sedang sibuk dengan tugas mereka, tahu-tahu kepala Mike tersembul dari balik jendela. "Psst!" desisnya. "Nanti begitu ada kesempatan, kalian berdua cepat-cepat pergi ke danau. Tunggu aku di situ. Aku akan menyusul dengan segera!" Semangat Peggy dan Nora bangkit kembali. Ternyata mereka masih jadi minggat! Keduanya melanjutkan tugas mencuci bekas-bekas sarapan pagi. Beberapa saat kemudian mereka melihat Bibi Harriet pergi ke tingkat atas. "ia hendak menyiapkan pakaian hari Minggu Paman," bisik Nora. "Cepat! Ini kesempatan yang baik. Kita menyelinap ke luar lewat pintu belakang." Peggy bergegas mengambil sabun dari lemari persediaan. "Kita lupa berbekal sabun!" katanya. "Untung saja aku masih sempat ingat!" Nora memandang berkeliling, untuk melihat apa lagi yang masih perlu dibawa, ia melihat sebongkah mentega untuk memasak di lemari itu. ia mengambilnya. "Ini kita perlukan untuk menggoreng!" katanya. "Yuk, Peggy - nanti tidak ada waktu lagi." Mereka lari ke luar lewat pintu belakang, menuju ke ladang. Dalam waktu lima menit saja mereka sudah tiba di dekat pohon besar yang berongga. Jack belum ada di situ. Peggy dan Nora tidak tahu, kapan Mike akan bisa menyusul. Pasti takkan mudah baginya untuk menyelinap pergi dengan diam-diam! Tapi anak itu ternyata sudah mengatur rencana. ia menunggu sampai terdengar suara Bibi Harriet marah-marah di dapur, ketika melihat Peggy dan Nora tidak ada lagi di situ. Saat itu Mike masuk. "Ada apa, Bibi?" tanyanya pura-pura heran melihat Bibi Harriet marah-marah. "Ke mana lagi anak-anak itu?" tukas Bibi. "Kurasa cuma keluar sebentar - mungkin untuk mengambil pakaian dari jemuran," kata Mike. "Bagaimana kalau kupanggil masuk?" "Ya - coba cari mereka! Bilang bahwa mereka akan kupukul, karena berani meninggalkan pekerjaan yang belum selesai," kata bibinya dengan marah. Mike bergegas keluar, sambil berteriak pada pamannya bahwa ia pergi karena disuruh Bibi. Karenanya Paman Henry diam saja. Dibiarkannya Mike pergi. Anak itu lari melintasi ladang, menuju ke pinggir danau di mana kedua saudaranya sudah menunggu. Ketiga anak itu berangkulan dengan gembira. "Mana Jack?" kata Mike. "Katanya ia akan datang selekas mungkin." "Itu dia!" kata Nora. Benarlah! Mereka melihat Jack berlari-lari melintasi ladang menuju ke arah mereka, sambil melambai-lambai. Anak itu memanggul sebuah tas yang nampak berat. Pada saat terakhir tas itu diisinya penuh-penuh dengan beraneka macam barang: tali, mantel yang sudah usang, dua jilid buku, beberapa lembar surat kabar, serta macam-macam lagi. Wajahnya berseri-seri. "Kalian sudah datang! Bagus!" katanya. "Ya, tapi tadi nyaris saja tidak bisa," kata Nora, lalu menceritakan apa yang sebelumnya terjadi di rumah. "Wah! Mudah-mudahan saja paman dan bibi kalian nanti tidak terlalu cepat mulai mencari," kata Jack. "Ah, kurasa tidak!" kata Mike. "Paling-paling mereka semakin geram, dan merencanakan akan memukul kami sampai babak-belur saat kami pulang nanti petang. Mereka pasti menyangka bahwa kami nekat, pergi berpiknik seperti biasanya pada hari Minggu!" "Nah! Sekarang banyak yang masih perlu kita kerjakan," kata Jack bersungguh-sungguh. "Ini memang rencana yang mengasyikkan - tapi juga berarti bekerja. Dan sebelum bersenang-senang, kita harus bekerja dulu. Pertama-tama, segala perbekalan harus kita angkut dari rongga pohon ini ke perahu. Mike! Coba kaukeluarkan barang-barang yang termasuk enteng, lalu kauberikan pada Peggy dan Nora. Kita membawa yang lebih berat. Kurasa kita harus tiga sampai empat kali bolak-balik, sampai semua perbekalan ada dalam perahu." Keempat anak itu mulai bekerja dengan bersemangat. Mereka mengangkut sebanyak yang sanggup mereka pikul. Mereka terengah-engah, karena hawa panas saat itu. Tapi mereka tidak peduli, karena bukankah sebentar lagi mereka akan berangkat ke pulau rahasia mereka? Agak jauh juga mereka harus berjalan ke perahu. Dan mereka harus empat kali bolak-balik, berjalan dengan hati-hati membawa perbekalan. Tapi akhirnya tidak ada lagi yang tersisa dalam rongga pohon. Mereka tidak perlu kembali lagi ke tempat itu. "Uhh, untunglah!" desah Mike. "Setiap kali aku datang lagi ke situ, aku sudah takut saja kalau-kalau menemukan Paman atau Bibi bersembunyi di situ, siap untuk mengejutkan kita!" "Aduh, jangan suka begitu, ah!" kata Nora sambil bergidik. "Kita akan meninggalkan Paman dan Bibi untuk selama-lamanya!" Anak-anak masuk ke dalam perahu, untuk mengatur letak barang perbekalan di dalamnya. Untung perahu itu lumayan besarnya. Kalau tidak, mana mungkin barang sebanyak itu bisa diangkut sekali jalan! Anak-anak harus menimba air yang merendam dasar perahu dulu, sebelum mereka bisa menaruh barang-barang di situ. Perahu itu sangat bocor. Tapi itu tidak terlalu mengganggu, asal ada yang selalu menimba air ke luar. "Nah," kata Jack sambil memandang ke tepi untuk melihat apakah masih ada yang ketinggalan, "bagaimana - sudah siap semua?" "Ya, Kapten!" seru ketiga temannya. "Dorong perahu ke tengah!" Perahu didorong ke air. Mike membantu Jack mendayung, karena perahu bermuatan sarat itu berat. Perahu itu meluncur dengan lancar ke tempat yang lebih dalam. "Kita berangkat!" kata Nora. Kebahagiaannya saat itu menyebabkan suaranya agak serak, seperti hendak menangis. Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi. Perahu meluncur, didayung Mike dan Jack. Sedang Peggy menimba air yang masuk ke dalam perahu lewat retak-retak di lunas. Sambil menimba pikirannya melayang, membayangkan bagaimana rasanya nanti, tidak merebahkan diri di tempat tidur, ia membayangkan perasaan saat bangun di bawah naungan langit biru cerah - tanpa ada yang menyuruh-nyuruhnya tanpa henti. Peggy sangat berbahagia saat itu! Jauh juga perjalanan menuju pulau. Matahari semakin menanjak di langit Keempat petualang cilik itu semakin kepanasan. Akhirnya Nora menuding ke arah depan. "Itu pulau kita!" serunya bergairah. "Pulau rahasia!" Jack dan Mike berhenti mendayung sejenak. Perahu terapung-apung di air yang tenang, sementara keempat anak itu melayangkan pandangan ke arah pulau sunyi yang tersembunyi letaknya di tengah danau. Itu pulau mereka! Pulau mereka sendiri. Pulau tak bernama! Pulau Rahasia! Mike dan Jack mulai mendayung kembali, mengarahkan perahu ke ceruk kecil yang tepinya dinaungi ranting-ranting pohon yang terjurai sampai ke air. Begitu haluan menyentuh tepi, dengan segera Jack meloncat dari perahu lalu menariknya ke atas pasir. Anak-anak yang lain berlompatan turun pula, lalu memandang berkeliling. "Kita benar-benar sudah sampai!" seru Nora memekik-mekik, sambil berjingkrak-jingkrak dengan gembira. "Kita berhasil melarikan diri. Kita akan tinggal di pulau kecil yang indah dan tersembunyi ini!" "Ayo, Nora - bantu kami!" kata Jack. "Masih banyak yang perlu dikerjakan sebelum gelap!" Nora bergegas membantu. Muatan perahu harus dibongkar lagi. Dan itu bukan pekerjaan enteng. Untuk sementara perbekalan ditaruh saja di pantai, di bawah pepohonan. Akhirnya pekerjaan itu selesai juga. Anak-anak merasa gerah. Belum lagi lapar dan haus! "Aduh, aku haus sekali!" ujar Mike sambil mengerang. "He, Peggy - kau masih ingat jalan menuju ke sumber air yang waktu itu?" kata Jack dengan nada bertanya. "Masih? Kalau begitu tolong ambilkan air dari sana dengan cerek ini, ya? Kita minum dan makan dulu sedikit!" Peggy lari mendaki bukit sampai ke puncak, lalu menuruni lereng belakangnya, menuju ke mata air. Sesampainya di sana diisinya cerek sampai penuh. Setelah itu ia kembali ke tempat anak-anak yang lain, yang sementara itu sudah menyiapkan mangkok-mangkok kaleng untuk tempat minum. Mike sudah mengeluarkan sebatang roti, beberapa potong wortel, keju seorang sepotong, serta kuenya. Asyik sekali anak-anak itu makan! Mereka bercanda dan tertawa-tawa. Selesai makan mereka merebahkan diri, menjemur badan di bawah sinar matahari. Mereka memejamkan mata. Semua capek, karena habis bekerja keras. Satu per satu anak-anak itu terlelap. Jack yang paling dulu bangun, setelah beberapa lama tidur, ia menegakkan tubuhnya. "He - apa-apaan kita ini!" serunya. "Kita masih harus mencari tempat tidur yang cocok untuk malam ini, lalu membuat pembaringan! Masih banyak lagi yang perlu kita kerjakan. Ayo, semua bangun! Kita harus bekerja!" Anak-anak bekerja dengan giat, karena senang berada di tempat yang begitu menyenangkan. Peggy dan Nora mencuci bekas tempat makan mereka dengan air danau, lalu menjemur semuanya supaya lekas kering. Sedang Mike dan Jack membawa perbekalan ke tempat yang aman, lalu menutupi semuanya dengan mantel tua supaya tidak basah kena hujan nanti. Besok mereka akan mulai membangun pondok. "Sekarang kita mencari tempat untuk tidur, lalu membuat pembaringan di situ," kata Jack. "Wah- pasti asyik nanti, untuk pertama kali tidur di Pulau Rahasia kita!" 4. MALAM PERTAMA DI PULAU "Kalau menurutmu, di manakah sebaiknya kita tidur?" tanya Peggy sambil memperhatikan lingkungan di sekitar ceruk kecil itu. "Yah," kata Jack, "kurasa sebaiknya di bawah pepohonan yang lebat. Jadi jika nanti malam hujan turun, kita takkan terlalu basah. Tapi kurasa malam ini takkan hujan. Cuaca nampaknya tenang." "Di sana ada dua batang pohon besar yang rindang," kata Mike, ia menuding ke suatu tempat yang berbatasan dengan ceruk. "Bagaimana jika kita mencari tempat di situ saja?" "Setuju," kata Jack. "Kita harus mencari tempat yang di dekatnya ada semak, supaya terlindung dari gangguan angin. Kita ke sana saja sekarang." Keempat anak itu mendatangi kedua pohon rindang itu, yang dahan-dahannya menggelantung hampir menyentuh tanah. Di bawahnya tumbuh rerumputan lembut. Enak rasanya berbaring di situ. Seempuk berbaring di atas kasur! Sedang di sisi utara ada semak berduri. "Tempat ini rasanya sudah cocok," kata Jack. "Peggy dan Nora tidur di sana! Di situ, yang ditumbuhi rumput tebal dan dikelilingi belukar. Sedang aku dan Mike di sebelah luarnya, untuk menjaga. Tempat ini aman dari gangguan hujan, karena dinaungi pohon rindang!" "Ya, memang - tempat ini bagus sekali!" seru Nora bergembira. Menurut perasaannya waktu itu, tak ada ruang tidur lain di dunia ini yang lebih indah daripada tempat di tengah-tengah kehijauan tetumbuhan itu. ia merebahkan diri di rumput. "Wah, empuknya!" katanya. "Eh - ada sesuatu yang berbau wangi di sini!" "Kau mencium bau tanaman rempah liar," kata Jack. "Itu dia - tumbuh di tengah rerumputan. Kau masih akan menciumnya sebelum kau terlelap nanti, Nora!" "Tapi rumput ini takkan terasa begitu empuk lagi, jika kita sudah beberapa jam berbaring di atasnya," kata Mike. "Apakah tidak lebih baik jika di atasnya kita hamparkan daun pakis?" "Ya, memang," kata Jack. "Yuk, kita ke bukit. Di sana banyak pakis. Kita ambil sebanyak mungkin, lalu kita jemur sampai kering. Semakin empuk pembaringan, semakin nyenyak pula tidur kita nanti. Asyik, berbaring di atas rumput empuk dan dinaungi langit penuh bintang!" Anak-anak naik ke bukit. Masing-masing mengambil daun pakis sepemeluk, lalu membawanya ke tempat yang terang untuk menjemurnya sampai kering. Mereka juga mengambil tanaman padang yang mereka tebarkan tebal-tebal di atas pembaringan di bawah pohon. Empuk sekali kelihatannya! Tiupan angin tertahan semak yang mengelilingi, sementara ranting-ranting pohon di atas kepala melambai-lambai dan menimbulkan bunyi seperti bisikan lembut. "Nah - sekarang tempat tidur kita sudah siap," kata Jack. "Kini kita mencari tempat penyimpanan untuk barang-barang. Tapi jangan terlalu jauh dari air, karena kita memerlukannya untuk mandi dan mencuci piring dan mangkok." Sementara itu anak-anak sudah lapar lagi. Mereka menghabiskan sisa kue tadi pagi, ditambah dengan roti yang diisi dengan ercis yang mereka kupas sambil makan. "Nanti malam kita makan lagi atau tidak?" tanya Mike. "Kita minum coklat saja, dengan sepotong kue lagi," kata Jack. "Bekal kita jangan sampai terlalu cepat habis! Besok aku akan memancing ikan." "Bagaimana jika kita mulai membangun pondok kita besok?" tanya Mike, ia ingin melihat maksud Jack, ketika ia mengatakan bisa membuat rumah. "Ya, besok kita mulai membangunnya," kata Jack. "Sekarang Peggy dan Nora mencuci bekas tempat makan kita lagi, sementara aku dan Mike mencari tempat yang baik untuk menyimpan perbekalan." Sementara kedua anak perempuan itu pergi ke air untuk mencuci piring dan mangkuk, Jack dan Mike berjalan ke arah darat. Di sebelah atas pantai mereka menemukan tempat yang diinginkan! Di tempat itu ada busut pasir yang di sebelah atasnya ditumbuhi beberapa pohon yang sudah tua. Ranting-ranting pepohonan itu merunduk, sedang akar-akar nampak bertonjolan, karena-tanah pasir di situ dihanyutkan air hujan. Di bawah akar-akar itu terdapat semacam gua dangkal. "Nah - itu dia tempat yang kita cari!" seru Jack bergembira. "Nora! Peggy! Coba kemari sebentar - lihat tempat yang kami temukan ini!" Peggy dan Nora datang berlari-lari. "Wah," seru Peggy dengan gembira, "akar-akar besar yang melintang itu bisa kita jadikan rak, untuk tempat piring, mangkuk, dan kaleng-kaleng makanan! Tempat ini mirip sepen kecil!" "Nah, kalau begitu kalian ambil perbekalan kita dari pantai dan kalian atur rapi-rapi di sini," kata Jack pada Nora dan Peggy. "Aku dan Mike sekarang ke sumber air di balik bukit untuk mengisi cerek ini. Sekaligus kami akan melihat apakah tidak ada mata air yang lebih dekat. Jauh juga kan, kalau harus ke balik bukit setiap kali kita perlu air!" "Bolehkah kami ikut?" tanya Peggy. "Jangan! Kalian harus mengatur barang-barang kita di sini," kata Jack. "Itu harus dilakukan selekas mungkin, karena siapa tahu mungkin nanti hujan. Jangan sampai perbekalan kita rusak kena air." Jack dan Mike pergi mendaki bukit yang terdapat di belakang ceruk, sementara Peggy dan Nora sibuk mengatur barang-barang dalam rongga di bawah akar pepohonan. Kemudian kedua anak laki-laki itu memencar, mencari mata air. Ternyata Mike yang berhasil! Sumber itu sangat kecil. Air yang jernih mengucur ke luar dari bawah batu dan mengalir seperti air terjun kecil ke bawah, menyusup di sela semak dan rerumputan. Alirannya dapat dikenali dari rerumputan tinggi yang tumbuh di kiri-kanannya. "Kurasa alirannya masuk ke danau," kata Mike. "Walau sumber ini sangat kecil, tapi airnya yang keluar bisa kita pakai untuk mengisi cerek. Tempat ini kan tidak sejauh sumber yang di balik bukit. Sumber itu baru akan berguna bila kita nanti terpaksa tinggal dalam gua selama musim dingin, karena letaknya berdekatan." Cerek diisi sampai penuh. Sangat menyenangkan rasanya berdiri di lereng bukit, menikmati kehangatan sinar matahari musim panas. Lebah dan kupu-kupu beterbangan di sekeliling mereka. Burung-burung berkicau. Dari arah air terdengar suara ayam-ayaman memanggil bersahut-sahutan. "Yuk, kita ke atas bukit," kata Jack. "Aku ingin tahu, apakah dari sana kita bisa melihat orang yang datang ke pulau!" Kedua anak laki-laki itu mendaki bukit sampai ke puncaknya, lalu memandang berkeliling. Tapi mereka tidak melihat orang datang. Air danau sangat tenang. Biru jernih warnanya. Anak-anak merasa seolah-olah mereka hanya sendiri saja di bumi. Setelah itu mereka turun lagi ke ceruk, sambil membawa cerek yang sudah diisi air. Nora dan Peggy menunjukkan dengan bangga, betapa rapi mereka mengatur perbekalan. Akar-akar besar yang melintang dijadikan rak. Sedang dasar rongga dangkal itu dijadikan tempat menaruh berbagai peralatan seperti kapak, pisau perburuan, palu serta paku-paku, dan macam-macam lagi. "Untungnya tempat ini selalu kering," kata Peggy. "Jadi cocok dijadikan sepen - apalagi letaknya begitu dekat dengan pantai. He, Jack-di manakah kita akan membangun pondok nanti?" Jack mengajak teman-temannya ke ujung barat ceruk itu, di mana ada pepohonan yang membentuk hutan kecil, ia menerobos hutan itu, lalu menunjukkan tempat lapangan yang terdapat di tengah pepohonan. "Inilah tempat yang cocok," katanya. "Takkan ada yang menyangka bahwa di sini ada pondok - jika kita sudah membangunnya! Hutan ini begitu lebat ditumbuhi pepohonan, sehingga kurasa cuma kita berempat saja yang tahu bahwa orang bisa memasukinya!" Mereka asyik berunding tentang pondok mereka, sampai akhirnya semua merasa capek. Setelah itu mereka kembali ke pantai. Jack mengusulkan minum coklat panas dan makan sepotong kue lagi, dan setelah itu tidur! ia menyalakan api unggun, dibantu Mike. Di sekitar situ banyak terdapat ranting-ranting kering berserakan, begitu pula kayu berukuran lebih besar. Nyala api bergerak-gerak, seperti menari-nari. Senang rasanya memperhatikan! Jack tidak bisa memakai kaca pembesarnya untuk menyalakan kertas atau ranting kering, karena sinar matahari sudah tidak panas lagi. Saat itu sudah senja. Matahari sudah rendah letaknya di langit sebelah barat Karenanya Jack menyalakan api unggun dengan menggunakan korek api. Setelah itu ia menjerang air di atasnya. "Mulai besok lebih baik cerek kita gantungkan di ranting-ranting yang kita tegakkan membentuk segi tiga di atas api," katanya. "Dengan begitu air lebih cepat mendidih." Tapi tidak ada yang peduli, betapa lama air baru mendidih saat itu. Anak-anak berbaring menengadah di pasir. Mereka menatap langit malam sambil mendengar bunyi kayu berdetakan dimakan api. Tercium bau asap kayu terbakar, berbaur dengan kewangian tetumbuhan liar. Akhirnya uap air mulai mengepul keluar dari corong cerek. Terdengar bunyi gelegak air mendidih. Nora membuat minuman coklat yang kemudian dituangkan ke dalam empat buah mangkuk. "Kita tidak punya susu," katanya. "Tapi kalau gula, ada!" Mereka meneguk minuman panas itu sambil mengunyah kue. Walau tanpa susu, rasanya mereka belum pernah meminum coklat seenak saat itu. "Aku senang melihat nyala api," kata Nora. "Aduh, Jack - kenapa kaupadamkan lagi?" "Soalnya, ada kemungkinan kita dicari orang malam ini," kata Jack, "dan asap yang mengepul di pulau ini akan menyebabkan tempat persembunyian kita ketahuan! Ayo, sekarang tidur semua! Besok kita akan bekerja keras!" Peggy pergi ke air untuk mencuci mangkuk bekas minum coklat. Setelah itu anak-anak masuk ke ruang tidur mereka yang hijau beralaskan rumput dan pakis. Matahari sudah terbenam. Pulau itu diselubungi keremangan malam. "Malam pertama di sini!" kata Mike, ia berdiri sambil memandang ke arah danau yang tenang., "Hanya kita berempat saja yang ada di sini, bahkan tanpa ada atap yang menaungi-tapi walau begitu aku sangat bahagia!" "Aku juga!" seru anak-anak yang lain. Peggy dan Nora masuk ke pembaringan mereka yang terlindung di balik kepungan semak. Mereka merebahkan diri di situ, tanpa berganti pakaian. Untuk apa? Bukankah mereka tidur di luar? Mike melemparkan selimut yang sudah lusuh pada mereka. "Selimuti tubuh kalian dengannya," katanya. "Malam ini kalian mungkin agak kedinginan, karena baru pertama kali tidur di luar. Tapi kalian nanti tidak merasa takut, 'kan?" "Tidak," kata Peggy. "Kan ada kalian berdua di dekat kami! Lagi pula, apa yang perlu ditakuti di sini?" Mereka berbaring di atas rerumputan empuk, lalu menyelimuti tubuh dengan selimut. Hamparan daun pakis terasa lebih empuk dibandingkan dengan tempat tidur keras mereka di rumah. Peggy dan Nora tidur berangkulan. Mereka memejamkan mata, dan sesaat kemudian sudah terlelap Tapi Mike dan Jack tidak secepat itu tidur. Mereka berbaring di atas hamparan rumput dan pakis, sambil mendengarkan bunyi-bunyian malam. Terdengar suara seekor landak yang lewat. Di atas kepala nampak samar kelebatan sayap kelelawar mencari mangsa. Bau wangi tetumbuhan liar menghambur ke mana-mana. Seekor burung berkicau memperdengarkan suaranya yang merdu sambil bertengger di tengah rerumputan tinggi dekat air. Kicauannya dibalas burung sejenis. Jack tahu burung apa itu. Sejenis burung malam, katanya. "Dan itu," sambungnya, "kau dengar suara memanggil-manggil itu? Itu suara burung hantu." Keduanya mendengarkan burung hantu itu berseru-seru selama beberapa saat. "ia mencari mangsa," kata Jack menjelaskan. "Apa mangsanya?" "Tikus," jawab Jack. "He, Mike! Coba kauper-hatikan bintang-bintang yang kemerlip di langit." "Begitu jauh kelihatannya," kata Mike sambil menatap langit malam yang kelam, penuh ditaburi bintang yang berkelap-kelip. "Kau baik hati, Jack - mau mengajak kami ke pulau rahasiamu ini." "Bukan karena baik hati, tapi karena memang itu keinginanku dari semula," kata Jack. "Sekarang mudah-mudahan saja kita tidak ketahuan lalu dipaksa pulang. Tapi akan kujamin bahwa tidak ada yang bisa menemukan kita! Aku sudah menyusun rencana untuk itu." Tapi kata-katanya sudah tak terdengar lagi oleh Mike. Matanya terpejam, ia tidak lagi melihat bintang-bintang di langit. Bunyi burung hantu tak didengarnya lagi. ia sudah tidur pulas, mimpi membangun rumah yang indah bersama Jack. Akhirnya Jack tertidur pula. Kelinci-kelinci bermunculan dari liang-liang mereka di bawah semak. Mereka seakan-akan heran melihat keempat anak yang sedang pulas di atas rumput Makhluk apakah mereka itu? Anak-anak tidur tanpa bergerak-gerak. Kelinci-kelinci akhirnya berani berkeliaran di dekat mereka sambil bermain-main. Pada suatu saat seekor di antaranya secara tak sengaja lari melintas di atas. tubuh Mike. Tapi anak itu tidak menyadarinya. Tidurnya sangat nyenyak! 5. MEMBANGUN PONDOK Keesokan paginya Jack yang paling dulu bangun. ia dikejutkan suara seekor burung yang berkicau sambil bertengger di atas pohon di dekat situ. "He, Mike! Bangun! Matahari sudah tinggi," kata Jack sambil membangunkan temannya yang berbaring di sisinya. Begitu bangun, Mike langsung duduk. Mulanya ia tidak tahu di mana ia berada. Tapi kemudian nampak senyumannya melebar. Ya-tentu saja - mereka berada di Pulau Rahasia! Asyik! "Peggy! Nora!" serunya memanggil. "Ayo bangun!" Kedua anak perempuan itu terbangun, lalu cepat-cepat duduk. Di manakah mereka? Kenapa sekeliling mereka hijau? Ah - betul juga, mereka tidur di tengah alam terbuka, di Pulau Rahasia! Dengan segera keempat anak itu sudah berada kembali di pantai ceruk. Jack mengajak teman-temannya mandi di danau. Sangat menyenangkan mandi di situ, walau airnya mula-mula terasa dingin. Anak-anak tidak membawa handuk. Karenanya mereka mengeringkan tubuh dengan sehelai kain karung yang sudah usang. Sehabis mandi, perut terasa kosong. Tapi Jack tidak diam saja selama itu. Sebelumnya ia telah memasang pancing di danau. Ketika semua sedang asyik mandi-mandi, ia melihat pelampung kailnya bergerak-gerak, timbul-tenggelam. Jack langsung memeriksa, dan tidak lama kemudian dengan bangga ia meletakkan empat ekor ikan yang lumayan besarnya di atas pasir. Dengan segera ia membuat api untuk memasak ikan. Mike pergi membawa cerek untuk mengambil air. Peggy mengeluarkan beberapa butir kentang yang besar dari karung. Umbi itu dimasukkannya ke dalam abu panas tanpa dikupas. Jack mengambil penggorengan dari tempat penyimpanan. Ditaruhnya sedikit mentega untuk memasak dalam penggorengan itu. ia hendak menggoreng ikan, yang sebelumnya sudah dibersihkan. "Entah bagaimana keadaan kami jika kau tidak ada," kata Mike dengan kagum, sambil memperhatikan Jack yang sibuk bekerja. "Wah - pasti nikmat sarapanku nanti!" Semua menikmati hidangan sarapan pagi itu, walau teh yang diminum tidak begitu enak, karena tidak ada susu. "Sayang kita tidak bisa mengambil susu," kata Jack dengan nada agak menyesal. "Sekarang cuci dulu piring dan mangkuk, Nora. Kau juga, Peggy. Bereskan semuanya - dan setelah itu kita mulai membangun pondok!" Setelah piring dan mangkuk selesai dicuci dan semua dibereskan, Jack mengajak mereka menerobos hutan yang lebat. Tidak lama kemudian mereka sampai di tempat lapang di tengah hutan itu. "Nah - begini rencanaku membangun pondok kita," kata Jack. "Kalian lihat batang-batang pohon yang masih kecil di sana itu? Itu satu - lalu itu - dan yang dua itu - serta kedua batang yang di sana. Jika pohon-pohon kecil itu kita bengkokkan ke arah tengah, pucuk-pucuknya akan saling bertemu. Ranting-rantingnya kita jalinkan, kita jadikan kerangka atap. Dengan kapakku nanti kupotong beberapa batang pohon kecil lagi. Batang dan dahan yang agak besar kita pergunakan untuk membuat dinding. Kita tancapkan ke tanah di antara keenam pohon yang kita jadikan kerangka atap. Celah-celah kita sisipi dengan ranting-ranting yang kita jalinkan melintang. Setelah itu lubang-lubang yang masih ada kita sumpal dengan rumput dan pakis. Nah - selesailah pondok kita yang indah, lengkap dengan atap, serta tahan angin dan hujan. Bagaimana pendapat kalian?" Teman-temannya mendengarkan rencananya itu dengan bersemangat. Asyik! Begitu mudahkah caranya membangun pondok? "Benar-benar bisakah kita membuatnya, Jack?" kata Mike. "Kedengarannya sih bisa - dan pohon-pohon kecil itu cukup jauh jaraknya untuk dijadikan kerangka pondok yang lapang. Sedang kurasa pucuk-pucuknya memang akan saling bertemu kalau kita bengkokkan ke tengah." "Yuk - kita mulai saja sekarang!" seru Nora sambil berjingkrak-jingkrak ia sudah tidak sabar lagi. "Aku akan memanjat pohon yang pertama," kata Jack. "Karena berat badanku, pucuknya pasti akan melengkung jika panjatanku sudah cukup tinggi. Kalian harus menangkap pucuk pohon itu dan memegangnya kuat-kuat, sementara aku turun. Setelah itu kupanjat pohon berikutnya, untuk melengkungkan pucuknya ke tengah. Kedua pucuk kita ikat. Setelah itu kupanjat lagi pohon berikutnya, dan begitu seterusnya. Jika keenam pucuk pohon sudah kita ikat, kemudian kita potong beberapa dahan yang panjang untuk dijadikan penjalin atap pondok kita. Nantilah kutunjukkan caranya." Jack memanjat sebatang pohon muda yang berbatang langsing tapi panjang-panjang dahannya. Pohon itu ternyata bisa dilengkungkan dengan mudah. Mike beserta kedua saudaranya dengan segera memegang pucuk pohon itu, sementara Jack turun lalu memanjat pohon berikut. Batangnya langsung melengkung. Pucuknya menyentuh pucuk pohon pertama yang masih dipegang oleh ketiga anak yang ada di tanah. "Ikatkan kedua pucuknya, Mike!" seru Jack "Peggy! Ambil tali yang kubawa kemarin!" Peggy bergegas mengambilkan tali itu, lalu menyerahkannya pada Mike. Anak itu mengikat pucuk kedua pohon yang saling bersentuhan dengannya. "Sudah mulai kelihatan seperti atap!" seru Nora bersemangat. "Aku ingin duduk di bawahnya, ah!" Anak itu duduk di bawah pucuk kedua pohon yang menaungi. Tapi Jack langsung berseru memanggilnya, "Ayo berdiri, Nora! Kau harus ikut membantu! Aku sudah memanjat pohon yang ketiga sekarang - nah, pegang pucuknya! Cepat!" Nora dan Peggy menyambar pucuk pohon yang terayun ke bawah, lalu memegangnya kuat-kuat. Pucuk itu menindih pucuk kedua pohon yang sudah diikatkan. Dengan segera Mike mengikat pucuk itu ke ujung-ujung pohon yang sudah saling bertaut. Sepanjang pagi anak-anak itu sibuk. Saat makan siang, keenam pucuk pohon sudah saling diikatkan. Jack menunjukkan cara menganyam ranting-ranting supaya membentuk atap yang rapat. "Jika pohon-pohon ini kita pergunakan dengan cara begitu, dedaunannya masih akan tumbuh terus sehingga membentuk atap yang sangat rapat," katanya menjelaskan. "Nah! Walau pondok kita belum berdinding, tapi kita sudah bisa berteduh di bawahnya saat hujan!" "Aku ingin makan," kata Nora. "Aku sudah lapar sekali - diberi makan keong pun kurasa aku mau!" "Coba ambilkan empat butir telur," kata Jack. "Kita memakannya dengan kentang. Telur bisa kita rebus dalam panci, sedang kentang kita masih cukup banyak. Kalau telur sudah matang, kita merebus kentang yang kemudian kita lembutkan. Sekali-sekali enak juga makanan begitu. Di samping itu kita bisa mengunyah-ngunyah wortel, ditambah dengan buah ceri." "Makanan kita aneh," kata Peggy sambil pergi mengambil telur dan panci, "tapi aku menyukai-nya! Ayo, Nora - bantu aku! Kupaskan kentang sambil menunggu telur rebus kita matang. Dan kau, Mike - ambilkan air, ya! Nanti kurang." Tidak lama kemudian telur sudah direbus dalam panci. Peggy dan Nora mengupas kentang, sementara Jack mencuci wortel, ia juga mengam-bil air untuk minum, karena semua merasa haus. "Kurasa lebih baik kau memancing ikan lagi untuk makan kita nanti malam, Jack," kata Peggy. "Mudah-mudahan agak lama juga kita masih memiliki persediaan. Kelihatannya makan kita selalu banyak, sih." "Soal itu memang sudah kupikirkan," kata Jack sambil memperhatikan air perebus kentang yang mulai mendidih. "Kurasa sekali-sekali aku harus pergi dengan perahu ke darat, guna mengambil perbekalan lagi. Aku bisa memperolehnya dari ladang Kakek. Di situ banyak kentang, sedang telur bisa kuambil dari kandang ayam. Beberapa ekor di antaranya milikku. Aku juga punya sapi betina, pemberian Kakek ketika sapi itu masih kecil." "Coba kita punya ayam dan sapi betina di sini!" kata Peggy. "Kalau itu ada, kita takkan kekurangan susu dan telur!" "Tapi bagaimana cara mengangkut binatang-binatang itu kemari?" kata Mike sambil tertawa. "Aku setuju dengan gagasan Jack, yang hendak sekali-sekali mengambil perbekalan ke darat, ia bisa pergi malam-malam, ia kan tahu jalan. Lalu sudah kembali sebelum pagi." "Tapi itu berbahaya," kata Peggy kurang setuju. "Bagaimana kalau ia ketahuan lalu tidak diizinkan kembali kemari? Bagaimana kita nanti kalau Jack tidak ada?" Anak-anak makan dengan lahap. Menurut mereka, belum pernah mereka makan kentang dengan telur senikmat saat itu. Matahari bersinar terik. Cuaca hari itu sangat cerah. Sehabis makan Nora berbaring, lalu memejamkan mata. ia mengantuk. Tapi Jack membangunkannya lagi. "Jangan tidur, Nora," katanya. "Kita masih harus meneruskan pekerjaan kita membangun pondok. Kau dan Peggy mencuci alat-alat makan kita lagi seperti biasa, sementara aku dan Mike mendului bekerja membangun pondok. Siang ini kita mulai membuat dindingnya." "Malas ah! Aku mengantuk," kata Nora. Anak itu memang agak pemalas. Rasanya lebih enak jika bisa tidur-tiduran sebentar, sementara anak-anak yang lain meneruskan pekerjaan. Tapi Jack tidak suka melihat anak yang semangatnya mengendur. ia menyentakkan Nora sehingga terbangun, lalu mendorong anak itu. "Ayo bekerja, Pemalas!" katanya. "Aku pemim-pin di sini! Lakukan apa yang harus kaukerjakan!" "Siapa bilang kau pemimpin? Aku tidak tahu," kata Nora dengan sikap agak merajuk. "Tapi sekarang kau tahu," kata Jack, ia menoleh ke arah Peggy dan Mike. "Bagaimana pendapat kalian?" "Ya, kau pemimpin kita, Jack," kata kedua anak itu serempak. "Siap, Pak Pemimpin!" Setelah itu anak-anak mulai bekerja. Nora dan Peggy pergi ke tepi danau untuk mencuci alat-alat makan serta membereskannya dengan rapi. Mereka memasukkan beberapa potong kayu lagi ke dalam api supaya tetap menyala. Menurut Jack, apa gunanya setiap kali menyalakan api lagi? Kan lebih gampang jika diusahakan agar api yang sudah ada tetap menyala. Setelah itu Peggy dan Nora menyusul kedua anak laki-laki yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hutan. Jack sudah menebang beberapa batang pohon ramping yang masih muda, serta memotong dahan-dahannya yang panjang. "Yang ini kita tancapkan ke tanah, untuk dijadikan tonggak-tonggak dinding," katanya. "Mana sekopnya, Mike? Kau tidak lupa membawa-nya, 'kan?" "Tidak - ini dia," kata Mike. "Apakah aku harus menggali lubang untuk tempat menancapkan tonggak-tonggak itu?" "Ya," kata Jack. "Gali yang agak dalam." Mike sibuk menggali lubang di bawah terik sinar matahari, untuk tempat Jack menancapkan tonggak-tonggak. Peggy dan Nora membersihkan ranting-ranting dan dedaunan dari pohon-pohon yang sudah ditebang. Semua bekerja keras sampai saat matahari mulai terbenam. Pondok yang dibangun belum selesai. Untuk itu diperlukan waktu beberapa hari. Tapi setidak-tidaknya atap yang rapi sudah ada, begitu pula sebagian dari dinding. Anak-anak sudah dapat membayangkan wujud pondok mereka jika selesai nanti. Pondok mereka itu sudah jelas akan lumayan besarnya, serta sangat kokoh. Mereka merasa bangga. "Cukup sebegini saja kerja kita hari ini," kata Jack. "Kita semua sudah capek. Coba kuperiksa sebentar, barangkali ada ikan yang kena pancingku." Tapi sekali itu pancing tidak mengena. Anak-anak tidak bisa makan ikan malam itu. "Kita masih punya roti sedikit, serta kismis sekotak," kata Peggy. "Begitu pula beberapa lembar daun selada serta mentega untuk masak. Bagaimana jika itu saja yang kita makan?" "Soal makanan kelihatannya akan merepotkan kita," kata Jack sambil termenung. "Kalau air, cukup banyak! Sebentar lagi kita akan sudah punya rumah. Tapi kita perlu mengusahakan makanan! Kalau tidak, bisa kelaparan kita nanti. Kurasa sebaiknya aku menangkap kelinci saja." "Aduh - jangan, Jack!" kata Nora. "Aku suka pada kelinci, karena lucu sekali kelihatannya." "Aku juga suka pada kelinci, Nora," kata Jack. "Tapi jika mereka tidak ditangkap untuk dimakan, jumlah mereka nanti akan menjadi terlalu banyak sehingga merepotkan petani. Kau sering makan pastei daging kelinci, 'kan? Pasti kau menyukai, hidangan itu!" "Memang," kata Nora. "Yah - kalau begitu apa boleh buat, asal kau yakin bisa menangkap tanpa menyebabkan binatang itu cedera atau kesakitan." "Serahkan saja urusan itu padaku," kata Jack. "Aku pun tidak suka menyakiti binatang! Tapi aku tahu cara menguliti kelinci. Itu pekerjaan laki-laki, jadi biar aku serta Mike saja yang melakukannya. Asal kalian berdua nanti bisa memasaknya - beres! O ya, ngomong-ngomong, waktu itu Peggy kan mengatakan bahwa alangkah baiknya jika di sini ada sapi dan beberapa ekor ayam betina. Aku sudah berpikir-pikir mengenainya. Kurasa kita bisa membawa mereka kemari. Setelah itu kita bisa enak!" Mike, Peggy, dan Nora memandang Jack sambil melongo. Ada-ada saja anak itu! Bagaimana mereka bisa mendapat sapi perah dan ayam betina? "Sudahlah, siapkan dulu makan malam kita," kata Jack pada Peggy dan Nora, ia tersenyum memandang wajah mereka yang terheran-heran. "Aku sudah lapar! Besok kita lanjutkan pemikiran kita. Sekarang kita makan dulu. Setelah itu membaca-baca sebentar, lalu tidur. Besok kita teruskan membangun pondok." Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah asyik mengunyah-ngunyah roti dengan mentega serta daun selada. Kismis tidak jadi disertakan, karena hendak disimpan untuk lain kali. Setelah makan mereka membaca buku sebentar, selama langit masih terang. Kemudian mereka mandi di danau, lalu merebahkan diri di pembaringan mereka yang terbuat dari dedaunan. "Selamat tidur," kata Mike. Tapi tidak ada yang menjawab. Anak-anak yang lain sudah pulas. 6. PONDOK SELESAI Keesokan paginya anak-anak sudah siap lagi untuk meneruskan pekerjaan membangun pondok mereka di tengah hutan. Mereka sudah sarapan roti dengan ikan. Untung saja Jack berhasil memancing beberapa ekor pagi ini, karena perbekalan yang dibawa sudah sangat menyusut. Kentang masih banyak. Tapi kecuali itu tidak banyak lagi yang tersisa. Jack sudah bertekad dalam hati untuk menyeberang ke darat dengan perahu malam itu, untuk mengusahakan perbekalan tambahan. Sudah jelas bahwa soal makanan yang akan paling merepotkan. Sepanjang pagi keempat anak itu sibuk bekerja membangun pondok mereka. Jack menebang pohon yang masih muda secukupnya, untuk dijadikan tonggak-tonggak dinding. Mike menggali lubang-lubang untuk dijadikan tempat menancapkan tonggak-tonggak itu. Setelah itu mereka berdua menancapkan tonggak-tonggak sedalam mungkin. Peggy dan Nora bertepuk tangan dengan gembira, melihat betapa rapi dinding yang dibuat oleh Jack dan Mike. Tonggak-tonggak ditancapkan dengan jarak yang agak jarang. Setelah itu Jack menunjukkan pada Peggy dan Mora, bagaimana caranya menjalinkan ranting-ranting yang lentur secara melintang pada tonggak-tonggak untuk mengisi bagian-bagian yang renggang. Setelah diketahui caranya, pekerjaan itu ternyata tidak begitu sulit. Tapi anak-anak kepanasan karena sibuk bekerja. Pagi itu Mike sampai belasan kali mondar-mandir mengambil air untuk minum. Anak-anak meneguk air yang sejuk itu dengan nikmat. Sinar matahari pagi itu sangat panas. Tapi mereka bisa berteduh di dalam hutan lebat. "Bangunan kita sudah mulai kelihatan mirip pondok sekarang," kata Jack dengan perasaan senang. "Lihatlah - nanti pintu akan kita pasang pada lubang di sebelah depan sini. Daun pintu kita buat dari dahan-dahan panjang yang dijalini ranting. Kita juga akan membuat semacam engsel, sehingga daun pintu bisa bergerak membuka dan menutup. Tapi untuk sementara kita belum memerlukan pintu." Hari itu juga seluruh tonggak dinding sudah selesai ditancapkan. Peggy dan Nora juga sudah cukup banyak menjalinkan ranting-ranting pengisi bagian-bagian yang renggang, sehingga dinding pondok nampak kokoh dan rapat. "Zaman dulu, celah-celah yang masih ada diisi dengan tanah liat yang dibiarkan mengering," kata Jack. "Tapi kurasa tidak ada tanah liat di pulau ini. Jadi celah-celah harus kita sumpal dengan rumput kering. Itu pun sudah mencukupi. Sedang tonggak-tonggak yang kita tancapkan ke tanah nanti akan tumbuh dan berdaun lagi, sehingga dinding pondok kita akan menjadi semakin rapat." "Bagaimana maksudmu-tonggak-tonggak itu akan tumbuh lagi?" tanya Mike kurang mengerti. "Tongkat kan tidak mungkin bisa tumbuh?" Jack tertawa nyengir. "Tapi kalau tongkat dari kayu jenis ini, bisa!" katanya. "Potong saja salah satu dahan, lalu singkirkan semua daun dan tunas. Setelah itu tancapkan ke tanah. Lihat saja, nanti dahan itu akan berakar serta bertunas, dan lambat-laun tumbuh menjadi pohon. Tumbuhan jenis ini sangat ulet, seolah-olah tidak bisa mati!" "Wah! Kalau begitu pondok kita akan tumbuh terus, sepanjang tahun," seru Nora. "Lucu!" "Kalau bagiku, itu bagus!" kata Peggy. "Pasti menyenangkan sekali, tinggal dalam pondok yang tumbuh di atas kepala. Berakar, bertunas, dan berdaun! Nama apa yang enaknya kita berikan pada pondok kita, Jack?" "Pepohonan yang kita jadikan kerangka, namanya willow," kata Jack. "Jadi kurasa nama yang cocok ialah Pondok Willow." "Ya, itu nama yang bagus," kata Peggy. "Aku suka nama itu. Aku suka pada semuanya di sini. Aku senang berada di sini - cuma kita berempat saja, di Pulau Rahasia. Asyik, bertualang seperti ini!" "Cuma sayangnya, bekal makanan kita kurang," kata Mike. Anak itu seakan-akan tidak pernah tidak merasa lapar. "Itu satu-satunya yang tak kusukai dalam petualangan ini." "Betul," kata Jack. "Soal itu harus kita bereskan. Tapi jangan khawatir - kita pasti bisa mengatasinya." Malam itu tinggal kentang saja yang masih tersisa untuk dimakan. Jack mengatakan bahwa segera setelah hari gelap ia akan pergi dengan perahunya, untuk melihat apa yang bisa diambil di pertanian kakeknya. ia memasang lilin dalam lentera. Tapi lilin itu tidak dinyalakannya, karena nanti dilihat orang nyalanya. "Kalian menunggu aku kembali, ya," kata Jack pada ketiga kawannya. "Dan biarkan api unggun menyala terus. Tapi jaga jangan sampai terlalu besar - karena nanti dilihat orang." Mike serta kedua saudaranya menunggu dengan sabar. Rasanya lama sekali Jack pergi. Nora merebahkan diri di atas selimut usang. Tahu-tahu ia sudah terlelap. Tapi Peggy dan Mike masih menunggu terus. Mereka melihat bulan muncul di langit dan menerangi lingkungan dengan sinarnya. Pulau- rahasia itu kembali terselubung suasana misterius. Bayang-bayang gelap terhampar di bawah pepohonan. Air yang berkecipak menyentuh pasir pantai, berwarna hitam - segelap malam. Tapi agak jauh di tengah, warnanya keperak-perakan, karena memantulkan sinar bulan. Hawa malam itu panas. Anak-anak merasa gerah. Padahal mereka tidak memakai penyelubung tubuh. Rasanya waktu yang berlalu sudah berjam-jam, ketika akhirnya terdengar kembali bunyi dayung. Mike lari ke tepi air dan menunggu di situ. Dilihatnya perahu meluncur di atas air yang diterangi sinar bulan, ia berseru, memanggil Jack, "Hai, Jack! Semuanya beres?" "Ya!" Itu suara Jack. "Semua beres - dan kecuali itu ada beberapa kabar baru," sambung anak itu. Haluan perahu menggeleser di atas pasir. Mike menariknya sampai ke tempat yang lebih tinggi, sementara Jack meloncat ke luar. "Aku membawa sesuatu untuk kita," kata Jack. Cahaya bulan menampakkan deretan gigi yang putih. Anak itu tertawa nyengir. "Coba kaumasuk-kan tanganmu ke dalam perahu, Nora!" Nora melakukannya - lalu terpekik. "Ada sesuatu yang hangat, empuk dan berbulu di situ," katanya. "Apa itu, Jack?" "Enam ekor ayam betinaku," jawab Jack. "Aku tadi menemukan mereka tidur sambil bertengger di pagar. Langsung saja kutangkap dan kuikat, supaya tidak bisa bergerak! Wah, berat juga waktu aku tadi harus menggotong semuanya ke perahu. Tapi mulai sekarang kita takkan pernah kekurangan telur! Ayam-ayam itu takkan mungkin bisa lari dari pulau ini!" "Hore!" seru Nora dengan gembira. "Kita akan bisa menikmati telur saat sarapan pagi, makan siang dan sore!" "Kecuali itu apa lagi yang kaubawa?" tanya Mike. "Jagung untuk makanan ayam," jawab Jack. "Begitu pula beberapa kotak berisi bermacam-macam benih. Aku mengambilnya dari lumbung persediaan. Lalu susu beberapa kaleng, serta sebatang roti yang sudah agak tua. Dan sayuran, banyak sekali!" "Dan ini ada buah ceri," kata Nora, ia mengambil beberapa tangkup buah ceri yang merah dari dalam perahu. "Kau memetiknya tadi, Jack?" "Ya," kata Jack. "Aku mengambilnya dari pohon dalam kebun kami, yang kebetulan sedang berbuah lebat." "Kau melihat kakekmu?" tanya Mike. "Ya - tapi ia tidak melihat aku," kata Jack sambil meringis, "ia hendak pergi - tinggal bersama bibiku. Pertaniannya akan dijual. Ada orang yang dimintai tolong memberi makan pada ternak yang ada di situ, sampai tempat itu sudah laku. Jadi kurasa sebaiknya aku berusaha mengambil sapi milikku, lalu kusuruh berenang kemari!" "Jangan konyol, Jack," kata Peggy. "Itu kan tidak mungkin!" "Siapa bilang?!" kata Jack. "Tapi coba kalian dengar dulu - aku tadi mendengar kakekku berbicara dengan dua orang temannya. Orang-orang bingung, karena kita tahu-tahu menghilang! Tidak ada yang tahu ke mana kita pergi. Mereka mencari ke mana-mana - sampai ke desa-desa dan kota-kota sekitar sini!" "Wah!" desah ketiga temannya. Mereka agak ngeri. "Mungkinkah mereka nanti mencari kita kemari?" "Siapa tahu - itu mungkin saja," kata Jack. "Aku memang agak cemas, kalau asap api unggun akan menyebabkan kita nanti ketahuan. Tapi itu urusan nanti! Kita tidak perlu bingung sekarang." "Polisi juga ikut mencari, Jack?" tanya Peggy. "O ya," jawab Jack. "Seperti yang kudengar, semua sibuk mencari. Lumbung-lumbung, tumpukan jerami, dan parit-parit diperiksa. Semua kota yang letaknya sampai dua puluh mil di sekitar sini didatangi, karena ada dugaan bahwa kita bisa saja minggat dengan jalan membonceng truk. Para pencari sama sekali tidak menduga bahwa kita sebenarnya hanya dekat-dekat saja!" "Bagaimana dengan Bibi Harriet? Apakah ia bingung?" tanya Peggy. "Wah - bukan bingung lagi namanya," kata Jack sambil nyengir. "Kan sekarang tidak ada lagi yang bisa disuruh-suruhnya mencuci dan membersihkan lantai. Tapi kurasa cuma itu saja yang dipikirkannya! Yah - untung kakekku akan tinggal di rumah bibiku. Dengan begitu aku akan bisa mondar-mandir dengan bebas ke sana, tanpa dilihat olehnya. Aku tadi kerepotan membawa ayam-ayam betinaku. Mereka mematuk-matuk sambil menggelepar-gelepar. Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan ada yang mendengar keributan itu. Aku menyesal, kenapa Mike tidak kuajak." "Di mana kita menaruh mereka?" tanya Mike, sambil membantu Jack membawa ternak petelur itu ke darat. "Sebaiknya kita taruh saja dulu di Pondok Willow, sampai besok pagi," kata Jack. "Pintu bisa kita sumpal dengan sesuatu nanti." Keenam ekor ayam betina yang ribut berkotek-kotek itu mereka masukkan ke dalam pondok. Setelah itu ambang pintu mereka sumbat dengan ranting dan pakis. Ayam-ayam betina itu lari ke salah satu pojok lalu meringkuk ketakutan di situ. Mereka tidak ribut-ribut lagi. "Aku capek sekali," kata Jack. "Sekarang kita makan ceri sedikit, lalu setelah itu tidur." Keempat anak itu makan buah ceri yang sudah ranum. Setelah itu mereka pergi ke ruang tidur mereka yang terletak di tengah alam terbuka. Daun-daun pakis yang dipetik dan digelar agar kering di lereng bukit sementara itu sudah menjadi layu. Peggy dan Mora mengangkut dedaunan itu lalu menghamparkannya di tempat pembaringan mereka berempat. Pembaringan mereka malam itu rasanya semakin empuk dan wangi, dibandingkan dengan sebelumnya. Keempat anak itu sudah capek. Mike dan Jack masih bercakap-cakap sebentar. Tapi Peggy dan Nora langsung pulas. Keesokan paginya mereka bangun agak Kesiangan. Peggy yang paling dulu terjaga. Sesaat ia agak heran, karena mendengar suara-suara yang tidak biasa - suara berkotek-kotek. "Ah, tentu saja - itu kan ayam-ayam betina yang dibawa Jack kemari," katanya dalam hati. Peggy berdiri. Diloncatinya kedua anak laki-laki yang masih tidur, ia berlari ke Pondok Willow. Disingkapkannya sedikit ranting-ranting yang menyumbat ambang pintu. Setelah itu ia menyelinap ke dalam. Ayam-ayam betina bertemperasan ke sudut ketika melihat Peggy masuk. Anak itu melihat empat butir telur di tanah. Rupanya empat dari enam ayam betina itu bertelur. Bagus! Pasti nikmat sarapan nanti. Peggy bergegas meraup keempat butir telur itu, lalu bergegas keluar lagi. Ambang pintu disumpalnya kembali dengan ranting-ranting. Tidak lama kemudian api unggun sudah berkobar. Peggy memanggil ketiga anak lainnya, ketika mereka bangun sambil mengusap-usap mata. "Sarapan sudah siap!" serunya. "Ayam-ayam tadi bertelur untuk kita, sebutir seorang!" Anak-anak cepat-cepat mendatangi tempat di mana sarapan sudah tersedia. "Sehabis sarapan saja kita mandi," kata Mike. "Aku sekarang lapar sekali." "Kita harus menyelesaikan pondok kita hari ini juga," kata Jack. "Kita juga harus menentukan, apa yang harus kita lakukan dengan ayam-ayam betina itu. Mereka belum bisa kita biarkan berkeliaran selama mereka belum mengenal tempat tinggal mereka yang baru ini. Selama itu kita perlu menaruh mereka dalam semacam kandang." Sehabis sarapan keempat anak itu membuat semacam kandang berukuran kecil bagi keenam ayam itu. Dengan tongkat-tongkat pohon willow mereka membuat pagar. Pagar itu dibuat agak tinggi, sehingga tidak mungkin bisa diloncati ayam-ayam itu. Jack membuatkan sarang-sarang dari dedaunan pakis, dengan harapan ayam-ayam betina itu mau bertelur di situ. ia menebarkan jagung di tanah, yang dengan segera dipatuk-patuk oleh keenam ayam betina itu. Rupanya mereka juga sangat lapar. Peggy mengambilkan air untuk minuman mereka. "Sebentar lagi mereka pasti akan sudah tahu bahwa ini tempat tinggal mereka yang baru, lalu akan bertelur di sini," kata Jack. "Nah - sekarang kita teruskan membangun Pondok Willow! Peggy, Nora - kalian berdua menyumpal celah-celah yang masih ada dengan rumput dan dedaunan pakis, sedang aku dan Mike akan menyelesaikan pintu." Tidak lama kemudian semua sudah sibuk bekerja. Peggy dan Nora senang mendapat tugas menyumpal celah-celah di dinding dengan rumput empuk serta dedaunan pakis, agar angin dan hujan tidak bisa masuk ke dalam. Keduanya begitu asyik bekerja, sehingga tidak melihat betapa bagus daun pintu yang dibuat oleh Mike dan Jack dan ranting-ranting willow yang dianyam. Mereka dipanggil oleh kedua anak laki-laki itu. Dengan bangga Jack dan Mike memamerkan hasil pekerjaan mereka. Daun pintu itu bahkan dilengkapi dengan semacam engsel, sehingga bisa digerakkan membuka dan menutup. Buatannya sangat rapi - walau sisi atasnya agak kependekan, sehingga lubang pintu tidak sepenuhnya tertutup. Tapi anak-anak cukup puas. Pokoknya pondok mereka sekarang sudah berdaun pintu yang bisa dibuka dan ditutup dengan mudah. Ruang dalam pondok sangat gelap apabila pintu ditutup. Tapi itu malah menambah keasyikan! "Wah - aku lapar dan haus sekali sekarang," kata Mike setelah selesai bekerja. "Rasanya mampu menghabiskan seluruh persediaan makanan kita!" "Ya, kita perlu mengisi perut dulu," kata Jack. Bekal roti sekarang sudah cukup banyak lagi, begitu pula kentang dan sayuran. Sekarang kita masak buncis saja. Buncis yang kupetik bagus-bagus! Tolong periksakan pancing, Mike - mungkin ada yang mengena." Ternyata seekor ikan danau yang agak besar terkail. Mike menaikkan ikan itu ke darat, untuk dimasak. Tidak lama kemudian anak-anak sudah mengendus-endus dengan nikmat, mencium bau ikan digoreng. Hidangan makan kali itu sangat sedap. Ikan, kentang, roti, buncis, buah ceri. Mereka minum coklat dengan susu dari salah satu kaleng yang dibawa oleh Jack. "Kita memerlukan susu segar," kata Jack sambil meminum susu coklatnya. "Akan kucari akal, bagaimana enaknya menyeberangkan Daisy, sapiku itu, kemari." "O ya, Jack - kita sekarang sudah bisa menyimpan sebagian dari barang-barang kita di dalam Pondok Willow, 'kan?" kata Peggy. "Perbekalan kita di tempat penyimpanan yang sekarang dimasuki semut Rongga itu cocok kalau untuk menyimpan perkakas seperti palu dan paku - tapi kalau makanan, kurasa lebih baik disimpan dalam pondok. Apakah kita juga akan tinggal di dalamnya, Jack?" "Yah - kurasa kita akan lebih sering berada di luar," kata Jack. "Tapi pondok itu tempat tidur yang nyaman bagi kita jika hawa malam dingin atau kebetulan hujan. Kita juga bisa berlindung di dalamnya, saat cuaca buruk. Pondok Willow itu semacam rumah bagi kita." "Aku belum pernah tinggal di rumah yang begitu menyenangkan seperti Pondok Willow," kata Nora. "Asyik rasanya, hidup begini!" 7. MENYEBERANGKAN SAPI KE PULAU Beberapa hari sudah berlalu. Anak-anak sibuk terus, karena banyak sekali yang perlu dikerjakan. Daun pintu Pondok Willow terlepas, sehingga harus dipasang kembali dengan lebih kokoh. Keempat anak itu pernah sibuk sehari penuh, mencari seekor ayam betina yang lepas. Akhirnya Jack menemukannya di bawah semak. Ayam itu ternyata bertelur di situ. Setelah itu pagar kandang ayam ditinggikan, karena dikira ayam itu lepas dengan jalan terbang meloncatinya. Tapi kemudian Mike menemukan lubang di pagar, ia merasa yakin bahwa ayam itu lolos lewat situ. Dengan segera lubang itu disumbat dengan dedaunan pakis. Keenam ayam betina itu ribut berkotek. Tapi nampaknya mereka mulai kerasan. Mereka selalu bergegas mendatangi Nora, apabila anak itu datang dua kali sehari untuk memberi makan. Menurut Mike, lebih baik dibuat dua bilik dalam Pondok Willow, daripada hanya satu ruangan besar saja. Dengan begitu bilik sebelah depan bisa dijadikan semacam ruang duduk, dengan tempat menyimpan makanan di pojok. Sedang bilik belakang dijadikan ruang tidur. Lantainya bisa dihampari rumput dan pakis, supaya empuk. Usul Mike diterima. Anak-anak lantas membangun dinding pemisah dari batang-batang pohon willow. Bagian tengahnya dibiarkan terbuka, sehingga merupakan lubang pintu. Tapi mereka tidak memasang daun pintu di situ. Senang rasanya, memiliki pondok dengan dua kamar! Suatu petang Jack menghampiri api unggun di ceruk pantai dengan menjinjing sesuatu. Mike memperhatikan jinjingan itu. "Kau menangkap kelinci, Jack!" katanya. "Dan kau juga sudah mengulitinya, sehingga tinggal dimasak saja!" "Aduh, Jack - kenapa harus kautangkap?" kata Mora. "Aku senang sekali melihat mereka bermain-main di sekitar kita saat malam hari." "Aku tahu," kata Jack, "tapi kita juga perlu makan daging. Kau tidak perlu sedih, Nora - kelinci ini tadi sama sekali tidak sempat menderita! Dan kau kan sudah sering makan pastei kelinci di rumah." Walau begitu anak-anak tidak begitu bergembira saat memasak kelinci itu. Tapi mereka senang bahwa sekali itu mereka tidak usah makan ikan. Mereka sudah mulai bosan, makan ikan setiap hari. Nora mengatakan bahwa ia merasa tak mampu menatap kelinci yang bermain-main di sekitar mereka malam itu. "Kalau di Australia, kelinci dianggap binatang perusak, seperti tikus ladang di sini," kata Jack. Anak itu nampaknya berpengetahuan luas. "Jika kita ini di Australia, pasti kita merasa berjasa, karena telah menyingkirkan beberapa ekor binatang perusak." "Tapi kita bukan di Australia," kata Peggy. Setelah itu tidak ada lagi yang menyinggung-nyinggung soal itu. Mereka makan sambil membisu. Selesai makan, Peggy dan Mora pergi mencuci piring dan mangkuk seperti biasanya, sedang Jack dan Mike mengambil air di sumber, untuk dimasak besok pagi. Setelah itu mereka mandi di danau. "Kurasa akan kucoba menyeberangkan sapiku malam ini," kata Jack selesai mandi. "Tak mungkin kau bisa melakukannya, Jack!" kata Nora kaget. "Aku ikut, Jack," kata Mike. "Kau nanti pasti memerlukan bantuan." "Memang," kata Jack. "Kita berangkat begitu hari sudah gelap." "Wah, Jack!" seru Peggy dan Nora dengan gembira, membayangkan sebentar lagi mereka akan punya sapi di situ. "Lalu di mana kita menaruhnya?" "Kurasa sebaiknya di sisi seberang pulau," kata Jack. "Di sana tumbuh rumput makanan sapi. Daisy tidak suka makan rumput semak belukar yang tumbuh di sini." "Bagaimana caramu membawanya kemari nanti, Jack?" tanya Mike. "Kurasa takkan gampang memasukkannya ke dalam perahu." "Kita tidak perlu memasukkannya ke dalam perahu, Konyol!" jawab Jack sambil tertawa. "Daisy akan kita suruh berenang di belakangnya!" Anak-anak memandangnya dengan mulut ternganga karena heran. Setelah itu mereka tertawa. Lucu - sapi berenang di belakang perahu, menuju ke Pulau Rahasia! Ketika hari sudah gelap, Jack berangkat bersama Mike. Peggy dan Nora menunggu sampai perahu sudah meluncur ke tengah danau. Setelah itu mereka kembali ke Pondok Willow, karena malam itu hawa tidak sehangat biasanya. Mereka menyalakan lilin, lalu duduk sambil mengobrol di dalam. Asyik rasanya sendirian di pulau rahasia mereka. Jack dan Mike mendayung perahu di danau, menuju tempat yang biasanya dijadikan tempat Jack mendarat Tempat itu tersembunyi letaknya, di bawah dahan pepohonan yang terjurai menyentuh air. Perahu ditarik ke darat Setelah itu keduanya berjalan merintis hutan. Tidak lama kemudian mereka sampai di ladang yang mengelilingi rumah kakek Jack. Anak itu memandang ke arah rumah kecil itu. Tidak nampak cahaya terang di situ. Rupanya kakeknya sudah pergi. Beberapa ekor sapi dan kuda ada di lapangan dekat situ. Kedua anak laki-laki itu mendengar ringkikan seekor kuda. "Kaulihat gudang yang di sana itu, Mike?" kata Jack dengan suara pelan. "Di dalamnya ada beberapa utas tali. Tolong ambilkan seutas, sementara aku mencari sapiku. Tali-tali itu disimpan di sudut dekat pintu." Mike melintasi lapangan, menuju bangunan gudang reyot yang terdapat di sudutnya, ia berjalan tersaruk-saruk dalam gelap. Sementara itu Jack mendatangi kawanan sapi. Mulutnya memperdengarkan bunyi-bunyi lirih, memanggil-manggil. Seekor sapi betina belang coklat yang besar datang menghampirinya. Jack menyalakan sebatang korek api, yang dengan segera dilindunginya di balik telapak tangan. Diterangi nyala korek itu diperhatikannya sapi yang menghampiri. Ternyata memang Daisy, sapi yang dibesarkannya sendiri sejak masih kecil. Jack mengusap-usap hidung Daisy yang halus, lalu berseru dengan pelan memanggil Mike, "Mana talinya, Mike? Cepatlah sedikit! Daisy sudah kutemukan." Mike menggerayang di sudut gudang, mencari tali. Akhirnya ia menemukan seutas tali yang cukup panjang. Sambil membawa tali itu ia mendatangi Jack. "Bagus," kata Jack. Dengan cepat diikatkannya tali itu ke leher sapi betinanya. "Sebelum kita pergi, aku masih ingin masuk ke rumah sebentar - karena siapa tahu, mungkin di situ ada sesuatu yang berguna bagi kita." "Mungkinkah ada handuk di situ?" tanya Mike. "Tidak enak rasanya, mengeringkan tubuh dengan kain karung sehabis mandi." "Nantilah kulihat, barangkali ada yang tertinggal," kata Jack, lalu menyelinap pergi ke rumah kakeknya yang sudah tidak ada penghuninya lagi. Pintu rumah itu terkunci. Tapi Jack bisa masuk dengan mudah, lewat jendela. Begitu berada di dalam ia menyalakan korek api, lalu memandang berkeliling. Dalam rumah kecil itu hanya ada dua ruangan. Satu ruang duduk, dan sebuah kamar tidur. Tidak ada lagi sepotong perabotan pun di situ. Semua sudah dibawa pergi. Jack memeriksa di balik pintu dapur. Ternyata handuk besar masih tergantung di situ. Untung saja! Handuk itu sudah sangat dekil, tapi rasanya masih bisa menjadi bersih kembali kalau dicuci. Setelah itu Jack melihat ke balik pintu kamar tidur. Ya - handuk besar yang biasanya digantungkan di situ juga masih ada. Rupanya Kakek tidak sempat memeriksa ke situ ketika pergi. Jack berpikir-pikir sebentar, sambil menatap karpet usang yang terhampar di lantai. Bagaimana jika itu juga dibawa? Tapi akhirnya ia membatalkan niat itu. Hamparan rumput bersih masih lebih empuk daripada karpet usang itu! Setelah itu ia pergi ke bangunan gudang kecil yang terdapat di belakang rumah. Di situ ia menemukan sebuah kotak kayu yang sudah tua. Isinya semua pakaiannya. Rupanya Kakek menaruh semuanya di situ. Rupanya mungkin karena ia beranggapan tidak ada gunanya repot-repot membawa semuanya itu. Pakaian itu memang sudah agak robek-robek dan lusuh - tapi setidak-tidaknya itu pakaian! Dalam peti itu ada tiga helai kemeja, beberapa rompi, celana panjang, sehelai mantel panjang, sepasang sepatu yang sudah tua, serta sehelai selimut lusuh! Jack tersenyum gembira. Semuanya itu akan dibawanya ke pulau, karena pasti berguna apabila cuaca mulai dingin nanti, ia berpikir-pikir, bagaimana cara yang sebaiknya untuk membawa segala pakaian itu. Akhirnya semua dipakainya sekaligus. Ketiga helai kemeja, rompi-rompi, celana panjang, sepatu butut, lalu mantel panjang, dan akhirnya selimut tua yang diselubungkannya menutupi tubuh, ia nampak sangat aneh, dengan segala pakaian itu! Setelah itu ia pergi ke kebun. Kantung-kantung pakaiannya semua diisi penuh-penuh dengan buncis, ercis serta kentang. Setelah itu ia kembali ke tempat Mike yang menunggu bersama Daisy, sapi betinanya. Anak itu pasti sudah capek, karena harus terus memegangi tali yang mengikat Daisy! Sambil menyandang kedua helai handuk lusuh, Jack berjalan dengan langkah lambat melintasi lapangan, menghampiri Mike. "Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan kau takkan kembali lagi," kata Mike dengan nada agak jengkel. "Apa saja yang kaulakukan selama itu? Sapi ini sudah mulai bosan, berdiri terus di dekatku." "Aku tadi menemukan banyak dari pakaianku," kata Jack, "dan begitu pula sehelai selimut tua serta dua lembar handuk. Sebentar lagi sapi betina ini boleh bergerak badan sedikit! Yuk, kita berangkat! Kau yang membawa handuk dan selimut ini, sementara aku menuntun Daisy." Mereka melintasi ladang dan merintis hutan, menuju ke tempat perahu. Sapi betina itu melenguh-lenguh, ketika harus berjalan di tengah hutan. Rupanya ia tidak senang berjalan di sela-sela pepohonan, karena tidak bisa melihat jalan. "Ssst - jangan ribut, Daisy," desis Jack ketakutan. "Nanti kita ketahuan." Tapi sapi betina itu melenguh lagi dengan sedih. Ia berusaha berhenti, tidak mau meneruskan langkah. Tapi Jack dan Mike menariknya agar berjalan terus. Kedua anak laki-laki itu harus memeras tenaga, menghela sapi betina itu ke tempat perahu mereka. Baru dua jam kemudian mereka sampai di tepi danau. Napas mereka terengah-engah. Keringat bercucuran. Sementara itu Daisy melenguh-lenguh terus, makin lama makin nyaring. Jack mulai menyesali niatnya, membawa sapi betina itu menyeberang ke pulau. Bagaimana jika bunyi lenguhannya nanti didengar orang? Bagaimana jika sesudah berada di pulau rahasia mereka, Daisy melenguh-lenguh terus? Kalau nanti ada orang datang memeriksa, bagaimana? Tapi akhirnya Daisy berhasil juga dibawa ke tempat perahu. Jack membujuk-bujuk sapi betina malang yang ketakutan itu agar mau melangkah masuk ke air. Daisy melenguh dengan keras, sampai Jack dan Mike kaget setengah mati. Tapi akhirnya sapi itu mau juga masuk ke air. Mike dan Jack naik ke perahu, lalu mendayungnya ke tengah. Tali pengikat leher Daisy sudah ditambatkan ke bagian buritan perahu. Dengan begitu mau tidak mau, sapi itu harus ikut berenang, kalau tidak ingin terseret-seret di belakang perahu. Pengalaman itu benar-benar tidak enak bagi sapi betina itu, yang belum pernah pergi dari lapangan tempat ia biasa merumput. Paling-paling hanya ke gudang saja setiap sore, untuk diperah susunya! Sapi betina itu menggerak-gerakkan kakinya, berenang dengan gaya aneh. Kepalanya terangkat tinggi-tinggi, ia sama sekali tidak melenguh, karena terlalu ketakutan. Jack menyalakan lentera, yang setelah itu ditaruhnya di haluan. Malam sangat gelap, dan Jack tidak ingin perahunya membentur batang kayu yang mungkin saja ada dalam air. Perahu didayung ke tengah danau, menuju Pulau Rahasia. Mau tidak mau, Daisy terpaksa berenang mengikuti perahu, karena lehernya tertambat dengan tali ke buritan. "Jalan juga ideku," kata Jack setelah beberapa saat. "Ya," kata Mike, "tapi untung saja cuma seekor yang kita seberangkan, dan bukan sekawanan." Setelah itu mereka mendayung sambil membisu, sampai Pulau Rahasia mulai nampak samar di depan haluan. Peggy dan Nora mendengar bunyi kecipak dayung, lalu bergegas ke pantai membawa lilin. "Kalian membawa sapi betina itu, Jack?" seru mereka. "Ya," balas Jack dan Mike. "Ia berenang dengan tenang di belakang perahu. Tapi kasihan - ia tidak suka disuruh berenang!" Perahu ditarik ke atas pasir pantai. Setelah itu sapi betina yang menggigil karena dingin dan ketakutan dihela ke luar dari air. Jack berbicara pada sapinya itu dengan suara lemah lembut. Daisy merapatkan diri pada anak itu, karena merasa bingung dan takut. Hanya Jack saja satu-satunya yang dikenal olehnya di tempat asing itu. Karena itulah ia ingin dekat-dekat dengan anak itu. Jack menyuruh Mike mengambil karung tua lalu membantunya mengeringkan sapi yang basah kuyup dan kedinginan itu. "Di mana kita menaruhnya malam ini, Jack?" tanya Mike. "Di kandang ayam," kata Jack. "Daisy sudah biasa hidup bersama ayam-ayam itu, dan mereka pun sudah mengenalnya. Di situ kan banyak rumput kering serta daun pakis. Kita bisa mengambilkan tambahan lagi untuk tempatnya merebahkan diri. Nanti kan dengan cepat ia akan merasa nyaman dan hangat, ia juga pasti senang mendengar suara ayam-ayam betina berkotek-kotek pelan." Daisy didorong masuk ke kandang ayam. Sapi betina itu merebahkan diri di atas rumput kering yang hangat, ia agak merasa terlipur mendengar suara kotekan ayam-ayam yang terganggu dari tidur mereka. Peggy dan Nora sangat asyik melihat sapi betina itu datang ke pulau. Tidak bosan-bosannya mereka bertanya tentang petualangan Mike dan Jack sewaktu membawanya dari rumah kakek Jack. Akhirnya kedua anak laki-laki itu yang bosan. "Wah, Jack! Kau gemuk sekali sekarang!" seru Nora dengan tiba-tiba. ia mendekatkan lentera yang dijinjingnya ke dekat anak laki-laki itu, supaya bisa melihat lebih jelas. Anak-anak yang lain memandang dengan heran ke arah Jack, yang diterangi sinar lentera. Ya - anak itu nampak gemuk sekali! "Kau bengkak, ya?" tanya Peggy dengan cemas. Jack tertawa keras-keras. "Bukan, bukan bengkak!" katanya. "Aku tadi menemukan beberapa helai pakaianku dalam sebuah kotak, lalu semuanya kubawa kemari. Dan cara paling gampang ialah memakai semuanya sekaligus. Lalu semuanya saja kupakai. Itulah sebabnya kenapa aku nampak gendut!" ia memerlukan waktu agak lama untuk menanggalkan segala pakaiannya itu, karena ia melakukannya sambil tertawa bersama anak-anak yang lain. Peggy melihat bahwa pakaian Jack itu sudah berlubang-lubang. Untung aku membawa jarum dan benang, katanya dalam hati. Nantilah, akan ditambalnya pakaian Jack! Dan selimut tua itu pasti besar gunanya, apabila hawa malam hari dingin. "Cahaya apa itu, yang nampak menerangi langit di sebelah sana itu? Aneh kelihatannya!" kata Nora dengan tiba-tiba, sambil menuding ke arah timur. "Ah - bagaimana sih, kau ini? Itu kan fajar yang menyingsing," kata Jack. "Sebentar lagi sudah pagi! Yuk - kita harus tidur sekarang. Kita sudah sibuk semalaman!" Saat itu terdengar suara Daisy melenguh di kandang ayam. Anak-anak tertawa. "Daisy juga berpendapat begitu, Jack!" kata peggy. 8. SAAT BERSANTAI - DENGAN AKHIR YANG MENGAGETKAN Keesokan harinya anak-anak bangun agak siang. Matahari sudah sepenggalah tingginya. Anak-anak takkan terbangun, kalau saja Daisy tidak merasa bahwa sudah waktunya ia diperah. Sapi betina itu berdiri di tengah kandang ayam sambil melenguh-lenguh. Jack terbangun, lalu cepat-cepat duduk. Jantungnya berdebar keras. Bunyi apakah itu? ia bingung sesaat. Tapi kemudian teringat kembali. Ah - tentu saja, itu kan suara Daisy! Sapi betina itu minta diperah susunya! "He, Anak-anak - bangun!" seru Jack. "Hari sudah siang! Kurasa sudah pukul sembilan sekarang! Lihatlah, matahari sudah tinggi di langit. Dan Daisy minta diperah susunya!" Mike mendengus, lalu membuka matanya, ia masih mengantuk. Peggy dan Nora terbangun pula. Mereka duduk sambil mengusap-usap mata. Daisy melenguh lagi, ditimpali suara ayam-ayam betina yang berkotek-kotek. "Ternak kita minta sarapan pagi," kata Jack sambil nyengir. "Ayo, bantu aku. Anak-anak pemalas! Kita harus mengurus mereka dulu, sebelum kita sendiri makan!" Anak-anak bergegas bangkit Tapi mereka masih sangat mengantuk Karenanya mereka harus membenamkan kepala dulu dalam air danau. Setelah itu barulah mereka merasa agak segar, sehingga mampu bekerja. Setelah itu mereka mendatangi sapi mereka. Daisy nampak cantik, dengan bulunya yang belang coklat dan putih! Matanya yang coklat menatap lembut. Anak-anak merasa senang, karena kini sudah memiliki sapi! "Wah - bukan main, nyaring sekali suaranya," kata Jack, ketika sapi itu melenguh lagi. "Aku harus memerahnya." "Tapi kita tidak punya ember untuk tempat susu," kata Mike. Anak-anak berpandang-pan-dangan. Benar juga - mereka tidak memiliki ember. "Yah - kalau begitu kita pakai saja panci," kata Jack tegas. "Kita semua pasti kepingin minum susu barang semangkuk, untuk menambah tenaga. Aku akan memakai panci kita yang paling besar. Nanti kalau sudah penuh, susunya akan kutuangkan ke dalam basi-basi yang kita miliki - dan juga ketel air. Tapi kita perlu memiliki ember. Sayang tadi malam aku tidak ingat!" Susu hasil perahan ternyata sangat banyak. Semua tempat yang ada di situ belum mencukupi. Anak-anak minum susu bermangkuk-mangkuk Enak rasanya minum susu, setelah sekian lama hanya minum teh dan coklat yang dibuat dengan air melulu. Anak-anak minum seperti tidak kenal kenyang! "Aduh, ada telur pecah terinjak Daisy," kata Mora sambil memandang ke kandang ayam. "Sayang!" "Tidak apa," kata Jack, "ia cuma sehari ini saja kita tempatkan di situ. Nanti akan kita pindahkan ke balik pulau, di mana ada rumput segar. Coba kauberi makan ayam-ayam itu, Nora! Mereka ribut berkotek-kotek. Pasti karena lapar!" Nora menaburkan jagung ke tanah. Setelah itu anak-anak sarapan telur rebus, sambil minum susu segar. Daisy memandang mereka, lalu melenguh pelan. Rupanya sapi betina itu juga lapar. Selesai makan, Jack dan Mike menuntunnya ke balik pulau. Daisy senang sekali melihat rumput hijau di situ. Dengan segera sapi itu merumput di lapangan. "Kita tidak perlu memagari tempat ini, karena Daisy takkan bisa meninggalkan pulau," kata Jack. "Kita harus memerah dua kali sehari, Mike. untuk itu kita perlu mengusahakan ember." "Dalam lumbung di rumah Bibi Harriet ada sebuah ember tua, yang dulu biasa dipakai sebagai tempat untuk menampung susu perahan," kata Peggy. "Aku pernah melihatnya tergantung di sana." "Tapi dasarnya berlubang atau tidak?" kata Jack. "Kalau berlubang, tidak ada gunanya bagi kita. Susu perahan kita nanti akan kita biarkan sepanjang hari dalam ember. Jadi kalau bocor, bisa habis semuanya karena tumpah." "Tidak, ember itu tidak bocor," kata Peggy. "Aku pernah mengisinya dengan air, untuk minuman ayam. Ember itu cuma tidak dipakai lagi, karena sudah tua." "Kalau begitu akan kuambil malam ini," kata Mike. "Jangan! Biar aku saja," kata Jack. "Kalau kau yang mengambil, nanti tertangkap." "Kau juga bisa tertangkap," bantah Mike. "Kita bersama-sama saja pergi." "Kami boleh ikut?" tanya Peggy dan Nora. "Jangan!" kata Jack dengan cepat "Tidak ada gunanya kita semua berangkat - karena kalau nanti dilihat orang, bagaimana? Kan sulit melarikan diri!" "Bagaimana caranya supaya susu kita bisa tetap segar dan dingin, ya?" kata Peggy. "Hawa di sini panas sekali." "Nantilah, kubuatkan lubang untuk tempat menaruh ember, dekat salah satu mata air," kata Jack dengan segera. "Karena air dari sumber itu mengalir mengelilingi ember sepanjang hari, susu bisa tetap segar dan dingin." "Kau sangat pintar, Jack!" kata Nora kagum. "Bukan pintar," kata Jack. "Aku cuma memakai akal sehatku. Setiap orang juga bisa melakukannya." "Aku capek sekali hari ini," kata Mike sambil merentangkan kedua lengannya. "Badanku pegal sekali. Repot juga kemarin malam, menarik-narik Daisy yang tidak mau berjalan!" "Kita bersantai-santai saja dulu hari ini," kata Jack. Ia juga merasa capek. "Boleh juga kan, sekali-sekali tidak berbuat apa-apa. Kita berbaring-baring sambil mengobrol dan membaca-baca." Anak-anak menikmati saat beristirahat hari itu. Tiga kali mereka mandi-mandi di danau, karena hawa saat itu sangat panas. Nora mencuci kedua lembar handuk besar yang dibawa Jack di danau. Ketika sudah bersih, dijemurnya di tempat yang disinari cahaya matahari. Handuk yang satu untuk Jack dan Mike, sedang yang lainnya untuk Peggy dan Nora. "Kita makan ikan siang ini," kata Jack, sekembalinya dari memeriksa pancing. "Ditambah dengan puding," kata Nora, yang sibuk mengaduk-aduk telur dengan susu dalam panci di atas api. "Laparku saat ini seperti habis bekerja keras membangun pondok sepanjang pagi," kata Mike. Siang itu berlalu dengan santai. Mike dan Jack tidur. Nora membaca buku, sedang Peggy menambal pakaian usang yang dibawa oleh Jack malam sebelumnya. Peggy merasa bahwa pakaian itu nanti pasti ada gunanya, apabila hawa mulai dingin, ia ingin bisa mengambil pakaiannya pula, bersama Nora dan Mike. Ayam-ayam betina berkotek-kotek dalam kandang mereka. Daisy terdengar melenguh sekali-sekali. Sapi itu rupanya agak merasa kesepian. Tapi walau begitu kelihatannya sudah bisa menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang baru di pulau itu. "Mudah-mudahan saja ia tidak terlalu sering melenguh," kata Peggy dalam hati sambil sibuk menjahit. "Soalnya kita bisa ketahuan, jika kebetulan ada orang lewat dengan perahu. Tapi untung saja tempat ini tidak pernah didatangi orang!" Setelah beristirahat, anak-anak merasa segar kembali. Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi pulau. Sebelumnya ayam-ayam diberi makan dulu. Setelah itu mereka berangkat Pulau rahasia mereka itu kecil, namun indah. Pepohonan tumbuh lebat di sekelilingnya, sampai ke tepi air. Bukit terjal yang terdapat di tengah-tengah merupakan tempat yang terang dan hangat disinari cahaya matahari. Di situ banyak sekali liang kelinci. Padang rumput yang terdapat di balik bukit penuh ditumbuhi bunga liar. Burung-burung berkicau merdu di semak belukar yang ada di mana-mana. Keempat anak yang berjalan-jalan itu menjengukkan kepala ke dalam gua-gua gelap yang terdapat di kaki bukit. Tapi mereka tidak sampai masuk ke dalam, karena saat itu mereka tidak membawa lilin. "Sekarang kutunjukkan tempat di mana banyak terdapat semak frambus," kata Jack. Diajaknya teman-temannya ke sisi barat pulau. Di situ nampak belukar tanaman frambus yang sarat dengan buah, diterangi pancaran sinar matahari yang panas. "Wah, Jack - buahnya ada yang ranum!" seru Mora dengan gembira. Ia menuding bercak-bercak merah yang nampak bergelantungan pada semak-semak frambus itu. Anak-anak menerobos semak menuju tempat itu, lalu mulai memetik buah frambus. Enak sekali rasanya, manis dan banyak airnya! "Kita bisa makan buah ini setiap hari, dengan krim," kata Peggy. "Nantilah - aku akan menyendok krim dari susu sapi kita, dan kita akan makan frambus dengan krim malam ini. Asyik!" "Hmm!" kata anak-anak yang lain dengan mulut penuh. "Apakah di pulau ini juga tumbuh arbei liar?" tanya Nora. "Ada," jawab Jack, "tapi sekarang belum waktunya. Nanti, sekitar bulan Agustus atau September." "Pulau ini benar-benar menyenangkan," kata Peggy, ia sangat berbahagia. "Kita punya pondok milik kita sendiri, serta beberapa ekor ayam betina, seekor sapi perah, buah-buahan liar tumbuh di mana-mana - dan air segar berlimpah-ruah!" "Sekarang memang nyaman, karena cuaca cerah," kata Jack. "Apabila angin dingin sudah mulai bertiup, keadaannya takkan begitu menyenangkan lagi! Tapi musim dingin masih lama." Anak-anak mendaki sisi barat bukit yang sangat berbatu-batu. Mereka sampai di sebuah batu besar yang terdapat di puncak, lalu duduk di situ. Permukaan batu itu sangat panas kena sinar matahari. Anak-anak sampai kepanasan. Jauh di bawah nampak asap biru mengepul. Itu asap api unggun mereka. "Kita bermain yuk!" ajak Jack. "Kita main..." Anak-anak yang lain tidak sempat tahu permainan apa yang hendak diusulkan Jack, karena tiba-tiba anak itu tertegun. Ia meluruskan sikap duduknya, sambil menatap ke bawah - ke arah. danau yang airnya nampak biru berkilauan. Anak-anak yang lain ikut memandang ke arah yang sama. Apa yang mereka lihat menyebabkan mereka sangat terkejut. "Ada perahu dengan beberapa orang!" kata Jack. "Kalian lihat tidak? Itu - di sana!" "Ya, betul," kata Mike. Mukanya pucat. "Mungkinkah mereka mencari kita?" "Kurasa tidak," kata Jack beberapa saat kemudian. "Aku rasanya seperti mendengar bunyi musik - dan orang yang mencari kita takkan melakukannya sambil mendengar musik. Kemungkinannya mereka pelancong, dari desa di seberang danau." "Mungkinkah mereka akan mendatangi pulau ini?" tanya Peggy. "Entah," kata Jack. "Kemungkinan itu ada saja - tapi barangkali hanya akan sebentar saja mampir. Mereka takkan tahu apa-apa tentang kita, jika kita bisa menyembunyikan segala jejak bahwa kita ada di sini." "Kalau begitu kita cepat-cepat saja melakukannya," kata Mike, sambil merosot turun dari atas batu. "Sebentar lagi mereka akan sudah sampai di sini." Anak-anak bergegas turun ke pantai. Sesampai di situ dengan segera Jack dan Mike memadamkan api unggun. Kayu kering yang sudah angus mereka sembunyikan dalam belukar. Setelah itu mereka menaburkan pasir di atas bekas-bekas api unggun. Segala barang mereka yang ada di situ disembunyikan. "Menurutku, Pondok Willow takkan ketahuan," kata Jack. "Pepohonan di sekitarnya sangat rapat, sehingga pelancong biasa takkan mau repot-repot menerobos ke dalam." "Tapi bagaimana dengan ayam-ayam kita?" kata Peggy. "Kita tangkapi, lalu kita masukkan untuk sementara waktu dalam karung," kata Jack. "Kandang mereka tidak perlu dibongkar. Kurasa takkan ketahuan, karena tempatnya cukup tersembunyi. Tapi ayam-ayam betina itu tidak boleh sampai berkotek-kotek!" "Lalu Daisy kita apakan?" tanya Peggy, ia nampak cemas. "Kita perhatikan dulu, di mana para pelancong itu nanti mendarat," kata Jack. "Sepanjang pengetahuanku, di pulau ini cuma ada satu tempat pendaratan, yaitu di pantai kita. Sedang Daisy kita taruh di balik pulau. Jadi kemungkinannya mereka takkan melihat sapi betina kita itu - kecuali jika mereka nanti keluyuran melihat-lihat Mudah-mudahan saja itu tidak mereka lakukan!" "Dan kita sendiri - di manakah kita bersembunyi?" kata Nora. "Kita nanti mengawasi dari atas bukit, sambil bersembunyi dalam semak pakis," kata Jack. "Jika para pelancong itu nanti keluyuran, kita harus berusaha menghindari mereka dengan jalan menyelinap-nyelinap dalam semak. Kalau kita bernasib baik, orang-orang itu takkan melihat kita. Satu hal sudah jelas - jika mereka memang pelancong, mereka takkan mencari kita. Mereka malah sama sekali tak mengira bahwa di pulau terpencil ini ada orang!" "Bagaimana jika mereka menemukan barang-barang kita yang disimpan dalam rongga di tengah akar pohon?" kata Nora, sambil ikut membantu menangkapi ayam-ayam yang ribut berkotek-kotek. "Peggy! Tolong kumpulkan rumput semak dan daun pakis, lalu sumpal mulut rongga kita itu," kata Jack. Dengan segera Peggy lari mengambil rumput dan pakis, sementara Jack memasukkan ayam-ayam betina ke dalam karung, yang kemudian dibawanya lari mendaki bukit ia menuju ke balik bukit, mendatangi salah satu gua yang ada di situ. ia mengenal tempat itu. "Nora!" seru Jack pada Nora yang mengikutinya. "Ayam-ayam kita akan kulepaskan dalam gua ini. Tolong jagakan, jangan sampai ada yang keluar!" Ayam-ayam betina itu bertemperasan ke luar, masuk ke dalam gua. Mereka ribut berkotek karena ketakutan dan bingung. Nora duduk di ambang gua, sambil menyembunyikan diri di balik semak pakis yang tumbuh di situ. Tidak ada ayam yang bisa keluar selama anak perempuan itu merintangi jalan. "Perahu itu mengitar," bisik Jack, ia menyibakkan semak pakis yang tumbuh di puncak bukit, lalu memandang ke arah danau. "Mereka tidak bisa menemukan tempat yang baik untuk menepi, dan sekarang menuju ke pantai kita! Nah - kalau begitu Daisy takkan ketahuan, asal mereka tidak keluyuran saja nanti. Mudah-mudahan saja sapi itu tidak melenguh!" 9. PELANCONG MENDARAT DI PULAU Nora merunduk di depan mulut gua kecil. Didengarnya suara keenam ayam betina yang terkurung di dalam. unggas-unggas itu berkotek-kotek pelan sambil mengais-ngais tanah. Jack berlutut di dekat Nora, sambil mengintip dari sela daun-daun pakis, ia berusaha melihat, apa yang sedang dilakukan orang-orang yang datang dengan perahu. "Mike sudah membawa perahu kita ke tempat di mana ada tumbuhan perdu yang ranting-rantingnya merunduk sampai menyentuh air, lalu menyurukkan perahu kita itu di bawahnya," kata Jack dengan suara lirih. "Aku tidak tahu di mana ia sekarang berada, karena aku tidak bisa melihatnya dari sini." "Mana Peggy?" bisik Nora. "Di sini," terdengar jawaban pelan. Kepala Peggy tersembul dari tengah semak pakis yang tumbuh agak di bawah bukit. "He - seram ya, keadaan begini? Mudah-mudahan saja orang-orang itu cepat pergi lagi dari sini." Saat itu terdengar suara orang bercakap-cakap. Datangnya dari arah danau. "Ini ada tempat yang baik untuk mendarat," kata seseorang. "Mereka sudah menemukan pantai kita," bisik Jack. "Tarik perahu ke darat," kata seorang wanita. "Tempat ini indah! Di sini saja kita makan!" Terdengar bunyi perahu ditarik di atas pasir pantai. "Kau yang menurunkan bekal makanan kita, Eddie," kata seseorang. "Biar aku yang membawa radio." "Menurutmu, mungkinkah sudah pernah ada orang datang ke pulau kecil ini?" tanya seorang laki-laki. "Kurasa belum," kata seseorang lagi. "Daerah sekitar sini sangat terpencil - jadi menurutku, takkan ada orang pernah kemari." Ketiga anak yang berada di atas bukit mendengarkan percakapan itu dari tempat persembunyian mereka di tengah belukar. Para pelancong yang di pantai mengeluarkan bekal makanan mereka. Saat itu seekor ayam betina mulai berkotek-kotek. Bunyinya nyaring. Pasti karena bertelur, kata Nora dalam hati. "Kalian dengar bunyi itu?" tanya salah seorang pelancong. "Bunyinya seperti ayam betina berkotek!" "Kau ini macam-macam saja, Eddie," kata seorang wanita dengan nada mencemooh. "Mana mungkin di pulau terpencil begini ada ayam! Pasti itu tadi suara burung." Jack terkekeh. Ia merasa geli. Masa, bunyi ayam berkotek dikira kicauan burung yang merdu! "Tolong kemarikan tempat garam itu," kata salah seorang pelancong. "Terima kasih! Wah - pulau kecil ini bagus, ya? Misterius, seakan-akan menyimpan rahasia. Bagaimana kalau kita nanti sehabis makan berjalan-jalan sebentar, untuk melihat-lihat?" "Setuju!" kata orang yang bernama Eddie. Anak-anak yang bersembunyi di atas bukit berpandang-pandangan dengan perasaan kecut. Justru itulah yang dari tadi mereka harapkan tidak akan dilakukan para pelancong itu! "Mana Mike?" kata Peggy dengan suara lirih. "Mungkinkah ia bersembunyi di dalam perahu kita?" "Kurasa begitu," bisik Jack. "Kau tidak perlu khawatir tentang dia. Mike bisa menjaga dirinya sendiri." "Aduh - sekarang Daisy pula yang melenguh," keluh Peggy, ketika mendengar bunyi lenguhan sapi betina itu. "ia tahu bahwa sudah saatnya ia diperah." "Aku kepingin sekali minum susu barang secangkir," kata Jack, ia merasa haus. Dari arah pantai terdengar salah seorang pelancong berbicara lagi. Kedengarannya ia heran. "Kalian juga mendengar suara sapi melenguh?" "Kurasa itu sapi yang ada di salah satu padang rumput, di darat," kata temannya dengan nada malas. "Kau kan tak mengira ada sapi berkeliaran di pulau kecil ini, Eddie?" "Entah ya," kata Eddie. Orang itu bingung. "Coba lihat ini! Bukankah yang di pasir ini kelihatannya seperti jejak kaki?" Anak-anak menahan napas. Aduh - jangan-jangan memang ada bekas kaki mereka di pasir. "Dan ini lagi," kata pelancong yang bernama Eddie. "Aku menemukan potongan tali ini di pantai. Tali kan tidak bisa berjalan sendiri kemari. Dan juga tidak tumbuh, karena bukan tumbuh-tumbuhan!" "Ah, kau ini - soal begitu saja kaujadikan seolah-olah misteri besar," kata temannya. "Itu artinya ada pelancong lain kemari sebelum kita." "Itu mungkin saja," kata Eddie. "Tapi walau begitu, sehabis makan aku akan memeriksa pulau ini!" "Lebih baik kauhidupkan saja radio, Eddie," kata salah seorang temannya. "Aku sudah bosan mendengarmu mengoceh terus." Saat berikutnya terdengar bunyi musik yang nyaring. Anak-anak yang bersembunyi di atas bukit merasa lega. Bunyi musik itu pasti mengalahkan suara kotekan ayam atau lenguhan Daisy. Jack, Peggy, dan Nora duduk di tengah semak pakis. Mereka takut Perasaan mereka tidak enak. Mereka tidak menghendaki ada orang lain di pulau rahasia mereka itu. Dan apakah yang akan terjadi jika para pelancong itu nanti benar-benar menjelajahi pulau, lalu memergoki mereka? Mora menangis tanpa suara. Air matanya bercucuran membasahi tangannya. Jack memandang ke arahnya, lalu mendekati. Dirangkulnya anak yang menangis itu. "Jangan menangis, Mora," katanya dengan lembut. "Siapa tahu, bisa saja mereka nanti tidak jadi memeriksa pulau, karena tidak ada waktu lagi. Lihatlah, hari sudah mulai gelap. Kaulihat awan hitam tebal yang bergerak kemari? Barangkali saja para pelancong itu mengira hujan sebentar lagi turun, lalu cepat-cepat pergi dari sini." Mora mengeringkan air matanya, ia mendongak, memperhatikan langit. Memang benar, ada awan gelap datang. "Nampaknya akan ada badai," kata Peggy, ia merangkak, mendekati Jack dan Nora. "Aduh, lihatlah! Ada orang mendaki bukit!" kata Nora dengan tiba-tiba. Nyaris saja ia terpekik karena kaget. "Itu - nampak semak pakis bergerak-gerak! Rupanya ada salah seorang pelancong naik, hendak mencari kita!" Wajah ketiga anak itu pucat pasi. Semua memandang ke arah yang dituding Nora. Benarlah! Mereka melihat semak pakis bergerak-gerak, makin lama makin tinggi. Rupanya ada orang merayap ke atas bukit. Orang itu tidak nampak, karena terlindung semak pakis yang lebat. "Jangan bersuara," kata Jack pada Nora, yang memegangnya erat-erat karena ketakutan. "Tak mungkin ada yang tahu bahwa kita di sini. Tenang, Nora. Nanti kita menyelinap masuk ke dalam gua, jika orang itu sudah terlalu dekat." Tanpa berbicara, mereka mengamati semak pakis yang bergerak-gerak karena dilewati orang yang merayap di situ. Saat itu benar-benar menegangkan perasaan. Apakah orang itu hendak menyergap mereka? "Cepat - kalian masuk ke dalam gua," bisik Jack pada Peggy dan Nora. "Kurasa kalian akan aman di situ. Aku sendiri akan menyelinap turun lewat balik bukit, lalu naik lagi di belakang orang yang tak kelihatan itu." Peggy dan Nora menyelinap masuk ke dalam gua. Mereka menyibakkan pakis yang tumbuh menutupi lubang masuk, karena ingin melihat apakah yang akan dilakukan oleh Jack. Anak itu sudah mulai bergerak, hendak turun lewat balik bukit. Tapi saat itu orang yang datang berhenti merangkak. Daun-daun pakis tidak nampak bergerak-gerak lagi. Aduh! Itu malah lebih menyeramkan, daripada ketika melihat tumbuh-tumbuhan di lereng bergerak-gerak. Tahu-tahu ada kepala tersembul dari tengah semak. Nora terpekik. "Mike!" serunya. "Mike!" "Ssst! Jangan berteriak, Konyol!" desis Peggy sambil mengguncang-guncang adiknya. "Nanti didengar para pelancong!" Untungnya radio para pelancong disetel keras-keras. Karenanya pekikan Nora tidak terdengar di bawah. Anak-anak memandang Mike dengan gembira. Jadi rupanya ia yang tadi merayap ke atas, di tengah semak pakis! Benar-benar melegakan. Mike memandang mereka sambil nyengir, lalu merunduk kembali. Semak pakis kembali nampak bergerak-gerak, tanda bahwa anak itu sudah merangkak lagi ke atas, menuju ke gua. "Aduh, Mike - kau ini mengejutkan kami saja," kata Nora. "Kami tadi menyangka kau salah seorang pelancong, yang datang mengejar kami!" "Aku tadi sempat melihat mereka dengan jelas," kata Mike, ia duduk di samping anak-anak yang lain. "Mereka berlima, tiga orang laki-laki dan dua wanita. Mereka asyik makan-makan di bawah. Banyak sekali makan mereka!" "Menurutmu, mungkinkah mereka nanti akan memeriksa pulau, seperti yang mereka katakan tadi?" tanya Peggy cemas. "Kurasa tidak jadi, karena akan ada badai," kata Mike, ia mendongak, memperhatikan langit gelap. "Wah - kelelawar sampai sudah mulai muncul sebelum malam. Lihatlah!" Di langit nampak beratus-ratus kelelawar, beterbangan sambil menyambar-nyambar. Petang hari yang mendung dan panas itu menyebabkan banyak serangga beterbangan. Kelelawar yang beratus-ratus itu berpesta pora, memangsa lalat dan kumbang. Dan kelelawar yang banyak itulah yang menyebabkan para pelancong pergi. Salah seorang wanita di antara mereka melihat beberapa ekor kelelawar berseliweran di bawah pepohonan. Wanita itu menjerit. "Iih - ada kelelawar! Iiih! Aku tak tahan melihat binatang-binatang itu! Aku takut! Yuk, kita cepat-cepat pergi dari sini!" "Aku juga tidak suka pada kelelawar!" pekik wanita yang satu lagi. "Binatang jelek!" "Mereka kan tidak mengapa-apakan kalian," kata seorang laki-laki. "Jangan suka macam-macam, ah!" "Tapi aku tetap saja takut terhadap binatang-binatang itu," kata salah seorang wanita. "Aku pergi sekarang juga!" "Tapi aku masih ingin melihat-lihat pulau ini," kata laki-laki yang bernama Eddie. "Lain hari sajalah," kata wanita tadi. "Coba lihat langit itu - kelihatannya sebentar lagi akan ada badai." "Ya deh - ya deh," kata Eddie dengan sebal. "Kita pergi! Macam-macam saja-masa kelelawar saja ditakuti!" Anak-anak yang berada di atas bukit berpandang-pandangan dengan gembira. Para pelancong itu benar-benar akan pergi. Mereka tidak ketahuan. Bagus! "Untung ada kawanan kelelawar muncul," bisik Jack. "Bisakah kaubayangkan, ada orang takut pada binatang-binatang sekecil itu, Nora?" "Bibi Harriet takut pada mereka," kata Nora. "Aku tidak tahu apa sebabnya. Kalau menurutku kelelawar malah binatang kecil yang manis, dengan sayap mereka yang aneh. Pokoknya, mulai sekarang aku senang pada mereka. Mereka menyelamatkan kita, sehingga tidak jadi ketahuan." Saat itu terdengar suara Daisy melenguh. Suaranya nyaring. "Coba kita tadi sudah memerahnya, sebelum para pelancong itu datang!" kata Jack sambil mengerutkan kening. "Kalian dengar itu?" kata salah seorang pelancong yang masih ada di pantai. "Itu bunyi guruh di kejauhan!" Anak-anak yang mendengarnya cekikikan. Nora menyumpal mulutnya dengan tangan, untuk mencegah jangan sampai tawanya kedengaran. "Hebat, Daisy!" kata Mike berbisik-bisik. "Sapi kita itu sekarang pura-pura menjadi badai, untuk menakut-nakuti orang-orang yang di bawah itu!" Gelak Nora tersembur ke luar. Jack menumbuknya. "Jangan ribut," desis anak itu. "Kau ingin kita ketahuan, ya - sementara keadaan sudah hampir aman?" Kelima pelancong di pantai bergegas masuk ke perahu mereka, yang cepat-cepat didorong ke air. Anak-anak mendengar bunyi air tersibak direngkuh dayung. Mereka mengintip dengan hati-hati. Jauh di bawah nampak perahu itu didayung ke tengah danau. Sementara itu angin sudah mulai bertiup dengan kencang. Permukaan air danau bergerak-gerak dibuatnya, menyebabkan perahu para pelancong terombang-ambing. "Cepat!" seru salah seorang wanita dalam perahu itu. "Nanti kita terjebak di tengah badai. Aduh - ada kelelawar lagi! Aku tidak mau lagi datang ke pulau jelek ini!" "Syukurlah, kalau begitu!" kata Jack, sambil melambaikan tangan, pura-pura mengucapkan selamat jalan pada para pelancong. Anak-anak memperhatikan perahu yang didayung semakin menjauhi pulau. Suara para pelancong makin lama makin samar dibawa angin. Bunyi terakhir yang mereka dengar ialah musik dari radio. Akhirnya mereka tidak melihat maupun mendengar apa-apa lagi di danau. Para pelancong itu sudah pergi. "Yuk," kata Jack, ia berdiri sambil menggeliat. "Kita tadi nyaris saja ketahuan. Untung saja mereka tidak melihat barang-barang kita yang ada di bawah." "Betul, kecuali jejak kaki serta potongan tali tadi," kata Mike. "Ya," kata Jack dengan serius. "Mudah-mudahan saja laki-laki yang bernama Eddie tidak membaca berita tentang empat anak yang melarikan diri! Kalau itu terjadi, bisa gawat kita - karena ada kemungkinan bahwa ia kemudian menarik kesimpulan bahwa kita ada di sini, berdasarkan pada apa yang didengar dan dilihat olehnya tadi. Jadi kita harus waspada terhadap kemungkinan itu. Kita harus mengatur rencana untuk menghindari kemungkinan ditemukan, apabila ada orang datang mencari kita kemari." Bunyi guruh terdengar kembali di kejauhan. Jack berpaling, menatap ketiga kawannya. "Sekali ini, itu bukan suara Daisy melenguh!" katanya sambil nyengir. "Yuk, sebentar lagi akan ada badai. Banyak yang harus kita lakukan. Aku akan menjemput Daisy, untuk memerah susunya. Mike, kau dan Nora pergi menangkap ayam-ayam kita, lalu bawa kembali ke kandang mereka. Mike, tolong buatkan tempat bernaung untuk mereka, ya. Ambil beberapa karung, lalu kaujadikan semacam atap dengan beberapa ranting yang kaucocokkan ke tanah. Peggy, coba kaunyalakan api, sebelum hujan turun!" "Siap, Kapten!" seru ketiga anak itu dengan gembira. Mereka merasa senang, karena hanya mereka berempat saja yang kini berada di pulau mereka! Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net 10. MALAM BADAI DI PONDOK WILLOW Sebentar lagi memang akan ada badai besar. Langit sangat gelap, sehingga saat itu seakan-akan sudah malam. Nora dan Mike menangkapi ayam-ayam betina yang ditaruh dalam gua kecil. Keenam ternak unggas itu mereka masukkan dengan berhati-hati ke dalam karung, lalu dibawa sambil lari ke kandang. Mike menancapkan beberapa ranting pohon willow ke tanah pada salah satu sisi kandang itu, lalu membentangkan karung di atasnya. "Nah - kalian sekarang sudah punya tempat bernaung, ayam-ayam!" kata Nora. Saat itu hujan mulai turun. Tetesannya yang besar-besar mengejutkan keenam ayam betina itu, sehingga mereka berkotek-kotek ketakutan. Dengan segera mereka lari bersembunyi di bawah naungan atap karung lalu berbaring diam-diam di situ, sambil sekali-sekali saling menotok. "Nah, urusan ayam sudah selesai," kata Mike. "Aku ingin tahu, bagaimana Peggy dengan usahanya menyalakan api." Peggy mengalami kesulitan dengannya, karena hujan yang kini sudah turun dengan lebat menyebabkan ia tidak bisa menyalakan api. Jack yang datang sambil menuntun Daisy, berseru padanya, "Sudahlah, jangan kauteruskan! Hujan begini lebat, takkan mungkin kau masih bisa menyalakannya! Ayo, semua masuk ke Pondok Willow, sebelum basah kuyup!" "Biar anak-anak perempuan saja yang masuk," kata Mike sambil menyongsong Jack untuk membantunya. "Aku akan mengambil tempat-tempat untuk menampung susu yang kauperah nanti. - Wah, susu perahan tadi pagi belum habis kita minum!" "Tuangkan saja ke basi, lalu taruh di kandang ayam," kata Jack. "Mungkin ayam-ayam kita mau meminumnya!" Di tengah hujan lebat, Jack memerah Daisy. Dengan cepat semua panci, ketel dan basi sudah penuh dengan susu. Repot rasanya kalau harus terus memerah dengan cara begini, kata Jack dalam hati. ia bertekad akan mengambil ember susu yang tak dipakai lagi, yang menurut Peggy dan Nora ada di pertanian bibi mereka. Selesai memerah, Jack membawa Daisy kembali ke padang rumput di balik pulau. Sedang Mike masuk ke Pondok Willow, di mana kedua saudaranya sudah berada. Dalam pondok itu gelap gulita. Bunyi air hujan yang menetes dari pepohonan memberi kesan murung. Mike duduk bersama Peggy dan Nora di bagian depan pondok. Mereka menunggu Jack di situ. Tubuh Mike basah kuyup. Ia menggigil kedinginan. "Kasihan Jack, ia pasti juga basah kuyup," katanya. "Coba raba tempat susu ini. Hangat, ya? Yuk, kita minum sedikit, supaya badan kita menjadi hangat. Kita tidak bisa memasaknya, karena tidak ada api." Tidak lama kemudian Jack datang. Pakaiannya basah sama sekali. Tapi ia tetap nyengir, seperti biasanya. Nampaknya tidak pernah ada sesuatu yang bisa mengurangi keriangan perasaannya. "Halo, halo!" sapanya. "Badanku basah, seperti ikan! He, Peggy - di mana kautaruh pakaianku yang kemarin malam kubawa kemari?" "O ya!" seru Peggy dengan gembira. "Tentu saja! Kau dan Mike bisa menukar pakaian kalian yang basah dengan yang itu!" "Tapi Jack kan cuma membawa tiga rompi tua, beberapa kemeja serta sebuah mantel panjang," kata Mike sangsi. "Begini sajalah," kata Jack. "Kita masing-masing memakai selembar rompi dan kemeja, lalu aku mengenakan mantel dan kau membungkus tubuhmu dengan selimut usang yang kubawa itu, Jack!" Kedua anak laki-laki itu menanggalkan pakaian mereka yang basah, lalu buru-buru mengenakan pakaian kering. "Nanti begitu hujan sudah berhenti, akan kugantung pakaian kalian di luar supaya kering," kata Peggy, ia memeras pakaian Jack dan Mike yang basah kuyup. "Aku tidak bisa melihat apa-apa di sini," kata Mike dalam gelap. Kancing kemeja yang dipakainya keliru dipasang olehnya. "Nyalakan lentera dong, Konyol," kata Jack. "Menurutmu, untuk apa kita berbekal lilin? Cari lentera kita, Nora, lalu nyalakan. Mungkin lilin di dalamnya perlu diganti. Kau kan masih ingat di mana kau menaruh bekal lilin kita? Itu - di pojok sebelah sana!" Nora mencari-cari dalam gelap. Tidak lama kemudian lentera berhasil ditemukan olehnya. Lilin di dalamnya memang sudah perlu diganti dengan yang baru. Nora menemukan sekotak korek api. Dengan sebatang korek api dinyalakannya lilin. Mike menggantungkan lentera itu pada sebatang paku yang dipakukannya ke atap. Lentera itu terayun-ayun di atas kepala anak-anak. Cahayanya remang-remang, tapi memberi suasana gembira bagi anak-anak yang ada dalam pondok itu. "Sekarang rasanya benar-benar seperti di rumah," kata Nora dengan senang. "Aku senang, karena di sini nyaman. Tidak ada air hujan masuk menembus atap atau dinding." "Angin juga tidak masuk," kata Jack. "Itu bukti bahwa kita cukup rapi menyumpal dinding dengan rumput dan pakis. Dengarlah, bunyi angin bertiup di luar. Aku tidak kepingin berada di luar saat ini! Gntung kita punya Pondok Willow! Tempat tidur kita yang di luar pasti tidak akan nyaman ditiduri malam ini!" Badai mengamuk di atas kepala. Guntur terdengar bertalu-talu. Kedengarannya seolah-olah ada yang sedang sibuk menggeser-geser perabot berat di langit. "Wah! Ada yang menjatuhkan lemari rupanya!" kata Jack, ketika ada guntur mendentum dengan keras sekali. "Dan itu piano besar yang jatuh berguling-guling di tangga!" kata Mike, menyambut bunyi gemuruh. Anak-anak tertawa. Gemuruh bunyi badai yang sedang mengamuk memang kedengaran seperti ada yang sedang melempar-lemparkan perabotan raksasa di langit. Kilat sambar-menyambar, menerangi ruangan sebelah dalam Pondok Willow. Nora tidak begitu suka melihat nyala, terang yang selalu muncul secara mengejut itu. Ia merapatkan diri pada Mike. "Aku agak ngeri," katanya. "Jangan konyol, ah!" kata Mike. "Kau ini sama saja seperti kedua wanita pelancong tadi sore, dengan ketakutan mereka terhadap kelelawar! Apa sih, yang kautakuti? Badai kan hebat! Kita di sini aman." "Badai kan cuma cuaca berisik!" kata Jack sambil tertawa. "Sudahlah, jangan takut, Nora! Kita tidak akan apa-apa di sini. Kau boleh mengucap syukur bahwa kau bukan Daisy. Kita tahu bahwa yang berisik ini cuma badai, tapi sapi betina kita itu tidak tahu." Anak-anak berkelakar tentang bunyi guntur dan kilat yang menyambar bertalu-talu. Setiap dentuman mereka katakan perabot berat yang berpelan-tingan di langit. Dan setiap kali ada kilat menyambar, Jack selalu berkata, "Terima kasih! Langit tidak henti-hentinya menyalakan korek api, tapi nyalanya selalu dipadamkan hembusan angin!" Bahkan Nora pun ikut tertawa mendengar lelucon itu. Dengan segera ia sudah melupakan rasa takutnya tadi. Hujan turun menderu-deru. Satu-satunya yang dikhawatirkan oleh Jack adalah kemungkinan air hujan akan mengalir masuk ke pondok dan membasahi tanah tempat mereka duduk. Tapi kekhawatirannya tidak beralasan. Air hujan sama sekali tidak masuk ke dalam. Lambat laun badai reda kembali. Hanya bunyi tetesan air hujan yang jatuh dari pepohonan saja yang masih terdengar. Bunyinya seperti lagu. Lagu yang basah! Bunyi guntur kian menjauh. Kilat menyambar untuk terakhir kalinya. Badai sudah berlalu. "Sekarang kita makan sedikit serta minum susu secangkir, lalu sesudah itu tidur," kata Jack. "Sudah cukup keasyikan kita untuk hari ini! Aku serta Mike kemarin malam begitu larut baru bisa tidur. Aku yakin, ia sudah mengantuk sekali sekarang. Kalau aku sendiri, sudah pasti!" Peggy menyiapkan makanan sekedarnya untuk mereka semua. Keempat anak itu minum susu segar yang baru diperah tadi. Setelah itu Peggy dan Nora masuk ke bagian belakang pondok, lalu merebahkan diri di atas rumput padang empuk yang terhampar di situ. Sedang Jack dan Mike merebahkan diri di ruang depan. Setengah menit kemudian semuanya sudah tidur lelap! Keesokan paginya mereka dibangunkan kembali oleh suara lenguhan Daisy. Aneh rasanya bangun tidur dalam Pondok Willow, dan bukan di tempat tidur mereka yang di luar, di tengah semak belukar dan beratapkan langit terbuka. Anak-anak mengejap-ngejapkan mata, memandang langit-langit ruangan yang hijau, karena dedaunan sementara itu sudah bermunculan pada ranting-ranting yang dijalinkan membentuk langit-langit di atas kepala. Ruangan dalam pondok remang-remang. Pintu saat itu tertutup, sedang jendela sama sekali tidak ada. Menurut Jack, membuat jendela akan terlalu sukar bagi mereka. Kecuali itu jika ada jendela, nanti terlalu banyak angin dan hujan masuk ke dalam. Karena itu pondok mereka agak gelap dan pengap apabila pintu ditutup. Tapi tidak ada yang meributkan soal itu. Anak-anak malah beranggapan bahwa itu semakin menambah keasyikan! Anak-anak berlarian ke luar pondok lalu memandang berkeliling. Kecuali Nora! Anak itu tetap berbaring dengan malas sambil memandang langit-langit yang hijau, ia menikmati keempukan rumput yang menjadi alas tempatnya berbaring. Alangkah enaknya bau Pondok Willow, katanya dalam hati. ia memang selalu paling lambat bangun. "Nora! Kalau kau tidak keluar sekarang, nanti tidak punya waktu lagi untuk mandi di danau sebelum sarapan," seru Peggy. Dengan segera Nora bergegas lari ke luar. Alangkah indahnya pagi itu! Cuaca badai sudah menyingkir, meninggalkan lingkungan yang bersih, seperti baru dicuci. Bahkan langit yang biru cerah pun nampak seperti habis dicuci. Air danau biru sekali nampaknya, sebiru langit. Air masih bertetesan dari pepohonan, sisa hujan lebat malam sebelumnya. Rumput dan semak rendah terasa lembab dipijak. "Dunia kelihatannya seperti baru," kata Mike. "Seakan-akan baru pagi ini diciptakan! Yuk- kita mandi-mandi!" Keempat anak itu terjun ke dalam danau. Mike dan Jack bisa berenang. Jack bahkan sangat pandai. Geraknya dalam air sangat gesit. Peggy bisa sedikit-sedikit, tapi Nora belum bisa. Jack berusaha mengajarinya. Tapi Nora anak yang penakut, ia tidak mau masuk ke tempat yang lebih dalam. Peggy yang paling dulu keluar dari air, karena hendak menyiapkan sarapan. Tapi ketika sampai di pantai, ia hanya dapat memandang berkeliling dengan jengkel. "Coba lihat ini!" serunya. "Para pelancong yang kemarin itu mengotori pantai kita!" Anak-anak yang lain bergegas keluar dari dalam danau yang dingin airnya. Sambil mengeringkan tubuh dengan handuk mereka memandang berkeliling di pantai mereka yang kecil, yang selama itu selalu bersih dengan pasirnya yang putih kemilau. Tapi kini keadaannya berubah sama sekali! Di mana-mana nampak kulit jeruk berserakan. Kulit pisang yang coklat karena sudah layu dan basah kena hujan nampak tercampak sembarangan. Sebuah kaleng bekas tempat buah pir, dan dua kardus tempat krim yang sudah kosong tergeletak di atas pasir. Koran yang tercabik-cabik oleh angin nampak melayang-layang. Sebuah kotak rokok melengkapi sampah yang berserakan. Anak-anak sangat marah. Pantai mungil itu kepunyaan mereka, dan mereka sayangi. Mereka selalu berhati-hati agar jangan sampai mengotori tempat itu. Sisa makanan selalu mereka singkirkan baik-baik. Tapi kini sekawanan pelancong sembrono yang hanya sekali saja mampir di situ untuk berpiknik, menyebabkan pantai rapi itu berubah rupa - menjadi tempat sampah yang jorok! "Padahal mereka sudah dewasa!" kata Jack dengan sebal. "Mereka seharusnya kan tahu aturan. Kenapa tidak mereka bawa pergi sampah mereka?" "Orang yang suka meninggalkan sampah di tempat-tempat indah seperti ini adalah orang yang jorok!" kata Peggy sengit, ia nyaris menangis karena jengkel. "Orang baik-baik takkan berbuat begini. Kepingin rasanya memasukkan orang-orang seperti itu ke dalam tong sampah, lalu menimbun mereka dengan segala sampah kotor mereka - lalu tutup tong kuhenyakkan keras-keras di atas kepala mereka!" Anak-anak yang lain tertawa, karena ucapan Peggy itu kocak sekali kedengarannya. Tapi semua merasa marah, melihat pantai mereka dikotori. "Kubereskan saja segala sampah ini, lalu kubakar," kata Mike. "Tunggu dulu!" kata Jack. "Mungkin di antaranya ada sesuatu yang berguna bagi kita." "Apa? Kulit pisang dan jeruk yang sudah keriput?" seru Mike. "Kau kan tidak berniat membuat puding dengan sampah itu, Jack!" "Bukan begitu," kata Jack sambil nyengir, "tapi jika kaleng, karton, dan kotak rokok itu kita simpan di dalam lemari gua kita, nanti kalau ada orang lain datang barang-barang itu kita letakkan di pantai. Jadi apabila orang yang datang itu menemukan bekas-bekas api unggun kita, atau mungkin juga sepotong tali atau benda lain seperti itu - nah, mereka lantas takkan berniat mencari kita, karena menyangka bahwa sampah itu ditinggalkan oleh pelancong lain!" "Itu ide yang bagus, Jack!" seru anak-anak yang lain. "Kau memang pandai memikirkan gagasan cerdik," kata Peggy, yang sementara itu sudah sibuk menyalakan api. Derak-derik nyalanya enak didengar, karena semua sudah lapar. Peggy menuangkan susu untuk dimasak, ia hendak membuat minuman coklat dengannya. Mike memungut kotak rokok, kaleng bekas buah, serta salah satu kardus bekas tempat susu. Kardus dan kaleng dicucinya di danau, lalu ketiga benda itu disimpan dalam rongga di bawah akar. Siapa tahu, mungkin kapan-kapan ada gunanya! Nora datang dengan lima butir telur untuk sarapan. Peggy menggorengnya dengan ikan danau yang dipancing oleh Jack. Bau gorengan itu sedap sekali. "Wah - nyaris saja aku lupa. Daisy masih harus diperah susunya!" kata Jack, ia makan cepat-cepat. Tiba-tiba Nora terpekik. Ia menuding ke belakang Jack. Jack berpaling, ia tercengang, karena melihat Daisy berjalan mendatanginya! "Kau tidak datang pada waktunya untuk memerah, jadi ia saja yang datang kemari!" kata Peggy geli. "Hebat, Daisy! Bayangkan, ia tahu jalan!" 11. NORA MENGALAMI KESULITAN Nampaknya selalu saja banyak pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari di pulau itu. Daisy harus diperah. Ayam-ayam petelur harus diurus. Pancing-pancing harus dipasangi umpan dan diperiksa beberapa kali sehari. Nyala api harus dijaga, jangan sampai padam. Hidangan makanan harus disiapkan, lalu piring dan mangkuk kotor harus dicuci. Pondok Willow harus dibersihkan setiap hari. Aneh, cepat sekali, tempat itu akan nampak acak-acakan, walau keempat anak itu hanya satu jam saja berada di dalamnya. "Aku akan memerah Daisy setiap pagi, sedang Mike melakukannya setiap sore," kata Jack saat sarapan pada suatu pagi. "Nora, kau yang mengurus ayam-ayam kita. Tugasmu bukan saja memberi makan dan minum serta mengumpulkan telur, tapi kau juga harus memperhatikan keadaan pagar kandang. Jangan sampai ayam-ayam mematuk ke luar rumput yang kita sumpalkan pada lubang-lubang yang ada di situ. Jangan sampai kita kehilangan ayam!" "Lalu apa tugas Peggy?" tanya Nora. "ia melakukan tugas yang selebihnya," kata Jack. "Mengawasi api, menyiapkan hidangan, serta membereskan setelah kita selesai makan. Aku yang mengurus pancing-pancingku. Dan ada baiknya jika sekali-sekali seorang dari kita naik ke atas bukit, untuk melihat apakah ada pelancong datang. Rencana kita waktu itu berjalan baik-tapi kita beruntung, masih sempat melihat perahu itu datang. Coba kita tidak melihatnya - pasti akan sudah ketahuan!" "Bagaimana jika kukeluarkan saja perahu dari tempat di mana aku waktu itu menyembunyikannya?" kata Mike sambil meneguk habis minuman coklatnya. "Jangan," kata Jack melarang. "Lebih baik perahu itu selalu kita sembunyikan, kecuali saat kita memerlukannya. Sekarang aku akan memerah Daisy!" Jack pergi. Tidak lama kemudian anak-anak yang lain mendengar bunyi yang menyenangkan. Bunyi susu segar memancar ke dalam panci. Mereka masih belum punya ember susu. Mike dan Jack berniat pergi mengambil malam itu juga! Memerah susu dengan panci dan ketel sebagai tempat menampung, rasanya merepotkan! Peggy membereskan bekas sarapan, lalu pergi mencuci piring. Nora hendak membantunya, tapi kata Peggy lebih baik adiknya itu memberi makan ayam. Karenanya Nora lantas pergi sambil mengeluarkan suara kotekan yang sudah dikenal ayam-ayam betina itu. Mereka lari menyongsongnya, begitu anak itu melangkahi pagar kandang mereka. Nora menebarkan biji jagung. Ayam-ayam itu makan berebut-rebut sambil mengais-ngais tanah. Nora juga menuangkan air untuk minuman mereka. Setelah itu diperhatikannya keadaan pagar. Nampaknya beres! Tapi Nora hanya melihat sambil lalu saja, karena ia ingin pergi mendatangi semak frambus di lereng bukit, untuk melihat apakah sudah ada buahnya yang ranum. Coba ia memperhatikan keadaan pagar dengan lebih teliti seperti yang seharusnya dilakukan olehnya, ia pasti melihat lubang yang lumayan besarnya di situ, karena rumput dan pakis yang semula menyumpal sudah habis dipatuk ayam. Tapi Nora tidak melihat lubang itu. Diraihnya keranjang yang dibuat Peggy dari ranting-ranting halus, lalu pergi. "Kau hendak mencari frambus, Nora?" seru Peggy. "Ya!" jawab Nora. "Kalau begitu petik sebanyak mungkin - nanti kita jadikan hidangan makan siang, dengan krim!" seru Peggy lagi. "Jangan kauhabiskan semua!" "Bantu aku dong!" teriak Nora. Ia tidak begitu senang, disuruh memetik frambus untuk mereka berempat. "Aku masih harus mengambil air di sumber," balas Peggy sambil berseru, "dan setelah itu aku ingin menambal pakaian." Jadi Nora pergi sendiri ke lereng bukit, ia menemukan semak frambus yang kemarin tidak dilihatnya. Banyak sekali buahnya yang sudah ranum. Gadis cilik itu makan dulu sekenyang-kenyangnya. Setelah itu barulah ia mengisi keranjangnya dengan buah-buahan hutan yang manis dan banyak airnya itu. ia mendengar Jack membawa Daisy kembali ke padang rumput di balik pulau, ia mendengar Mike bersiul-siul sambil memotong ranting-ranting pohon willow, supaya ada persediaan tonggak apabila diperlukan. Semua sibuk bekerja dengan riang. Nora duduk di tempat yang terang, ia menyandarkan punggung ke sebuah batu yang mencuat di lereng bukit. Batu itu terasa hangat kena sinar matahari. Nora merasa sangat berbahagia. Danau yang terbentang di bawah nampak sangat biru airnya. Nora bersantai-santai menikmati sinar matahari yang hangat, sampai didengarnya suara Mike memanggil-manggil, "Nora! Nora! Di mana kau? Lama sekali kau pergi!" "Aku datang!" seru Nora, ia berjalan menembus semak frambus, mengitari sisi bukit, merintis belukar, menuju pantai kecil di mana anak-anak yang lain berada. Api unggun sudah dinyalakan oleh Peggy, yang saat itu sedang memasak kelinci hasil tangkapan Jack. "Mana frambusnya?" tanya Jack. "Wah, sekeranjang penuh! Bagus! Sekarang coba kausendok krim dari susu yang ada dalam basi yang di sana itu, Nora. Masukkan dalam botol, lalu bawa kemari. Kurasa krim itu akan cukup banyak untuk kita semua." Tidak lama kemudian mereka sudah menikmati hidangan makan siang. Peggy memang pandai memasak. Tapi yang paling sedap adalah hidangan buah frambus manis yang dituangi krim kental berwarna kuning segar! Anak-anak melahap hidangan itu dengan nikmat! "Tenang sekali ayam-ayam kita hari ini," kata Jack sambil menyendok sisa krimnya. "Sejak mulai makan tadi aku sama sekali tidak mendengar suara mereka berkotek!" "Mereka tidak apa-apa, 'kan?" kata Peggy was-was. "Kulihat saja sebentar," kata Mike, ia meletakkan piringnya ke tanah, lalu pergi ke kandang ayam. Sesampainya di situ ia celingukan. Diangkatnya karung yang terbentang pada beberapa tonggak di salah satu sudut untuk tempat bernaung ayam-ayam itu. Tapi sama sekali tidak ada seekor ayam pun di situ! "Mereka baik-baik saja?" seru Jack dari pantai. Mike berpaling dengan kecut. "Tidak!" balasnya berseru. "Mereka tidak ada di sini. Ayam-ayam kita lenyap!" "Lenyap?!" teriak Jack kaget, ia cepat-cepat berdiri. "Mana mungkin?! Mereka mesti ada di situ!" "Tidak! Mereka hilang!" kata Mike. "Kotekannya pun tidak ada lagi!" Anak-anak yang lain bergegas lari ke kandang ayam. Semua memandang dengan heran bercampur takut, melihat kandang yang kosong. "Mungkinkah tadi ada orang kemari, lalu mengambil mereka?" kata Peggy. "Tidak!" tukas Jack. "Coba lihat ini! ini alasannya, kenapa ayam-ayam kita menghilang!" Ditudingnya sebuah lubang yang terdapat pada pagar kandang itu. "Lihatlah lubang itu! Mereka minggat lewat situ - dan sekarang entah di mana mereka berada!" "Aku tidak mendengar mereka pergi tadi," kata Peggy. "Tadi kan cuma aku sendiri yang ada di sini. Mestinya mereka keluar ketika aku pergi mengambil air!" "Kalau begitu lubang itu mestinya sudah ada ketika Nora memberi makan pada mereka tadi pagi," kata Jack. "Kau ini bagaimana, Nora? Kenapa kau begitu ceroboh? Bukankah tadi kukatakan bahwa kau harus memeriksa pagar ini dengan seksama setiap kali kau memberi makan ayam, untuk meyakinkan bahwa semuanya masih beres? Dan ini, baru saja sekali kau melakukan tugas itu, sudah kaubiarkan ayam-ayam kita lari! Kau memang keterlaluan!" "Padahal ayam-ayam itu berharga sekali untuk kita," keluh Peggy. Nora menangis. Tapi anak-anak yang lain tidak merasa kasihan padanya. Mereka sangat kecewa karena kehilangan ternak petelur itu. Mereka mulai mencari di sekitar situ, karena siapa tahu, mungkin saja ayam-ayam itu bersembunyi tidak jauh dari kandang mereka. Mora menangis semakin keras. Akhirnya Jack hilang kesabarannya. "Hentikan kecengenganmu itu! Seperti bayi saja, merengek-rengek!" tukasnya. "Tidak bisakah kau ikut mencari?" "Kau tidak boleh bicara begitu padaku!" kata Mora sambil menangis. "Aku bicara padamu semau hatiku," balas Jack. "Aku kapten di sini, dan kau harus mematuhi perintah. Jika seorang dari kita berbuat ceroboh, semuanya akan menderita karenanya - dan aku tidak suka hal itu terjadi! Ayo, berhenti menangis dan bantu kami mencari ayam-ayam itu!" Kini Mora ikut mencari. Tapi tangisnya tidak berhenti, ia merasa sedih dan malu. Tidak enak rasanya apabila semua marah padanya, dan tidak mau berbicara dengannya. Air mata Mora bercucuran, sehingga sukar baginya untuk melihat. "Yah, mereka tidak ada di sekitar sini," kata Jack kemudian. "Sebaiknya sekarang kita memencar, berusaha menemukan mereka. Mungkin mereka berkeliaran di balik pulau. Kita mencari di tempat yang berlain-lainan. Kau ke sana, Peggy, sedang aku akan mencari di tempat Daisy." Keempat anak itu memencar. Masing-masing pergi mencari ke arah yang berbeda, sambil berseru-seru memanggil ayam-ayam dengan suara lantang. Mora mencari ke arah yang ditentukan oleh Jack. Ia juga berjalan sambil memanggil-manggil. Tapi tidak ada ayam yang datang. Di manakah ternak itu? Sibuk sekali mereka siang itu, mencari ayam-ayam yang hilang! Benar-benar aneh - kenapa tidak seekor pun bisa ditemukan. Jack bingung karenanya. Keenam unggas itu tidak ada di bukit. Mereka juga tidak ada di dalam gua kecil tempat mereka disembunyikan oleh Jack sehari sebelumnya. Anak itu memeriksa ke sana, tapi ayam-ayam itu ternyata tidak ada di tempat itu. Mereka juga tidak ada di dalam semak frambus. Mereka tidak ada di lapangan tempat Daisy merumput. Di bawah belukar juga tidak ada. Keenam ayam itu seakan-akan menghilang dengan begitu saja! Semakin sore, perasaan Nora semakin bertambah gundah, ia merasa tak mampu menghadapi anak-anak yang lain, apabila ayam-ayam itu tidak ditemukan. Nora membuat lubang persembunyian di tengah semak pakis yang lebat lalu meringkuk di situ, sambil memperhatikan yang lain-lain kembali ke perkemahan untuk makan malam. Mereka sudah lapar sekali, karena tidak sempat makan sore. Mereka juga sangat haus, karena tidak minum selama mencari. Nora juga haus dan lapar - tapi ia tidak berani menggabungkan diri dengan yang lain-lain saat itu. Tidak - lebih baik ia tetap tinggal di tempatnya seorang diri, daripada duduk bersama Mike, Jack, dan Peggy yang pasti masih marah. "Yah - ayam-ayam kita lenyap!" kata Mike ketika menggabungkan diri kembali dengan Jack, menuruni bukit menuju pantai. "Aneh!" kata Jack. "Mustahil mereka terbang dari pulau ini." "Kejadian ini benar-benar tidak enak," kata Peggy. "Kita memerlukan telur mereka sebagai pelengkap makanan kita." Mora duduk seorang diri di tengah semak pakis, ia bermaksud akan tidur di situ malam itu. Perasaannya sedih. Rasanya tak mungkin bisa bahagia lagi. Anak-anak yang lain duduk mengelilingi api, sementara Peggy menyiapkan minuman coklat susu serta membagi-bagikan puding yang dibuatnya dari beras. Mereka bertiga agak bingung, karena Mora tidak muncul-muncul. "Sebentar lagi pasti kembali," kata Peggy menduga. Ketiga anak itu makan tanpa banyak berbicara. Tidak lama kemudian mereka mendengar bunyi yang sangat menyenangkan. Ya - mereka mendengar suara berkotek-kotek! Suara itu sesaat kemudian disusul oleh keenam ekor ayam betina, yang berjalan dengan tenang ke pantai! Ketiga anak yang ada di situ hanya bisa memandang sambil melongo! "Ke mana saja kalian tadi, ayam-ayam bandel?" seru Jack. "Kami sampai setengah mati mencari!" "Kokkokkokpetok," jawab seekor ayam dengan bahasanya sendiri. Berkotek-kotek! "Ya, ya - kalian tahu sekarang sudah waktunya kalian mendapat makan, dan karena itu kalian datang," kata Jack, ia menoleh ke arah Mike dan Peggy. "He, bagaimana jika mereka ini setiap hari kita lepaskan dari kandang - ah, lebih baik jangan! Itu tidak bisa, karena nanti mereka bertelur di sembarang tempat!" "Kuberi makan saja mereka sekarang," kata Peggy, ia menaburkan biji jagung. Ayam-ayam itu mematuk-matuk makanan mereka itu dengan lahap. Mereka diam saja ketika setelah itu Mike dan Jack memasukkan mereka ke dalam kandang yang sudah dibetulkan pagarnya. Keenam ayam betina itu bertengger dengan perasaan puas di tenggeran yang dibuatkan di satu sudut. "Kita harus memberi tahu Nora bahwa ayam-ayam sudah kembali," kata Jack. Ketiga anak itu naik ke lereng bukit sambil memanggil-manggil. "Nora! Nora! Di mana kau?" Tapi Nora tidak mau menjawab! Anak itu semakin meringkuk di tengah pakis. Mudah-mudahan saja aku tidak mereka temukan, harapnya dalam hati. Tapi tahu-tahu Jack melihatnya meringkuk di situ. "Ah - di situ kau rupanya!" seru Jack dengan gembira. "Ayam-ayam kita sudah kembali semua, Nora! Rupanya mereka tahu bahwa sekarang sudah saatnya mereka diberi makan! Yuk - kau masih harus makan. Kami sengaja menyisakan untukmu." Mora mengikuti Jack, kembali ke pantai. Peggy mencium adiknya sambil berkata, "Kau tidak perlu lagi cemas. Urusannya sudah beres. Ayam-ayam kita sudah kembali dengan selamat." "Bagaimana jika aku saja yang mengurus mereka setiap hari, menggantikan Mora?" tanya Mike pada Jack. Tapi yang ditanya menggeleng. "Jangan," kata Jack. "Itu tugas Mora - dan lihat saja nanti, mulai sekarang ia pasti akan melakukannya dengan baik sekali. Ya kan, Mora?" "Ya, aku berjanji, Jack," kata Mora sambil makan puding. Perasaannya kini sudah jauh lebih enak. "Aku menyesal, kenapa tadi begitu ceroboh." "Sudahlah, jangan kaujadikan pikiran," kata anak-anak yang lain serempak. Mereka mengatakannya dengan tulus, karena ketiga-tiganya baik hati dan saling suka-menyukai. "Tapi aku ingin tahu," kata Peggy, ketika ia sedang mencuci tempat makanan yang kotor bersama Mora, "di manakah ayam-ayam tadi bersembunyi, sampai kita tidak bisa menemukan mereka?" Pertanyaan itu tidak lama kemudian sudah terjawab, karena ketika Mike masuk ke Pondok Willow untuk mengambil sesuatu, ia melihat tiga butir telur di tengah rumput kering yang terhampar di situ. Dipungutnya telur-telur itu, lalu dibawanya lari ke tempat anak-anak yang lain. "Ayam-ayam cerdik itu tadi rupanya bersembunyi di dalam pondok kita!" serunya sambil mengangkat ketiga butir telur itu tinggi-tinggi. "Wah!" kata Jack, ia tercengang. "Bayangkan, kita repot mencari ke mana-mana - padahal ayam-ayam bandel itu ada di dekat sini! 12. GUA-GUA DI LERENG BUKIT Hari demi hari berlalu. Anak-anak sudah terbiasa dengan hidup mereka yang leluasa dan menyenangkan di pulau mereka. Pada suatu malam Jack dan Mike pergi ke darat dengan perahu. Mereka mengambil ember susu yang sudah tidak dipakai lagi di pertanian Bibi Harriet, serta sayur-mayur dari dalam kebun. Buah prem juga sudah banyak yang ranum. Keduanya memetik buah-buahan itu sampai seember penuh. Peggy dan Nora pasti senang jika melihat mereka kembali dengannya! Sekarang akan lebih mudah memerah Daisy, karena sudah ada ember untuk menampung susu. Peggy membersihkan tempat itu sebelum dipakai, karena kotor sekali. Ember yang penuh dengan susu perahan ditaruh di tengah mata air yang menyembur dari lereng bukit dan mengalir ke danau. Air yang sedingin es itu mendinginkan susu sehingga tidak menjadi masam, walau hari sedang sangat panas. Jack mengambil kotak-kotak berisi benih yang dibawanya dari pertanian kakeknya. Kotak-kotak itu ditunjukkannya pada anak-anak yang lain. "Lihatlah," katanya, "ini benih selada - dan ini benih lobak, mosterd dan seledri - dan ini benih kacang polong! Saat ini sebenarnya sudah terlambat untuk menanam kacang, tapi kalau melihat kesuburan tanah di pulau ini, kurasa benihnya akan cepat sekali tumbuh sehingga tahun ini juga kita masih bisa memetik buahnya!" "Sedang benih-benih lainnya akan cepat sekali tumbuh," kata Peggy. "Asyik! Dalam hawa sepanas sekarang ini selada pun akan cepat sekali tumbuh - asal kita rajin menyirami." "Di mana kita menanamnya?" tanya Mike. "Sebaiknya di petak-petak kecil, di berbagai tempat," kata Jack. "Soalnya jika kita membuat petak yang besar sehingga merupakan kebun sayuran, nanti jika ada orang kemari mencari kita, begitu melihat kebun kita mereka pasti akan tahu bahwa di sini ada orang! Tapi jika kita menanam sedikit-sedikit secara terpencar, dengan mudah kita bisa menutupi tanaman kita itu dengan rumput padang, jika ada orang datang kemari!" "Jack selalu ada saja akalnya," kata Nora. "Aku akan membantu menggali dan menanam, Jack." "Kita semua bekerja bersama-sama," kata Jack. Anak-anak lantas berangkat mencari tempat-tempat yang baik untuk ditanami, lalu menggali tanah di situ untuk menanamkan benih-benih mereka yang berharga. Peggy yang diserahi tugas menyirami tanaman itu setiap hari. ia juga harus mengawasi, jangan sampai benih yang tumbuh terdesak oleh tumbuhan liar. "Kehidupan kita semakin- maju," kata Nora dengan puas. "Setiap hari menikmati susu serta krim, telur juga setiap hari, buah frambus kapan saja kita mau, lalu selada, mosterd, seledri, dan lobak yang sebentar lagi sudah bisa dipetik!" Jack menanam benih kacang polong di bidang-bidang tanah terbuka di kaki suatu semak berduri yang tumbuh seperti pagar. Katanya sulur-sulur tanaman kacang nanti akan bisa merambati semak itu, sehingga orang yang datang mungkin takkan memperhatikannya. Benih yang sudah disemaikan dirawat dengan seksama sampai tumbuhannya sudah cukup kuat dan. tinggi, dan sulur-sulurnya mulai melilit batang-batang semak yang ada di dekat situ. Setelah itu Peggy membiarkan tanaman itu tumbuh sendiri. Hanya sekali-sekali saja ia menyirami, jika dianggapnya perlu. Anak-anak mulai sulit mengingat hari, walau Jack berusaha mencatatnya. Kadang-kadang mereka mendengar bunyi lonceng gereja berdentang, apabila angin sedang bertiup dari darat ke pulau. Dengan begitu mereka mengetahui bahwa itu hari Minggu. "Kita harus mengusahakan agar hari Minggu merupakan saat istirahat yang tenang," kata Mike. "Di sini kita tidak bisa ke gereja - tapi kita masih bisa mengusahakan agar hari Minggu merupakan hari baik. Kalian mengerti kan, maksudku?" Karenanya mereka berusaha tenang setiap hari Minggu. Saat itu suasana di pulau benar-benar tentram. Tapi hari-hari lainnya berlalu tanpa diketahui dengan pasti. Anak-anak tidak bisa membedakan apakah suatu hari adalah hari Selasa, Kamis, atau Rabu! Tapi Jack selalu memberi tahu apabila hari Minggu tiba. Itu satu-satunya hari yang mereka ketahui dengan pasti. Menurut Nora hari itu lain rasanya. Pulau mereka seakan-akan tahu kapan hari Minggu, karena saat itu suasana berubah, menjadi lebih tenang dan damai. Suatu hari Jack mengatakan bahwa mereka perlu menjelajahi gua-gua yang terdapat di lereng bukit. "Jika kapan-kapan ada orang kemari mencari kita - dan kemungkinan itu selalu ada - kita harus tahu di mana bisa bersembunyi," katanya. "Kita harus menyusun rencana dengan rapi! Mereka yang mencari kita pasti takkan duduk-duduk saja di pantai seperti yang dilakukan para pelancong waktu itu. Mereka tentu akan mencari-cari ke segala penjuru pulau ini." "Kalau begitu hari ini saja kita melakukan penjelajahan ke gua-gua," kata Mike. "Sebentar - kuambil dulu lentera kita." Sambil memegang lentera, Jack mendului masuk ke dalam gua. ia mengantungi korek api, untuk menyalakan lentera apabila sudah perlu nanti. Anak-anak menemukan tiga mulut gua di lereng bukit. Satu di antaranya kecil, yaitu tempat mereka menyembunyikan ayam-ayam betina ketika para pelancong datang. Gua kedua agak besar. Sedang yang ketiga mulutnya sangat sempit. Mereka nyaris tidak bisa memasukinya. "Kita masuk lewat mulut gua yang paling besar," kata Jack, ia masuk, setelah lentera dinyalakan. Aneh rasanya masuk ke dalam gua yang dingin dan lembab, karena udara di luar hangat kena sinar matahari musim panas. Nora agak menggigil, ia merasa aneh, berada di dalam gua gelap. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya jalannya saja yang merapat pada Mike. Jack mengangkat lentera tinggi-tinggi, untuk menerangi segala penjuru gua. Rongga dalam bukit itu lapang. Tapi tak berguna sebagai tempat persembunyian, karena segala sudutnya dapat dilihat dengan mudah. Di sana-sini nampak sarang labah-labah. Tercium bau pengap. Itu bau kelelawar yang bersarang di situ. Mike menyusuri dinding gua sambil meneliti dengan seksama. Di bagian paling belakang dari rongga itu ia menemukan sesuatu yang aneh. Dinding gua di situ retak. Retakan itu membujur ke bawah, mulai dari ketinggian sekitar dua meter sampai ke alas gua. Lebarnya sekitar setengah meter. Dilihat sepintas lalu retakan itu nampaknya seperti dangkal. Tapi ketika diamati lebih teliti, ternyata di belakangnya ada lorongt sempit yang berkelok-kelok. Lorong itu tidak nampak dari luar, karena terletak di balik batu padas yang mencuat. "Coba lihat ini!" seru Mike bersemangat "Di sini ada lorong, di tengah batu padas bukit Ayo, Jack, bawa lentera itu kemari. Aku ingin tahu, berapa dalam lorong ini." Jack mengangkat lentera yang dipegangnya. Anak-anak melihat lorong yang agak tersembunyi, yang jalan masuknya merupakan retakan di dinding gua. Jack menyusup masuk ke dalam retakan itu, lalu berjalan beberapa langkah ke dalam lorong. "Ayo!" serunya mengajak. "Tidak berbahaya, karena udara di sini segar baunya! Lorong ini nampaknya menuju ke suatu tempat!" Anak-anak yang lain menyusul masuk sambil bergegas-gegas. Wah - petualangan ini mengasyikkan! Lorong yang mereka lewati berkelok-kelok. Anak-anak kadang-kadang harus melangkahi batu-batu serta tumpukan tanah longsor. Di beberapa tempat ada akar-akar pohon terjulur di atas kepala mereka. Lorong itu kadang-kadang sangat sempit Tapi masih bisa dilewati. Akhirnya mereka sampai di ujungnya. Jack yang berjalan di depan melihat bahwa lorong itu berakhir di sebuah gua yang lebih besar lagi. Letaknya pasti di tengah perut bukit! Jack menjunjung lenteranya, lalu memandang berkeliling. Gdara di situ berbau segar. Kenapa bisa begitu? "Lihatlah!" seru Nora, ia menuding ke atas. "Aku melihat cahaya!" Benarlah! Jauh di atas kepala mereka nampak sinar terang menembus ke dalam rongga gua yang gelap. "Kurasa itu liang kelinci. Kelinci itu menggali di atas, dan tahu-tahu sampai di gua ini," katanya menebak. "Yah - pokoknya ada udara segar masuk kemari." Dari rongga besar itu ada lagi lorong rendah yang menuju ke gua lain, di sebelah kanan. Lorong itu sangat rendah. Anak-anak terpaksa merang-kak-rangkak ketika melewatinya. Mereka tercengang ketika melihat bahwa gua itu ternyata rongga yang mulutnya sangat sempit di lereng bukit. "Lumayan juga hasil penjelajahan kita," kata Jack. "Kita sudah mengetahui bahwa gua besar yang pertama dihubungkan oleh sebuah lorong dengan gua lain yang lebih besar di perut bukit - dan dari gua yang lebih besar itu kita bisa sampai ke gua kecil ini, yang mulutnya terdapat di sisi bukit. Dan mulut gua ini sangat sempit, sehingga orang dewasa takkan mungkin bisa menyusup masuk ke dalam." "Bagaimana dengan gua, di mana kita waktu itu menyembunyikan ayam-ayam kita?" tanya Nora. "Rupanya gua itu terpisah - tidak berhubungan dengan kedua gua yang lain," kata Jack. "Tapi sebaiknya kita periksa saja, untuk memastikannya." Keempat anak itu keluar dengan susah payah lewat mulut gua yang sangat sempit, lalu menuju ke gua ayam. Ternyata gua itu rongga biasa saja yang tidak tinggi. Bau kelelawar sangat keras di situ. Anak-anak keluar lagi. Mereka duduk di lereng bukit, di tempat yang terang. Enak rasanya duduk sambil menikmati kehangatan sinar matahari, setelah berada di dalam gua yang gelap dan dingin. "Coba dengar sebentar," kata Jack serius. "Gua-gua itu akan sangat berguna bagi kita apabila ada orang datang mencari. Misalnya saja, Daisy bisa kita sembunyikan di dalam gua besar yang ada di sebelah dalam bukit." "Mana mungkin sapi itu mau disuruh melewati lorong sempit berkelok-kelok itu, Jack," bantah Peggy. "ia pasti mau," kata Jack yakin, "ia pasti mau ikut denganku. Daisy akan mulai berlatih bolak-balik melewati lorong itu, sehingga nanti tidak apa-apa lagi apabila tiba saatnya ia benar-benar harus bersembunyi selama beberapa jam di dalam. Tak ada gunanya menyembunyikannya di dalam gua sebelah dalam, apabila ia nanti melenguh keras-keras di situ!" "Betul," kata Mike sambil mengangguk. "Daisy perlu berlatih dulu. Kurasa ayam-ayam kita juga bisa dimasukkan ke sana, 'kan?" "Tentu saja," kata Jack. "Dan kita juga!" "Hanya perahu dan pondok kita saja yang tidak bisa kita bawa ke dalam," kata Mike. "Perahu kita takkan bisa ditemukan di bawah ranting-ranting yang terjulur sampai ke air," kata Jack. "Dan kurasa takkan ada orang lain yang bisa menemukan Pondok Willow, karena kita membangunnya di tengah-tengah hutan yang begitu lebat. sehingga kalau kita hendak masuk ke situ pun harus dengan susah payah! Orang dewasa takkan mungkin bisa menembusnya. Kita sendiri sebentar lagi mungkin akan terpaksa memanjat pohon dulu lalu meloncat dari atas ke dalam pondok, apabila belukar dan pepohonan di sekitarnya tumbuh lebih lebat lagi dari sekarang!" "Kepingin rasanya ada orang datang!" kata Peggy bergairah. "Kan asyik, menyembunyikan diri nanti!" "Tapi jangan lupa, banyak yang harus dikerjakan begitu kita melihat ada orang datang!" "Apakah tidak sebaiknya kita menyusun rencana dari sekarang?" kata Mike mengusulkan. "Dengan begitu apabila tiba saatnya, semua sudah tahu apa yang harus dikerjakan." "Betul," kata Jack. "Nah, urusan dengan Daisy biar aku saja yang melakukannya. Kujemput saja sapi itu sekarang. Mike, kau yang mengurus ayam-ayam. Masukkan mereka ke dalam karung, lalu kauangkut langsung ke dalam gua sebelah dalam. Peggy, kau memadamkan api kita, lalu tebarkan ranting-ranting yang angus. Kau juga harus menyerakkan kotak rokok, kaleng bekas buah, serta kotak karton kosong bekas tempat susu, supaya nampak kesan seolah-olah ada pelancong yang pernah datang kemari. Jadi jika para pencari menemukan bekas-bekas api unggun atau salah satu benda lain, mereka takkan merasa curiga." "Lalu aku - apa tugasku?" tanya Nora. "Kau ke mata air, Nora," kata Jack. "Ambil ember berisi susu yang kita dinginkan di situ, lalu kaubawa ke gua. Sebelum itu serakkan rumput padang menutupi benih sayuran kita yang sudah mulai tumbuh. Dan kau, Peggy, usahakan agar tempat penyimpanan kita yang di bawah akar pohon tidak kelihatan dari luar. Tutupi dengan pakis atau barang lain." "Siap, Kapten!" kata Peggy. "Kini kita masing-masing sudah mendapat tugas - tapi tugasmu yang paling berat, Jack! Aku tidak ingin harus menyembunyikan Daisy ke dalam gua, melewati lorong sempit itu! Bagaimana jika di tengah jalan ia tidak bisa terus?" "Itu tidak mungkin," kata Jack. "Daisy tidak segemuk itu! O ya, sebaiknya kita menaruh beberapa mangkuk dalam gua serta sedikit rumput padang, untuk berjaga-jaga kalau kita terpaksa sampai berjam-jam bersembunyi di situ. Dengan begitu kita nanti bisa minum susu, serta ada alas empuk tempat merebahkan diri." "Sebaiknya kita taruh beberapa batang lilin di mulut gua," kata Peggy. "Tidak enak rasanya berada di dalam ruang yang gelap gulita." "Begini sajalah," kata Jack setelah berpikir sebentar. "Kita jangan keluar-masuk ke gua besar di dalam lewat lorong sempit dari gua besar yang di sebelah depan. Tidak! Kita keluar-masuk lewat gua sempit yang begitu sulit dimasuki. Jika kita selalu masuk lewat gua yang lebih besar, pasti nanti ada bekas-bekas kita di situ, sehingga bisa ketahuan! Kalau Daisy, apa boleh buat - aku harus menuntunnya lewat situ." "Gua-gua itu pasti nyaman ditinggali saat musim dingin nanti," kata Peggy. "Kita tinggal di gua sebelah luar, sedang barang-barang kita disimpan di gua sebelah dalam. Dengan begitu kita aman dari gangguan cuaca buruk." "Kita ini benar-benar mujur," kata Nora. "Punya rumah bagus terbuat dari pepohonan untuk tempat tinggal musim panas - sedang untuk musim dingin ada rumah gua!" "Musim dingin masih jauh," kata Jack. "Eh - ngomong-ngomong, perutku sudah lapar! Bagaimana jika kau menggorengkan telur untuk kita semua, Peggy, sementara Mike pergi memetik buah frambus?" "Yuk!" seru Peggy, lalu berlari menuruni bukit, ia merasa lega, meninggalkan gua-gua yang gelap dan suram di lereng. 13. SUASANA MUSIM PANAS Tidak ada yang datang mengganggu keasyikan anak-anak itu. Mereka hidup tentram di pulau terpencil itu - bermain-main, bekerja, makan dan minum, mandi-mandi. Mereka bisa berbuat semau mereka, tapi tanpa melupakan tugas-tugas yang perlu dikerjakan agar segala-galanya berjalan beres. Kadang-kadang Jack dan Mike pergi malam-malam naik perahu untuk mengambil berbagai hal yang mereka perlukan dari pertanian kakek Jack, atau dari tempat Bibi Harriet. Suatu malam Mike berhasil menyusup masuk ke dalam rumah bibinya, mengambil beberapa potong pakaian untuknya sendiri dan untuk kedua saudaranya. Beberapa gaun untuk Peggy dan Nora, sedang untuknya sendiri selembar mantel dan celana pendek. Urusan pakaian agak merepotkan anak-anak yang hidup di pulau terpencil itu, karena yang dikenakan sudah sangat kotor dan robek-robek. Peggy dan Nora selama itu tidak bisa mencuci atau menambal pakaian mereka, karena tidak punya ganti. Jack memetik buah-buahan dari pertanian kakeknya, yang rupanya masih juga belum berhasil dijual. Kecuali itu ia juga mengambil kentang dan lobak dalam jumlah yang lumayan banyaknya. Mereka di pulau tidak kekurangan makanan, karena ada telur, kelinci dan ikan, sedang susu tersedia lebih dari mencukupi setiap hari. Benih yang disemaikan tumbuh dengan cepat Anak-anak sangat bangga ketika suatu hari Peggy sudah bisa memetik tanaman mosterd, seledri, dan selada yang merupakan panen pertama, lalu meramunya menjadi hidangan sayur segar yang dimakan dengan telur rebus! Lobak hasil tanaman mereka juga sangat enak. Rasanya begitu pedas, sehingga air mata Jack sampai keluar ketika memakannya! Segala-galanya tumbuh begitu cepat dan subur di pulau kecil itu. Tanaman kacang polong sementara itu sudah mencapai puncak belukar tempat rambatannya. Jack memotong ujung-ujungnya yang teratas, supaya bagian sebelah bawahnya tumbuh subur. "Ini supaya kita tidak memerlukan tangga apabila hendak memetik kacangnya nanti," katanya. "Wah-coba lihat bunga-bunganya. Pasti banyak kacang kita nanti!" "Baunya harum," kata Nora sambil mengendus bau bunga tanaman kacang itu. "Kacangnya sendiri akan lebih enak rasanya!" kata Jack. Cuaca benar-benar cerah, karena musim panas saat itu sangat indah. Anak-anak tidur di luar, di 'kamar tidur hijau' mereka yang tersembunyi letaknya di balik lindungan semak belukar lebat, Hamparan rumput padang dan pakis harus diganti setiap minggu, karena sudah pipih tertindih anak-anak itu, sehingga tidak enak lagi berbaring di atasnya. Tapi pekerjaan itu sangat menyenangkan. Anak-anak suka melakukannya. "Wah - warna kulit kita sudah coklat sekali sekarang," kata Mike pada suatu hari, ketika mereka sedang duduk-duduk mengitari api unggun di pantai sambil makan lobak dengan kentang yang direbus dengan kulitnya. Keempat anak itu saling tengok-menengok. "Kita sudah secoklat buah ceri," kata Nora. "Ceri apa?" kata Mike. "Aku belum pernah melihat ceri berwarna coklat Semuanya merah!" "Kalau begitu kita secoklat buah pohon ek," kata Nora. Kenyataannya memang begitu. Tungkai, lengan, muka, leher, lutut mereka - seluruhnya sudah sangat coklat Mereka juga sudah gemuk, karena walau hidangan yang dimakan setiap hari agak aneh, tapi mereka banyak menikmati krim susu yang bergizi tinggi. Kehidupan di pulau kecil itu tenang. Tapi ada juga keasyikan di situ. Setiap minggu Jack menuntun Daisy ke gua. Disuruhnya sapi betina yang malang itu masuk ke gua sebelah dalam, melewati lorong sempit yang berkelok-kelok. Mulanya Daisy tidak mau. ia mengeluh dan menguak, meronta, bahkan menendang-nendang. Tapi Jack bersikap teguh. Dengan ramah dituntunnya sapi itu ke dalam. Ketika sudah tiba di gua dalam perut bukit, Daisy diberinya makan lobak segar yang dipetik malam sebelumnya di pertanian kakeknya. Daisy senang diberi makanan lobak, ia mengunyahnya dengan lahap. Kemudian ia tidak meronta-ronta lagi, apabila dituntun ke luar gua lewat lorong yang sama. Ketika ia dituntun kembali ke dalam untuk kedua kalinya, ia masih meronta sedikit. Tapi kini tanpa menendang-nendang. Lenguhannya juga tidak senyaring kali yang pertama. Dan ketika untuk ketiga kalinya dituntun, ia malah dengan segera menurut, karena tahu bahwa ada lobak menunggunya di dalam gua. Saat keempat kalinya ia sudah mau masuk sendiri. "Jika Daisy masih bertambah gemuk lagi, ada kemungkinan ia tidak bisa lagi melalui lorong sempit ini, Jack," kata Mike yang mengikuti dari belakang. "Untuk apa kita memikirkan kesulitan yang belum tentu timbul," kata Jack dengan sikap riang. "Pokoknya, yang penting Daisy sekarang sudah mau masuk sendiri ke dalam gua. ia takkan ribut-ribut apabila tiba saatnya ia harus cepat-cepat dimasukkan ke situ." Bulan Juli sudah lewat. Kini bulan Agustus. Hawa semakin panas. Beberapa kali turun hujan lebat disertai badai kilat. Selama beberapa malam anak-anak tidur di Pondok Willow. Jack sebetulnya mengusulkan agar lebih baik tidur di gua saja. Tapi semua kemudian berpendapat bahwa hawa di situ pasti pengap dan panas. Dengan demikian mereka memilih tidur di pondok. Mereka merasa aman di situ, karena dinaungi atap hijau yang tebal, serta dinding kokoh yang lubang-lubangnya disumbat dengan rumput padang. Buah frambus banyak sekali yang sudah ranum, sampai ratusan. Buah arbei liar pun mulai bermunculan di tempat-tempat teduh. Buah itu tidak kecil-kecil seperti sering ditemukan anak-anak di sekitar pertanian, tapi besar-besar, manis dan banyak airnya. Buah arbei liar itu bahkan lebih enak daripada yang dipelihara di dalam kebun. Rasanya nikmat sekali jika dimakan dengan krim. Buah bram di semak-semak yang terdapat di mana-mana mulai bermatangan. Mulut anak-anak selalu berlumur air, karena sambil melakukan berbagai pekerjaan, mereka selalu asyik memetik. Jack memetik buah bram dalam perjalanan ke balik pulau untuk memerah Daisy. Begitu pula halnya dengan Mike. Peggy memetik buah itu sambil pergi mengambil air. Sedang Nora melakukannya sambil pergi ke kandang ayam. Buah-buahan liar berkulit keras pun mulai masak. Tapi belum bisa dipetik. Jack sudah ingin cepat-cepat memetik. Ia pergi memeriksa tanaman kacang polong. Ternyata sudah bisa dipanen! Sulur-sulur tanaman yang meliliti semak belukar penuh dengan kacang, dan nampak menghijau di sela-sela bunga semak arbei dan bram. "Kita makan kacang polong hari ini!" seru Jack dengan gembira. Diambilnya salah satu keranjang yang dibuat oleh Peggy dari ranting-ranting pohon willow. Dengan segera keranjang itu sudah penuh diisinya dengan kacang. Pada suatu hari Jack teringat bahwa di lapangan sebelah ujung pertanian kakeknya tumbuh jamur yang bisa dimakan. Dan pada suatu pagi saat akhir bulan Agustus ia pergi naik perahu bersama Mike, untuk mencari jamur di tempat itu. Pagi itu sangat indah. Mike ingin Peggy dan Nora bisa ikut. Tapi di pihak lain, jika mereka beramai-ramai pergi, jangan-jangan nanti dilihat orang. Saat itu matahari baru saja terbit di timur. Kubah langit berwarna keemasan. Burung-burung memperdengarkan kicauan mereka yang riang. Embun tebal menyelubungi rerumputan. Mike dan Jack tidak memakai sepatu. Kaki mereka basah kena embun. Tapi keduanya tak peduli. Sinar matahari pagi terasa hangat. Alam sekeliling mereka nampak hijau, sementara langit yang biru diselaputi warna keemasan. "Jamur!" kata Jack dengan gembira, sambil menunjuk ke suatu tempat di mana nampak beberapa tumbuhan jamur. "Lihatlah - masih segar, baru tadi malam tumbuh. Yuk - kita isi karung kita dengannya!" Di padang itu cukup banyak tumbuh jamur. Jack memetik yang kecil-kecil, ia tahu, jamur yang besar tidak begitu enak rasanya, dan mungkin bahkan sudah berulat. Dalam waktu setengah jam saja karung kecil yang mereka bawa sudah penuh. Kedua anak laki-laki itu menyelinap lewat padang-padang yang cerah disinari matahari, menuju tempat perahu mereka ditambatkan. "Akan sedap sarapan kita pagi ini!" kata Jack sambil nyengir puas. Dan hidangan sarapan ternyata memang nikmat. Telur goreng dengan jamur, disambung dengan arbei liar yang diguyur krim! Peggy dan Nora pergi memetik buah arbei saat kedua anak laki-laki itu berangkat mencari jamur. Sementara itu Nora sudah cukup pandai berenang, ia berlatih setiap hari bersama Peggy di danau, sampai Jack menilai bahwa mereka sudah sama pandai berenang seperti dirinya sendiri serta Mike. Kedua anak perempuan itu dengan segera sudah merasa biasa berada di dalam air. Setiap hari mereka mandi-mandi di danau, sambil bermain-main dengan gembira. Meriah sekali suasananya, penuh dengan teriakan dan pekik jerit gembira. Jack sangat mahir berenang di bawah air. Berulang kali ia tiba-tiba menyelam, dan tahu-tahu muncul di sisi salah seorang teman, sambil memegang kaki anak itu. Bukan main asyiknya! Kemudian datang cuaca buruk selama beberapa hari berturut-turut Pulau itu nampak berubah ketika matahari tidak nampak dan hujan gerimis membasahi permukaannya. Air danau saat itu sangat dingin - hampir sedingin air es. Nora tidak menyukai cuaca seperti itu. ia tidak suka pergi memberi makan ayam di tengah hujan yang turun. Dimintanya Peggy pergi menggantikannya. Tapi Jack mendengar permintaannya itu. ia marah-marah. "Kau tidak boleh bersikap pemilih," katanya pada Nora. "Memang gampang saja bekerja dengan gembira apabila matahari bersinar cerah - tapi kau harus tetap melakukan tugas sambil tersenyum apabila cuaca kebetulan sedang buruk!" "Siap, Kapten!" kata Nora. Ia sudah belajar untuk tidak lagi bersikap cengeng. Setelah itu ia berangkat dengan gembira untuk memberi makan ayam, walau tetesan air hujan membasahi tengkuk dan mengalir dingin di sepanjang punggungnya. Keempat anak itu merasa bosan apabila harus terus mengurung diri di dalam Pondok Willow saat hujan turun. Semua buku dan surat kabar yang mereka bawa sudah mereka baca semua. Melakukan berbagai permainan memang mengasyikkan, tapi kalau terus-menerus sepanjang hari rasanya lama-kelamaan membosankan juga. Hanya Peggy saja yang tidak begitu mempedulikan cuaca buruk - karena selalu banyak jahitan yang harus dikerjakan olehnya. Anak-anak yang lain diajarinya cara menganyam keranjang dari ranting-ranting willow. Keranjang-keranjang itu tidak tahan lama, jadi selalu saja diperlukan yang baru. Mike, Jack, dan juga Nora senang menganyam berbagai jenis keranjang. Tidak lama kemudian mereka sudah banyak keranjang, siap untuk dipakai apabila cuaca sudah cerah lagi. Kemudian matahari muncul kembali. Anak-anak berbaring di rumput, menikmati sinarnya yang hangat. Ayam-ayam betina melebarkan sayapnya yang lembab sambil berkotek-kotek dengan riang. Daisy muncul dari bawah pohon tempatnya berteduh. Sapi betina itu melenguh-lenguh kesenangan. Alam nampak ceria kembali. Anak-anak bersorak-sorai dengan gembira. Hujan selama beberapa hari itu menyebabkan sayur-mayur tumbuh menjadi besar. Jack dan Mike sibuk memetik. Semua sependapat bahwa mereka belum pernah merasakan makanan senikmat daun selada yang gemuk karena penuh dengan air hujan. Berbagai hal terjadi kemudian. Lubang di lunas perahu bertambah besar. Suatu hari ketika Mike hendak mengambilnya di tempat penyembunyiannya, tahu-tahu perahu itu sudah tidak ada lagi. Ternyata tenggelam! Jack dan Mike memeras otak dan tenaga mereka untuk mengangkatnya lagi dari dalam air lalu menambal lunasnya, agar air tidak begitu banyak masuk. Jagung makanan ayam habis. Jack terpaksa pergi ke darat untuk mencari tambahan. Di pertanian kakeknya tidak ada lagi. Karena itu ia pergi ke pertanian paman dan bibi Mike. Di situ ia menemukan sedikit jagung di dalam lumbung. Tapi Jack nyaris saja luka digigit seekor anjing yang sengaja dibeli Bibi Harriet untuk dijadikan penjaga di pertaniannya. Peggy terpaksa sibuk sepagi penuh, menambal celana Jack yang robek kena gigitan anjing itu. Pada suatu hari anak-anak sempat panik, yaitu ketika Nora mengatakan bahwa ia mendengar bunyi dayung berkecipak di air. Jack bergegas menyembunyikan Daisy, sedang Mike buru-buru memasukkan ayam-ayam ke dalam karung. Tapi setelah bunyi dayung yang menurut Nora didengar olehnya, tidak ada lagi kejadian apa-apa. Karenanya Peggy lari ke atas bukit, lalu memandang ke danau. Sama sekali tidak ada perahu di situ. Peggy hanya melihat empat ekor angsa putih yang besar sedang ramai bertengkar, memukul-mukul air dengan sayap dan kaki mereka! "Aman, Jack! Mike!" seru Peggy dari atas bukit. "Itu bukan perahu, melainkan beberapa ekor angsa!" Daisy tidak jadi disuruh masuk ke dalam gua, sedang ayam-ayam betina dilepaskan kembali. Nora diganggu habis-habisan oleh anak-anak yang lain. Dalam hati ia bertekad lain kali sebelum memberi tanda bahaya, ia akan meyakinkan dulu bahwa yang datang memang perahu! Pada suatu hari kaki Jack terkilir karena terpeleset ketika sedang memetik buah frambus di lereng bukit, ia terpaksa dipapah pulang ke pantai. Muka Jack pucat kesakitan. Peggy bergegas merendam beberapa lembar kain bersih ke dalam sumber air yang dingin. Pergelangan kaki Jack yang terkilir dibalutnya dengan kain-kain itu. "Untuk sementara kau jangan berjalan dulu dengan kakimu ini," kata Peggy. "Kau perlu mengistirahatkannya selama beberapa waktu. Biar Mike saja yang melakukan tugas-tugasmu." Jack terpaksa berbaring diam-diam selama satu-dua hari. ia merasa tidak enak. Tapi ia juga tahu bahwa itu cara yang paling baik agar pergelangan kakinya cepat sembuh. Tidak lama kemudian ia sudah mampu berjalan lagi, dengan bantuan sebatang tongkat penyangga yang dibuatkan oleh Mike. Sekitar satu minggu kemudian Jack sudah seperti biasa lagi. Saat yang lain Peggy kehilangan keseimbangan, sehingga terjungkir ke kaki bukit. Jatuhnya tepat menimpa semak berduri. Tubuhnya tergores-gores, tapi ia tidak menangis, ia pergi ke tepi danau untuk membersihkan bekas-bekas jatuhnya. Setelah itu ia menyiapkan hidangan makanan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jack mengatakan bahwa ia sangat bangga melihat ketabahan Peggy. "Anak lain pasti sudah terpekik jerit karenanya," kata Jack sambil memandang muka dan kaki Peggy yang penuh goresan duri tajam. "Ah - ini kan bukan apa-apa," kata Peggy sambil memasak susu. "Aku masih untung tadi, tidak patah kaki atau tangan!" Musim panas berlalu, diiringi segala kejadian kecil itu, dengan suka-dukanya. Selama itu tidak ada yang datang ke pulau, dan lambat laun anak-anak melupakan rasa takut akan ketahuan. Mereka tidak memikirkan hal itu lagi. 14. JACK PERGI BERBELANJA Musim panas sudah berlalu. Siang hari semakin bertambah singkat. Anak-anak mulai sering merasa bahwa tubuh mereka tidak cukup menjadi hangat apabila malam-malam duduk di depan api unggun. Karenanya mereka pindah ke Pondok Willow, di mana mereka bisa menyalakan lentera dan melakukan berbagai permainan yang asyik. Pondok Willow selalu nyaman. Dinding pondok harus mereka sumpal lagi dengan daun pakis dan rumput padang. Tonggak-tonggak dari dahan willow yang dipergunakan untuk kerangka dinding sementara itu sudah berakar, dan di sana-sini sudah nampak daun-daun hijau yang mulai tumbuh. Anak-anak senang melihatnya. Asyik, tinggal di dalam pondok yang dinding dan atapnya tumbuh! Suatu hari Mike pergi mengambil lilin untuk lentera, ia terkejut ketika melihat bahwa persediaan lilin tinggal sebatang! Korek api juga tinggal sedikit. Walau anak-anak sangat menghemat korek api dan hanya menggunakannya apabila api unggun padam, tapi persediaan lama-kelamaan habis juga. "He, Jack-lilin kita tinggal sebatang," katanya. "Kalau begitu kita harus menambah perbekalan lagi," kata Jack. "Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Lilin kan tidak tumbuh di pohon!" "Maksud Jack, ia akan pergi mengambilnya dari salah satu tempat," kata Peggy, yang saat itu sedang menambal kemeja Jack yang robek. Ia bersyukur karena sewaktu berangkat ke pulau kecil itu ia tidak lupa membawa keranjang jahitannya, ia selalu memperhatikan pakaian anak-anak. Begitu ada yang robek, langsung ditambal olehnya. Dengan begitu pakaian mereka bisa lama utuh. "Tapi di manakah lilin bisa diperoleh, kalau bukan di toko?" kata Mike. "Aku sudah berpikir-pikir," kata Jack dengan serius. "Musim gugur sudah menjelang, saat mana kita pada waktu petang akan memerlukan cahaya yang lebih baik. Kita juga memerlukan selimut tambahan. Di samping itu masih banyak lagi yang kita perlukan." "Aku memerlukan tambahan benang wol dan benang biasa berwarna hitam," kata Peggy. "Kemarin aku terpaksa menambal celana kelabumu dengan benang biru, Jack." "Dan aku sebentar lagi memerlukan tambahan jagung untuk makanan ayam," kata Nora. "Dan kalau bisa, aku juga menginginkan tepung terigu," kata Peggy. "Jika ada tepung, aku bisa sekali-sekali membuatkan roti untuk kita semua. Aku sudah kepingin sekali makan roti!" "Ya - enak juga sekali-sekali makan roti lagi," kata Jack. "Bagaimana pendapat kalian jika aku pergi dengan perahu ke desa yang terletak di seberang danau, untuk membeli barang-barang yang sangat kita perlukan?" Anak-anak yang lain berseru kaget "Nanti kau ditangkap!" "Kita kan tidak punya uang!" "Aduh, Jack - jangan pergi!" "Aku takkan tertangkap," kata Jack menenangkan. "Aku akan sangat berhati-hati. Tidak ada yang mengenal diriku di desa itu. Tapi jika kalian khawatir, aku bisa saja pergi ke desa berikutnya. Jaraknya cuma lima mil, dan aku pasti capek nanti, mengangkuti segala barang yang kita perlukan." "Tapi bagaimana dengan uang untuk membeli barang-barang itu, Jack?" kata Peggy. "Soal itu pun sudah kupikirkan," kata Jack. "Jika Mike mau membantuku memetik jamur pagi-pagi, nanti kita bisa mengaturnya dalam keranjang-keranjang dari ranting-ranting willow yang kita buat, lalu kubawa ke desa untuk dijual di sana. Dengan uang hasil penjualan itu akan kubeli barang-barang yang kita perlukan." "Aku menginginkan beberapa buah buku," kata Peggy. "Dan aku ingin pensil," kata Nora. "Aku ingin menggambar." "Kita juga memerlukan ketel baru," kata Peggy lagi. "Ketel kita sudah mulai bocor dasarnya." "Dan jangan lupa paku," kata Mike. "Dan tepung terigu serta benang wol dan benang biasa yang berwarna hitam," kata Peggy. Keempat anak itu sibuk menyebutkan barang-barang yang mereka inginkan. Jack mengulanginya agar jangan sampai lupa. "Besok pagi aku akan pergi bersama Mike ke padang yang terletak di seberang danau, untuk memetik jamur yang tumbuh di sana," katanya. "He, Jack - bagaimana jika kau juga mencoba menjual buah arbei?" kata Nora bersemangat. "Aku tahu tempat di mana buah itu banyak terdapat. Aku menemukannya kemarin. Buahnya besar-besar, dan sangat manis rasanya!" "Itu ide yang bagus," kata Jack. "Begini sajalah - hari ini kita membuat keranjang kecil sebanyak mungkin. Lalu besok kita atur jamur dan buah arbei hasil petikan kita ke dalam keranjang-keranjang itu, lalu kubawa ke darat dengan perahu untuk kemudian kujual di sana. Pasti akan banyak uang yang kita peroleh!" Anak-anak sangat bergairah. Mike pergi mengambil ranting-ranting pohon willow yang halus, sedang Peggy bergegas mengambil batang-batang kercut. ia pernah membuat keranjang-keranjang mungil dengan batang rumput panjang itu. Keranjang dari batang kercut pasti manis untuk dijadikan tempat buah arbei yang akan dijual, katanya dalam hati. Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah sibuk menganyam keranjang, sambil duduk di lereng bukit yang disinari matahari cerah. Jack dan Mike sudah semahir kedua anak perempuan dalam menganyam keranjang. Ketika matahari terbenam, sudah banyak keranjang mungil yang mereka buat. Peggy menghitung jumlahnya. Semuanya ada dua puluh tujuh! "Wah! Jika keranjang-keranjang ini kita isi dengan jamur dan buah arbei, lalu kau berhasil menjual semuanya, uang yang ada padamu nanti pasti cukup untuk membeli segala keperluan kita, Jack," kata Mike. Malam itu anak-anak cepat tidur, karena tahu bahwa keesokan harinya mereka harus bangun pagi-pagi sekali. Mereka tidak punya jam. Jadi satu-satunya cara untuk memastikan bisa bangun pagi ialah dengan jalan cepat tidur! Cuaca malam itu tidak dingin. Karenanya mereka tidur di luar, diapit semak belukar. Mereka berbaring di atas hamparan rumput empuk. Tidak ada lagi yang bisa membangunkan mereka saat tengah malam, seperti yang dialami sewaktu belum lama berada di pulau itu. Biar ada landak berjalan di atas kaki Jack, ia tetap tidak bangun. Mike tidak bergerak saat ada kelelawar melintas di depan hidungnya. Seekor labah-labah kecil membuat jaring dari ujung hidung Peggy ke bahunya. Ketika Nora bangun, ia melihat sarang labah-labah itu lalu memanggil Jack dan Mike. Ketiga anak itu tertawa melihat pemandangan kocak itu. Mereka membangunkan Peggy. Tapi anak itu tetap tenang. "Labah-labah merupakan tanda nasib baik!" katanya. "Hari ini aku pasti mujur!" Dan benarlah - ia menemukan kembali guntingnya yang sudah seminggu hilang! Anak-anak bangun saat fajar menyingsing. Seekor burung yang hinggap di pohon dekat mereka mulai berkicau begitu mereka terjaga. Burung itu sama sekali tidak takut pada mereka, karena anak-anak sering memberikan remah-remah makanan mereka pada burung-burung. Burung yang berkicau itu sangat jinak, ia sering bertengger di bahu Peggy, sementara anak itu sedang menyiapkan hidangan. Peggy sangat senang apabila burung itu datang. Anak-anak bangun, lalu pergi mandi di danau. Saat itu Peggy teringat, apa lagi yang masih diperlukan. Sabun! Sabun mereka sudah habis, dan agak sulit menghilangkan kotoran yang melekat ke tubuh dengan pasir seperti yang terpaksa mereka lakukan sekarang. Jack mengingat-ingat pesanan tambahan itu. Dengan demikian barang-barang yang harus dibelinya berjumlah dua puluh satu jenis. Wah - banyaknya! "Kami berdua takkan lama pergi," kata Jack ketika ia mendorong perahu ke air, untuk memetik jamur di darat bersama Mike. "Sementara itu kau memetik buah arbei dengan Nora, Peggy. Dan masak air, supaya kita bisa menghirup minuman panas apabila sudah kembali kemari lagi nanti. Hawa pagi ini agak dingin." Anak-anak sibuk dengan tugas mereka, sementara matahari mulai mendaki kaki langit. Mike dan Jack memetik jamur sebanyak mungkin di lapangan tempat jamur itu tumbuh. Mereka memasukkannya ke dalam karung besar yang mereka bawa. Sedang Nora dan Peggy memetik buah arbei liar di pulau. Semak yang ditemukan Nora memang banyak sekali buahnya. Merah-merah, di sela dedaunan yang indah. Di antaranya ada yang sebesar buah arbei yang ditanam di dalam kebun. "Bagus ya kelihatannya, ditaruh di dalam keranjang kita?" kata Peggy dengan senang. Kedua anak perempuan itu membawa beberapa keranjang kecil. Keranjang-keranjang itu mula-mula dilapisi dasarnya dengan daun-daun arbei. Setelah itu baru dimasukkan buah arbei yang merah ranum, diatur secara rapi di dalam keranjang. "Kurasa masing-masing keranjang ini pasti bisa dijual Jack dengan harga enam penny," kata Peggy. "Buah arbeinya ranum-ranum semua!" Kedua anak perempuan itu mengisi selusin keranjang yang dibuat dari batang kercut dengan buah arbei. Setelah itu mereka kembali ke pantai, untuk menyalakan api unggun. Dengan segera api sudah berkobar. Peggy menggantungkan ketel berisi air di atas api. Sementara itu Nora pergi memberi makan ayam. "Lebih baik aku pergi memerah Daisy saja sekarang," kata Peggy. "Sudah waktunya sapi kita itu diperah, sedang Jack tidak sempat melakukannya pagi ini. Tolong awasi api, Nora. Angkat ketel, jika air sudah mendidih." Tidak lama kemudian Jack dan Mike sudah kembali. Dengan bangga keduanya memperlihatkan jamur hasil petikan mereka pada Peggy dan Nora. Peggy sudah selesai memerah Daisy. Dengan segera ia menghidangkan minuman teh panas untuk semuanya. Bubuk coklat yang di dalam kaleng sudah lama habis. Bahan minuman itu juga ditambahkan dalam daftar pesanan yang harus dibeli Jack. Sementara Jack dan Mike sarapan telur goreng dengan jamur yang disusul hidangan buah arbei yang dituangi krim susu segar, kedua anak perempuan sibuk mengatur jamur ke dalam keranjang-keranjang yang terbuat dari ranting-ranting willow. Keranjang-keranjang itu lebih besar dan kokoh daripada yang terbuat dari batang-batang kercut. Jamur yang dipetik banyak sekali, melebihi jumlah keranjang yang tersedia. Peggy dan Nora mengangkut keranjang-keranjang yang sudah penuh ke perahu. Keranjang-keranjang itu diletakkan dengan hati-hati di haluan, lalu ditutupi dengan daun-daun willow supaya tidak bisa dihinggapi lalat. Kemudian Jack berangkat dengan perahu, bersama Mike. Menurut rencana mereka akan menuju ke ujung seberang danau. Tapi hanya Jack yang kemudian naik ke darat untuk menjual arbei dan jamur hasil panen mereka, lalu setelah itu berbelanja. Kalau seorang saja yang pergi, takkan begitu menarik perhatian. Mike harus menunggu di perahu yang disembunyikan di salah satu tempat di tepi danau, sampai Jack kembali. Mike berbekal ikan rebus yang sudah dingin serta susu, karena mungkin Jack baru berjam-jam kemudian baru kembali. "Ini tempat yang baik untuk menyembunyikan perahu kita," kata Jack, ketika desa yang di ujung seberang danau sudah nampak di kejauhan. Sebatang pohon dengan ranting-ranting terjurai ke bawah tumbuh di pinggir air. Mike mengarahkan perahu ke bawah pohon itu. ia menyurukkannya ke bawah ranting-ranting yang tergantung sampai mencecah air. Dengan cepat Jack melompat ke darat. "Dari sini dengan mudah bisa kutemukan jalan menuju desa," katanya. "Selekas mungkin aku akan kembali, Mike." Jack membawa dua tongkat panjang. Pegangan keranjang-keranjang berisi jamur dan buah arbei disisipkannya pada kedua tongkat itu. Dengan begitu ia bisa memanggul semuanya dengan mudah, tanpa ada yang tercecer. Jack berjalan merintis hutan sambil memikul keranjang-keranjang. Sedang Mike duduk dalam perahu, ia hendak bersantai-santai di situ, sambil menunggu Jack kembali. Jack tidak memerlukan waktu lama untuk menemukan jalan yang menuju ke desa. ia sangat gembira ketika melihat bahwa di desa itu kebetulan sedang ada pasar! Setiap hari Rabu di desa itu ada pasar kecil. Dan hari itu kebetulan hari Rabu! "Bagus!" kata Jack dalam hati. "Aku takkan menyolok di tengah orang banyak - dan jualanku ini tentunya akan bisa habis dengan segera!" Anak itu menuju ke lapangan tempat pasar diadakan, sambil berseru-seru menawarkan dagangannya dengan suara lantang. "Jamur segar! Arbei ranum!" Orang-orang yang dilewatinya berhenti karena tertarik melihat keranjang-keranjang apik berisi jamur dan arbei yang dipikul oleh Jack. Hasil panen itu memang bagus-bagus. Dengan cepat uang mulai masuk ke dalam kantung Jack. Anak itu senang. Wah - pasti banyak yang bisa dibelinya nanti dengan uang itu! Akhirnya tidak ada lagi keranjang yang tergantung pada kedua tongkat yang dipikulnya. Orang-orang memuji kesegaran jamur dan arbei yang dijualnya, begitu pula keapikan keranjang-keranjang mungil yang dijadikan tempat barang-barang jualan itu. Banyak yang mengatakan padanya agar datang lagi dengan hasil petikan yang baru. Jack menyanggupi permintaan itu. Mencari uang dengan cara begitu dirasakannya menyenangkan, dan ia akan bisa membeli semua yang diperlukan. Setelah itu Jack pergi berbelanja, ia membeli tepung terigu sekarung besar, ia membeli benang wol dan benang biasa untuk Peggy. Ia membeli sebuah ketel air serta dua basi email. Peggy sering mengatakan bahwa mereka kekurangan basi. ia membeli beberapa buku cerita, dua batang pensil serta karet penghapus. Setelah itu menyusul sebuah buku gambar, beberapa batang coklat, kemudian paku, sabun, mentega, dan beberapa kaleng bubuk coklat, teh, beras - tidak sedikit yang harus diangkut olehnya ke perahu nanti! Akhirnya ia kembali ke tepi danau, ketika uangnya sudah habis. Jalannya terhuyung-huyung. Barang-barang yang dipikulnya berat sekali. Tapi ia berjalan dengan perasaan gembira. Dibayangkannya kegembiraan anak-anak malam itu, saat ia membuka bungkusan barang-barang beliannya! Mike menunggunya di perahu dengan perasaan tidak sabar, ia senang sekali ketika melihat Jack kembali. Dibantunya anak itu memasukkan segala barang ke dalam perahu. Setelah itu mereka berdayung pulang, ke Pulau Rahasia. 15. JACK NYARIS TERTANGKAP Suasana petang itu sangat meriah, ketika anak-anak memeriksa segala yang dibeli Jack! Mike membantunya membawa semuanya dari perahu ke pantai, sementara Nora dan Peggy berjingkrak-jingkrak karena gembira. "Tepung terigu! Bukan main banyaknya! Sekarang aku bisa membuatkan roti bundar, untuk dimakan dengan ikan dan telur!" seru Peggy kesenangan. "Dan ini benang wolku - serta benang katun!" "Dan dua batang pensil untukku - serta karet penghapus - dan sebuah buku gambar!" seru Nora. "Dan ini coklat - wah, kau juga membeli coklat rupanya!" pekik Mike. "Aku sampai sudah lupa, bagaimana rasa coklat!" "Kau benar-benar pintar, Jack," kata Peggy memuji. "Kau berhasil menjual semua jamur dan arbei kita?" "Semua keranjang berhasil kujual," kata Jack. "Dan bukan itu saja - orang-orang tadi meminta padaku agar datang lagi minggu depan dengan hasil petikan baru! Dengan begitu kita akan punya uang guna membeli perbekalan untuk musim dingin nanti! Nah - bagaimana itu?" "Hebat, Kapten!" seru anak-anak yang lain bersemangat "Kita akan bisa nyaman nanti dengan penerangan lilin, makanan yang enak-enak, serta membaca buku sambil makan coklat! Hore!" "Kau tidak lupa membelikan jagung untuk ayam-ayam kita, Jack?" tanya Nora agak cemas. "Tentu saja tidak! Ini dia," kata Jack. "Dan bagaimana pendapatmu tentang ketel serta basi-basi email ini, Peggy? Kusangka kau pasti akan menyukainya." "Ini sungguh-sungguh mengasyikan, Jack," kata Peggy. "He - bagaimana jika kita sekarang makan malam dulu, lalu sesudah itu baru mengemasi barang-barang belanjaan ini! Kau dan Mike harus membuat rak dalam Pondok Willow, untuk tempat menaruh segala barang ini!" Keempat anak itu sibuk menyiapkan hidangan untuk makan malam, sambil bercakap-cakap dengan ramai. Hidangan saat itu daging kelinci yang direbus dengan kacang polong yang dipetik Nora, ditambah dengan kentang panggang masing-masing satu. Setelah itu menyusul buah arbei dengan krim. Sebagai hidangan ekstra, Jack membagi-bagikan coklat Masing-masing mendapat setengah batang. Anak-anak sangat senang. Rasanya mereka takkan mungkin bisa lebih senang lagi. Sepanjang hari Peggy dan Nora merasa kesepian, ketika kedua anak laki-laki itu pergi. Senang rasanya berkumpul kembali sekarang. Selesai makan malam, mereka berkemas dan mencuci alat-alat makan yang kotor, sedang api unggun dipadamkan. Barang-barang diangkut semua ke Pondok Willow. Lentera yang tergantung di atap dinyalakan. Jack masih menyalakan sebatang lilin lagi. Dengan penerangan tambahan itu anak-anak bisa dengan jelas meneliti barang-barang yang dibeli Jack. "Wah - banyak sekali korek api yang kaubeli!" kata Mike. "Kita harus menyimpannya baik-baik, di tempat kering." "Dan lihatlah buku-buku bacaan ini!" pekik Peggy. "Nanti Jack bisa membacakan semuanya untuk kita saat malam hari." ia membacakan judul buku-buku itu. "Robinson Crusoe, Cerita-cerita dari Kitab Injil, Margasatwa Penghuni Bumi, dan Hal-Ihwal Pesawat Terbang Untuk Kaum Remaja. Semua mengasyikkan! Pasti menyenangkan membaca kisah Robinson Crusoe, karena ia pun hidup sebatang kara di pulau, seperti kita sekarang ini. Tapi kurasa ada beberapa hal yang bisa dipelajarinya dari kita!" Anak-anak yang lain tertawa. "Sedang kita pun bisa banyak belajar dari dia!" kata Jack. Anak itu pandai berbelanja, ia bahkan membeli sekaleng sirup kental, dengan mana Peggy pasti bisa membuat manisan! Ia tidak melupakan gula untuk menambah keenakan rasa minuman teh dan coklat. Gula persediaan anak-anak sudah lama habis. "Mulai sekarang kita tidak perlu terlalu berhemat lagi," kata Jack, "karena setiap minggu aku bisa ke darat untuk menjual jamur dan arbei. Dengan uang hasil penjualan, kubeli perbekalan lagi." "Tapi bagaimana jika musim jamur dan arbei sudah lewat nanti?" tanya Peggy. "Saat itu buah bram dan buah-buah berkulit keras sudah bisa dipetik," kata Jack. "Uang yang akan kuperoleh dengannya takkan sebanyak sekarang, tapi setidak-tidaknya cukup guna membeli perbekalan kita untuk musim dingin nanti. Kurasa kehidupan kita akan sudah cukup nyaman, asal. punya persediaan tepung terigu, kentang, beras, coklat dan bahan-bahan makanan lainnya. Dari Daisy kita akan terus mendapat susu dan krim. Telur kita peroleh dari ternak ayam, ikan dari danau, dan sekali-sekali kita makan daging kelinci. Nasib kita memang baik." "Kau membacakan cerita malam ini ya, Jack?" kata Nora. "Sudah lama aku tidak mendengar cerita." "Baiklah! Kita mulai dengan kisah Robinson Crusoe," kata Jack. "Rasanya kisah itu cocok untuk kita. O ya, Nora - sudah bisakah kau membaca?" "Bisa sih bisa, tapi belum lancar," kata Nora. "Kurasa ada baiknya jika silih berganti membacakan cerita," kata Jack. "Jangan sampai kita melupakan apa yang sudah kita pelajari. Malam ini aku yang mulai - lalu kau besok, Nora." Demikianlah, dengan diterangi dua batang lilin, Jack mulai membacakan kisah petualangan Robinson. Anak-anak berbaring di atas rumput empuk sambil menikmati kisah yang dibacakan. Mereka berbahagia, karena bisa berkumpul bersama-sama. Mereka mendesah puas ketika akhirnya Jack menutup buku. "Asyik," kata Peggy. "He, Jack - kurasa jika kita menuliskan petualangan kita di pulau ini, kisahnya pasti akan merupakan buku yang menarik!" "Takkan ada yang mau percaya," kata Jack sambil tertawa. "Padahal semuanya sungguh-sungguh terjadi. Kenyataannya kita ada di sini, hidup seorang diri, mengusahakan makan kita sendiri, hidup nikmat di Pulau Rahasia yang tak dikenal orang lain!" Keesokan harinya Jack dan Mike membuat rak, untuk tempat menyimpan bekal yang baru dibeli. Menyenangkan sekali rasanya mengatur segala barang-barang itu di atasnya. Anak-anak mulai menyusun daftar barang-barang yang harus dibeli oleh Jack, apabila ia berangkat lagi menjual hasil bumi petikan mereka ke pasar. "Mulai sekarang kita perlu mengingat-ingat urutan hari," kata Jack. "Aku tidak boleh sampai melewatkan hari Rabu, karena itu hari pasar di desa yang kudatangi. Dengan begitu aku akan bisa memperoleh harga penjualan yang lebih tinggi." Jadi hari Rabu minggu berikutnya anak-anak sudah sibuk sejak fajar. Mereka melakukan tugas masing-masing, memetik jamur dan buah arbei. Mereka juga sudah membuat sejumlah besar keranjang. Beberapa jam kemudian Jack berangkat bersama Mike, dengan perahu penuh berisi keranjang buah arbei dan jamur. Selama tiga atau empat minggu, setiap hari Rabu, Jack berangkat ke pasar untuk menjual hasil bumi petikan anak-anak. Dengan uang hasil penjualannya ia berbelanja persediaan untuk musim dingin. Bersama Mike ia menyimpan barang-barang itu di dalam gua sebelah dalam di lereng bukit, karena tempat itu kering. Lagi pula tempat itu mudah dicapai, apabila saat musim dingin nanti anak-anak harus tinggal di dalam gua. Lambat laun tidak banyak lagi buah arbei liar yang masih bisa ditemukan. Jamur juga sudah tidak tumbuh lagi di lapangan. Sebab itu anak-anak harus menjual hasil bumi yang lain. Mereka memetik buah-buah berkulit keras. Peggy dan Nora memetik buah bram ranum sampai berkeranjang-keranjang. Jack membawa hasil petikan itu ke pasar, sebagai ganti jamur dan arbei yang sudah- tidak musim lagi. Dengan segera orang-orang di pasar sudah mengenalnya. Mereka ingin tahu dari mana anak itu berasal. Tapi Jack tidak pernah menceritakan apa-apa tentang dirinya. "Aku tinggal di tepi danau," katanya, apabila ada yang menanyakan tempat tinggalnya. Mereka mengira bahwa yang dimaksudkannya di pinggir danau. Mereka tidak tahu bahwa maksud sebenarnya adalah di tepi danau, tapi di Pulau Rahasia! Dan Jack sendiri tidak berniat mengatakan hal itu! Pada suatu hari Jack melihat seorang polisi di desa tempatnya berjualan. Hal itu dianggapnya aneh, karena sebelumnya ia tidak pernah melihat polisi di situ. ia tahu, desa sekecil itu tidak mungkin punya polisi sendiri. Penjagaan keamanan di situ dirangkap oleh polisi yang ditempatkan di desa yang letaknya lima mil dari desa itu. Jack langsung merasa kecut. Jangan-jangan polisi itu diberi tahu orang bahwa ada seorang anak laki-laki tak dikenal berkeliaran! Mungkin pula ia menduga bahwa Jack adalah salah satu anak yang hilang! Jack beringsut-ingsut hendak lari, walau jualannya baru setengah yang terjual. "He, kau!" panggil polisi itu dengan tiba-tiba. "Kau dari mana, Nak?" "Dari pinggir danau, di mana aku memetik buah bram untuk dijual," jawab Jack. Tapi ia tidak mendekati polisi itu. "Apakah namamu Mike?" tanya polisi itu lagi. Dengan segera Jack sadar bahwa polisi itu pasti diberi tahu bahwa ia, Jack, mungkin seorang dari keempat anak yang lari dari rumah - lalu datang ke desa itu untuk menyelidiki. "Tidak, namaku bukan itu," kata Jack dengan tampang polos. "Anda mau membeli buah-buahan ini, Pak Polisi?" "Tidak," kata polisi itu. ia mengeluarkan secarik kertas dari kantungnya, lalu memperhatikan foto yang terpasang di situ. "Coba kemari, Nak! Kurasa kau satu dari anak-anak yang minggat itu. Coba kulihat mukamu." Jack langsung pucat mukanya. Jika polisi itu memiliki fotonya, pasti ia akan ketahuan! Dengan cepat dilemparkannya pikulan dengan sekitar selusin keranjang yang masih tergantung di situ, lalu melesat lari menerobos kerumunan orang yang sementara itu sudah berkumpul. Beberapa orang berusaha menangkapnya. Tapi Jack meronta, sehingga terlepas lagi. Bajunya robek. Tapi Jack tidak peduli. Pokoknya ia harus bisa melarikan diri, katanya dalam hati. ia lari ke balik tikungan jalan, lalu masuk ke dalam suatu kebun, ia lari sampai ke sudut rumah di situ, lalu mengintip ke kebun sebelah belakang. Tidak ada orang di situ - tapi pada satu sisi terdapat sebuah kandang ayam. Jack mengambil keputusan dengan cepat. Dibukanya pintu kandang itu. ia lekas-lekas masuk ke dalam lalu meringkuk dalam jerami yang tertimbun di tempat itu. Ia menahan napas. Dalam kandang sedang tidak ada ayam - semua sedang mengais-ngais di pelataran sempit di luar. Jack mendengar suara orang berseru-seru serta bunyi langkah berlari-lari. Pasti orang-orang itu mencarinya, katanya dalam hati. Jack menghembuskan napas panjang. Jantungnya berdebar keras, ia sangat ketakutan saat itu. Sepanjang hari ia meringkuk di dalam kandang, tanpa berani bergerak, ia sangat lapar dan haus. Tubuhnya terasa kaku. Tapi ia tahu bahwa besar kemungkinan ia akan ketahuan jika berani keluar. Jadi ia terpaksa menunggu di tempat itu sampai malam, ia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana perasaan Mike karena menunggu begitu lama. Peggy dan Nora tentu juga sudah cemas. Seekor ayam betina masuk ke kandang. Ayam itu naik ke atas kotak yang merupakan sarang, lalu bertelur di situ. Ayam itu berkotek-kotek sebentar. Setelah itu keluar lagi. Mudah-mudahan saja siang itu tidak ada yang datang untuk mengambil telur, pikir Jack. Ternyata ada juga orang yang datang mengambil telur. Tapi saat itu hari sudah sore, dan di dalam kandang ayam sangat gelap. Pintu kandang terbuka. Nampak kepala seseorang di situ, disusul tangan yang menggapai-gapai dalam setiap kotak sarang. Telur-telur yang ada di situ diambil - lalu tangan itu ditarik ke luar lagi dan pintu kandang ditutup kembali. Jack tidak ketahuan! ia meringkuk di sisi yang jauh dari kotak-kotak tempat bertelur! Bau kandang menusuk hidung. Jack merasa sengsara di situ. ia tahu bahwa ketika ia tadi melarikan diri, itu sekaligus merupakan pengakuan pada polisi yang bertanya bahwa ia memang salah satu dari anak-anak yang lari. Sekarang seluruh daerah di sekitar situ pasti akan diperiksa kembali. Dan kemungkinannya pulau di tengah danau juga akan didatangi untuk diperiksa. "Tapi jika aku tadi tidak lari, aku pasti ditangkap oleh polisi itu - dan ia tentu akan memaksa aku agar mengatakan di mana anak-anak yang lain berada," kata Jack dalam hati. "Sekarang aku harus berusaha pergi ke tempat Mike menunggu di perahu, lalu kita cepat-cepat kembali ke pulau, supaya bisa bersiap-siap untuk menyembunyikan segala-galanya." Ketika hari sudah malam dan ayam-ayam sudah tidur sambil bertengger di samping Jack, anak itu membuka pintu kandang dan menyelinap ke luar. Sesaat ia memasang telinga, ia tidak mendengar apa-apa, kecuali bunyi orang sedang menyetrika di dapur rumah yang ada di dalam kebun itu. Jack cepat-cepat lari ke pintu pagar depan, lalu melesat ke jalan, ia berlari secepat-cepatnya di sepanjang jalan yang menuju ke tepi danau, di mana Mike menunggu. Tapi masih adakah Mike di sana? Bagaimana kalau orang-orang sementara itu sudah mulai mencari keempat anak yang melarikan diri - dan sudah menemukan perahu di mana Mike berada? Bagaimana kalau begitu? Bagaimanakah Jack bisa kembali ke tempat anak-anak perempuan di pulau? Jack melupakan rasa haus dan lapar, sementara ia berlari secepat mungkin ke tempat di mana ia tadi pagi meninggalkan Mike. Tidak ada yang melihat dirinya dalam perjalanan ke sana. Malam itu gelap, karena bulan belum muncul di langit. Jack menyelinap di sela pepohonan, menuju ke tepi danau. Alangkah gembiranya ketika ia kemudian mendengar suara Mike! "Kaukah itu, Jack? Lama sekali kau pergi! Apakah yang terjadi?" 16. ANAK-ANAK DICARI Jack bergegas masuk ke perahu. Napasnya tersengal-sengal. "Dorong perahu ke tengah, Mike! Cepat!" katanya. "Aku tadi nyaris tertangkap. Jika ada yang melihat kita sekarang, kita pasti ketahuan!" Mike bergegas mendorong perahu ke tengah, ia merasa seram membayangkan dirinya tertangkap lalu dikirim kembali ke pertanian pamannya. Ditunggunya dulu sampai napas Jack sudah biasa lagi. Kemudian Mike mengajukan beberapa pertanyaan padanya. Jack menceritakan semua yang terjadi. Mau tidak mau Mike tersenyum ketika membayangkan Jack meringkuk di tengah ternak ayam di dalam kandang. Tapi ia juga sangat ketakutan. Bagaimana jika Jack tertangkap tadi! "Dengan begini berakhirlah kesempatanku berjualan di pasar," kata Jack dengan lesu. "Aku tidak berani muncul lagi di desa itu, karena orang di sana pasti sudah berjaga-jaga. Apa sebabnya orang tidak diperbolehkan minggat? Kita kan tidak berbuat jahat - cuma hidup bersama dengan bahagia di pulau rahasia kita!" Setelah itu Jack mulai membantu Mike mendayung. Mereka sampai di pulau saat bulan mulai muncul di langit. Peggy dan Nora menunggu dengan cemas di dekat api unggun di pantai. "Aduh, Jack - Mike!" seru Nora. Dirangkulnya kedua anak laki-laki yang baru saja tiba. Nora nyaris menangis karena lega melihat keduanya kembali. "Kami sudah menyangka kalian takkan kembali lagi! Bermacam-macam dugaan seram timbul dalam pikiran kami! Kami sudah merasa yakin bahwa kalian pasti tertangkap!" "Aku memang nyaris saja tertangkap tadi," kata Jack. "Mana barang-barang belanjaanmu?" tanya Peggy. "Tidak ada," kata Jack. "Aku baru berhasil menjual beberapa keranjang, ketika aku dilihat seorang polisi. Padaku ada uang pembayar keranjang-keranjang yang masih sempat kujual tadi - tapi apa gunanya uang di pulau ini, di mana kita tidak bisa membeli apa-apa!" Jack menceritakan pengalamannya siang itu. ia melakukannya sambil duduk berdiang di depan api unggun, serta menikmati minuman susu coklat panas. Perutnya lapar sekali, karena sepanjang hari belum makan, ia menyikat habis sebasi nasi dengan dua ekor ikan serta sebutir telur rebus. Keempat anak itu berperasaan suram, karena tahu bahwa keadaan mereka gawat. Nora bahkan ketakutan, ia berusaha agar jangan sampai menangis. Tapi Jack mendengarnya terisak-isak, lalu merangkulnya. "Kau tidak perlu takut," katanya. "Mungkin keadaan kita tidak begitu gawat. Kita kan sudah menyusun rencana. Jika kita berhati-hati, tidak ada alasan kenapa kita bisa ketahuan. Saat ini kita cuma bingung dan capek. Kita tidur saja sekarang. Besok kita berunding lagi." Malam itu mereka tidur di Pondok Willow. Jack melepaskan pakaiannya, lalu membungkus tubuhnya dengan selimut usang, ia melakukannya karena menganggap badannya berbau kandang ayam. Kata Peggy, pakaian Jack akan dicucinya besok. Agak lama juga mereka belum bisa tidur. Ada saja di antara mereka yang mengatakan sesuatu atau bertanya - dan percakapan dimulai lagi. "Sudah! Sekarang jangan ada lagi yang berbicara!" kata Jack kemudian dengan nada tegas. "Baik, Kapten!" kata anak-anak yang lain dengan suara mengantuk. Dan setelah itu memang tidak ada lagi yang berbicara. Keesokan harinya anak-anak bangun pagi-pagi benar. Mereka langsung teringat kembali pada kejadian sehari sebelumnya. Tidak ada yang bernyanyi, bercanda, atau tertawa-tawa, seperti yang biasanya terjadi. Peggy menyiapkan hidangan sarapan sambil membisu. Jack pergi memerah Daisy dengan mengenakan mantelnya, karena pakaiannya belum dicuci. Mike mengambil air, sedang Nora memberi makan ayam. Setelah itu anak-anak duduk untuk sarapan. Tidak seorang pun nampak gembira. Sehabis sarapan, ketika Peggy sudah mencuci pakaian Jack yang bau dan menjemurnya, anak-anak berkumpul untuk berunding. "Yang pertama-tama harus kita lakukan ialah mengatur agar salah seorang dari kita selalu ada di puncak bukit saat siang hari untuk berjaga-jaga," kata Jack. "Seluruh danau bisa kelihatan dari atas! jadi jika ada orang datang, kita bisa cepat tahu - sehingga cukup waktu untuk melakukan segala-galanya." "Apakah kalau malam juga harus ada yang menjaga?" tanya Mora. "Tidak, karena kecil kemungkinannya akan ada orang datang malam-malam," kata Jack. "Saat itu kita boleh tidur dengan tenang. Kurasa selama beberapa hari berikut ini belum ada orang datang, karena mestinya mereka mula-mula mencari dulu di tepi danau. Setelah itu baru terpikir untuk memeriksa pulau ini." "Karena untuk sementara kita takkan ke darat lagi, ada baiknya jika lunas perahu kita lubangi lalu kita biarkan tenggelam," kata Mike. "Aku selalu khawatir kalau perahu itu ditemukan orang, walau tempatnya tersembunyi di bawah ranting-ranting belukar yang menjulur sampai air. Jika perahu itu terbenam di dalam air, takkan mungkin bisa ditemukan orang, Jack!" "Idemu itu bagus, Mike," kata Jack. "Kita sekarang harus sangat berhati-hati. Tenggelamkanlah perahu kita pagi ini juga. Nanti kalau kita perlukan lagi, kita bisa dengan mudah mengangkatnya lagi dari dalam air, lalu membetulkannya. Peggy - coba kauurus agar semua yang bisa merupakan petunjuk bahwa kita ada di sini disingkirkan! Lihatlah, itu ada sepotong benang wol! Barang-barang seperti itu perlu disingkirkan, karena bisa dipakai sebagai petunjuk!" "Baiklah," kata Peggy. Jack tahu bahwa Peggy pasti akan melakukannya, karena anak itu bisa diandalkan. "Segala-galanya harus hari ini juga dibawa ke gua," kata Jack, "kecuali beberapa barang yang diperlukan untuk memasak, seperti panci, ketel air dan sebagainya, yang bisa kita bawa lari pada saat terakhir nanti. Beberapa batang lilin kita tinggalkan di Pondok Willow, karena kita masih bisa tidur di sana sampai saat terpaksa pindah ke dalam gua." "Bagaimana dengan kandang ayam, Jack?" tanya Nora. "Tempat itu sudah seperti pekarangan sekarang, karena sering dikais-kais ayam kita." "Betul juga," kata Jack. "Yah, begitu kita tahu bahwa kita terpaksa menyembunyikan diri, Mike harus mencabut pagar yang mengelilinginya dan menyembunyikannya di Pondok Willow. Setelah itu ia menaburkan pasir di atas pekarangan kandang, lalu menutupinya dengan rumput padang. Untung saja kau teringat akan hal itu, Nora!" "Satu hal sudah jelas," kata Peggy. "Bekal makanan kita mencukupi, juga apabila kita nanti terpaksa bersembunyi selama berhari-hari." "Tapi bagaimana dengan Daisy?" tanya Peggy. "Nanti kita tidak punya persediaan makanan untuknya. Sedang sapi kan banyak makannya." "Kita terpaksa membawanya ke luar malam-malam untuk merumput," kata Jack. "O ya, Peggy - kau jangan menyalakan api dulu sebelum benar-benar hendak mulai memasak, ya! Dan begitu selesai, langsung cepat-cepat padamkan lagi. Asap yang mengepul bisa menyebabkan kita cepat ketahuan!" "Bagaimana jika salah seorang dari kita sekarang naik ke atas bukit untuk mengintai," kata Mike mengusulkan. "Matahari sudah agak tinggi. Mulai sekarang kita harus sudah berjaga-jaga." "Ya, betul," kata Jack, "Kau saja yang pertama-tama menjaga, Mike. Nanti kupanggil, jika sudah waktunya kau diganti. Kita berganti-ganti menjaga, sepanjang hari. Amati keadaan sekeliling pulau. Kita tidak tahu dari arah mana perahu akan datang menuju kemari - walau kemungkinan yang paling besar dari tepi danau yang kudatangi kemarin." Mike bergegas naik ke puncak bukit, lalu duduk di sana. Danau berair biru terbentang di bawah. Permukaannya tenang, tak ada angsa maupun ayam-ayaman yang mengganggu kelicinannya. Perahu juga tidak nampak di situ. Mike mulai melakukan penjagaan dengan cermat. Sementara itu anak-anak yang lain sibuk semua. Segala-galanya dibawa ke gua-gua di lereng bukit dan disimpan di sana. Nora meletakkan sebuah karung dekat pekarangan kandang ayam, siap untuk dijadikan tempat mengangkut ayam apabila waktunya sudah tiba. ia juga menaruh setumpuk pasir dekat situ, untuk ditaburkan oleh Mike setelah ia mencabut pagar kandang. Nora tidak lagi ceroboh seperti dulu. ia juga sudah bukan anak pemalas lagi. ia sudah sadar bahwa jika sikapnya begitu, semuanya akan menderita karenanya. Oleh karena itu ia selalu berusaha sebaik mungkin. Beberapa saat kemudian Jack menggantikan Mike menjaga di atas bukit, sementara Mike pergi menenggelamkan perahu. Perahu itu dengan segera terbenam ke dalam air, di bawah belukar tempatnya disembunyikan selama itu. Mike merasa yakin bahwa takkan ada yang bisa tahu bahwa di situ ada perahu. Peggy memeriksa kalau ada sesuatu yang bisa menyebabkan mereka ketahuan. Tidak banyak yang ditemukannya, karena anak-anak biasa membereskan lagi setelah makan atau bermain-main. Kulit telur selalu dikubur dalam pasir, sedang makanan yang tersisa selalu diberikan pada ayam. Peggy hanya menemukan potongan-potongan benang yang diterbangkan angin. Setelah itu Peggy pergi menjaga di atas bukit menggantikan Jack. Nora mendapat giliran setelah itu. Tugas itu tidak mengasyikkan, karena tidak ada yang dapat dilakukan di atas bukit kecuali mengamat-amati keadaan sekeliling dengan seksama. Karenanya Nora naik dengan berbekal pensil dan buku gambar, ia menjaga sambil menggambar. Dengan begitu waktu berlalu dengan cepat. Peggy menjaga sambil menjahit. Ada saja yang dikerjakan anak itu, karena setiap hari selalu ada pakaian yang robek karena tersangkut. Peggy menjahit sambil memperhatikan danau. Tapi tak ada apa-apa yang nampak. Petang itu giliran Mike berjaga. Ketika ia sudah hendak turun untuk makan malam, tahu-tahu ia melihat sesuatu di kejauhan. Diperhatikannya apa yang dilihatnya itu dengan seksama. Perahukah itu? ia memanggil Jack. "Jack! Cepatlah kemari! Aku melihat sesuatu. Mungkinkah itu perahu?" Anak-anak yang lain cepat-cepat lari ke atas. Jack memicingkan mata, agar bisa lebih jelas melihat. "Kalau itu perahu, kecil sekali," katanya. "Warnanya hitam," kata Mora. "Apakah itu? Mudah-mudahan saja itu bukan orang yang datang kemari." Anak-anak mengamat-amati dengan mata terpicing. Tiba-tiba yang disangka perahu kecil itu terbang membubung ke udara! "Ah - itu kan angsa hitam yang pernah kita lihat!" kata Jack sambil tertawa geli. "Aduh, kita sempat kaget dibuatnya. Lihatlah, ia terbang kemari. Indah, ya?" Anak-anak memperhatikan angsa indah berbulu hitam itu, yang terbang menuju ke arah mereka. Mereka mendengar bunyi sayapnya mengepak-ngepak. Muka Nora agak merah, karena teringat bahwa ia pernah ketakutan ketika untuk pertama kali mendengar bunyi angsa terbang melintas di atas pulau. Tapi anak-anak yang lain tidak mengganggunya. Mereka semua merasa lega bahwa yang datang itu ternyata hanya seekor angsa, dan bukan perahu. "Malam ini kita tidak perlu berjaga lagi," kata Jack. Keempat anak itu menuruni bukit. Malam sudah hampir tiba. Mereka duduk mengelilingi api unggun untuk makan malam. Mereka merasa lebih senang saat itu, dibandingkan dengan sehari sebelumnya. Mungkin saja takkan ada orang yang datang mencari mereka! Lagi pula kini mereka sudah menyiapkan segala yang perlu dipersiapkan, apabila memang ada orang datang. Keesokan harinya anak-anak kembali berjaga secara bergilir, begitu hari selanjutnya. Pada hari ketiga, ketika Nora sedang berjaga, ia merasa seolah-olah melihat beberapa orang di tepi seberang danau, di tempat yang berhutan lebat Nora bersiul pelan memanggil Jack. Jack segera naik ke atas untuk ikut mengamati. "Ya, kau benar, Nora," kata Jack setelah beberapa saat memandang. "Di sana memang ada orang - dan nampaknya mereka sedang mencari orang, atau mencari sesuatu!" Kedua anak itu mengamat-amati tepi seberang selama beberapa saat Kemudian mereka memanggil Mike dan Peggy. Saat itu di pulau mereka tidak ada api, karena sudah dipadamkan oleh Peggy. Keempat anak itu berkumpul di puncak bukit. Mereka mengintip dari sela tumbuhan pakis yang tumbuh tinggi di situ. "Itu - di sana!" kata Jack. "Lihatlah - pencarian sudah dimulai! Satu-dua hari lagi mereka pasti akan kemari. Mulai sekarang kita harus terus berjaga-jaga!" "Pokoknya kita sudah siap," kata Peggy. "Jika mereka memang akan datang, aku lebih senang apabila mereka datang dengan segera - tidak enak menunggu-nunggu terus. Perutku terasa dingin karenanya." "Perutku juga," kata Mike. "Sampai kepingin rasanya membawa-bawa botol berisi air panas!" Ucapannya itu menyebabkan anak-anak tertawa geli. Mereka masih memperhatikan selama beberapa waktu. Setelah itu yang tiga turun, meninggalkan Jack seorang diri di atas. Dua hari berikutnya tidak terjadi apa-apa, walau anak-anak merasa seperti melihat orang-orang sibuk mencari di semak belukar di seberang danau. Pada pagi hari ketika Mike mendapat giliran berjaga di atas bukit. Nora memberi makan ayam, seperti biasa dilakukannya, sedang Jack pergi memerah Daisy. Tiba-tiba Mike melihat sesuatu! ia cepat-cepat berdiri lalu mengamati dengan lebih seksama. Benda yang dilihatnya itu nampak di ujung danau, di arah yang dituju Jack ketika ia pergi berjualan waktu itu. Benda itu sebuah perahu! Sekali ini tidak ada kekeliruan lagi! Itu memang perahu-perahu besar! Mike memanggil anak-anak. Mereka bergegas-gegas mendatanginya di puncak bukit "Ya," kata Jack dengan segera. "Itu memang perahu - dengan sekitar empat orang di dalamnya. Yuk, jangan membuang-buang waktu lagi! Cuma ada satu tempat yang mungkin dituju perahu itu - pulau kita ini! Ayo, semua melakukan tugas masing-masing. Dan jangan takut!" Anak-anak bergegas turun. Jack pergi menjemput Daisy. Mike mengurus pengungsian ayam-ayam serta membereskan kandang mereka. Peggy menyerakkan sisa-sisa api unggun yang sudah padam. Dikumpulkannya peralatan masak serta bahan makanan yang ada di pantai, untuk dibawa ke gua. Nora lari untuk menutupi petak-petak tanaman dengan rerumputan padang. Masih sempatkah mereka melakukan segala-galanya? Apakah nanti semua sudah bisa tersembunyi dengan baik, sebelum orang-orang yang naik perahu itu mendarat di pulau rahasia mereka? 17. PULAU RAHASIA DIGELEDAH Anak-anak melaksanakan rencana mereka dengan lega, ketika ada orang yang datang untuk memeriksa pulau. Menunggu-nunggu selama berhari-hari sangat menyiksa perasaan. Segala-galanya berjalan lancar, karena rencana sudah diatur dengan sebaik-baiknya. Daisy nampaknya sedikit pun tidak heran ketika dituntun lagi oleh Jack ke dalam gua sebelah dalam. Sapi betina itu mengikutinya dengan patuh, tanpa melenguh sama sekali! Jack menuntunnya dengan selamat melalui lorong sempit, menuju ke gua sebelah dalam. Daisy ditinggalkannya di situ, setelah diberi makan lobak. Sementara sapi itu asyik mengunyah, Jack keluar lagi untuk melihat apakah masih ada yang perlu dikerjakan. Sambil berjalan ke luar, dihapusnya jejak kaki Daisy. Dedaunan pakis diserakkan-nya di mulut gua sebelah luar, untuk menghilangkan kesan bahwa pernah ada orang masuk ke situ. Saat itu Mike tiba. ia menjinjing karung berisi ayam-ayam betina. Karung itu diserahkannya sebentar pada Jack, sementara ia sendiri menyusup masuk ke dalam gua sempit. Dari situ ada lorong rendah menuju ke gua sebelah dalam. Sudah disepakatkan bahwa hanya Daisy saja yang dibawa masuk lewat lorong yang satu lagi, karena jika lorong itu keseringan dilewati, nanti akan nampak jelas bahwa jalan itu sering dipakai. Ketika Mike sudah berada di dalam gua sempit Jack menyodorkan karung berisi ayam padanya. Setelah itu Mike merangkak-rangkak melalui lorong rendah, menuju gua sebelah dalam di mana Daisy sudah berada. Ayam-ayam rupanya tidak senang diseret-seret lewat lorong. Mereka ribut berkotek-kotek. Tapi mereka kembali tenang ketika dikeluarkan oleh Mike dari dalam karung di gua sebelah dalam, lalu diberi makan. Jack yang ikut masuk menyalakan lentera. Sinarnya yang remang menerangi rongga gua itu. Mike memutuskan untuk tetap tinggal di dalam, untuk menjaga jangan sampai ada ayam yang keluar lagi. ia duduk di situ dengan hati berdebar-debar, menunggu anak-anak yang lain masuk. Mereka datang satu demi satu, sambil membawa berbagai barang. Masing-masing sudah melakukan tugas mereka. Semua duduk dalam gua sambil berpandang-pandangan. Muka mereka merah, sementara hati mereka berdebar keras. "Mereka belum sampai," kata Jack. "Aku sempat melihat sebentar tadi. Mereka masih sekitar seperempat mil dari sini. Nah - adakah yang mungkin masih kita lupakan?" Anak-anak mengingat-ingat Perahu sudah ditenggelamkan. Sapi dan ayam-ayam sudah dimasukkan ke dalam gua. Api sudah dipadamkan dan sisa-sisanya dicerai-beraikan. Pelataran kandang ayam sudah ditutupi dengan pasir dan rerumputan padang. Pagarnya sudah dicabut dan disimpan di dalam Pondok Willow. Petak-petak tanaman sudah ditutupi sehingga tidak kelihatan lagi. Dan ember berisi susu sudah diambil dari mata air. "Semuanya sudah kita kerjakan!" kata Peggy. Tiba-tiba Mike meloncat bangkit. Tampangnya nampak cemas. "Topiku!" katanya. "Mana topiku? Mestinya tertinggal di salah satu tempat!" Anak-anak yang lain menatapnya dengan gugup. Topi Mike memang tidak ada di atas kepalanya. Dalam gua juga tidak ada. "Tadi pagi kau masih memakainya," kata Peggy. "Aku ingat betul! Aku bahkan sempat berpikir bahwa topimu itu sudah kotor sekali sekarang. Aduh, Mike - di mana kau meninggalkannya tadi? Coba kauingat-ingat! Ini penting sekali!" "Mungkin karena itu kita nanti ketahuan," kata Jack. "Sekarang masih ada waktu sedikit untuk mencarinya," kata Mike. "Mungkin saja aku bisa menemukannya sebelum orang-orang itu tiba di sini." ia merangkak ke luar lewat lorong sempit, menuju ke gua kecil. Dari situ ia keluar, ke lereng bukit yang terang disinari matahari. Dari situ ia bisa melihat perahu yang datang di kejauhan. Mike berlari menuruni bukit, menuju pantai, ia mencari-cari di situ. Kemudian pindah ke kandang ayam. Ke mata air. Mike mencari ke mana-mana. Tapi ia tidak berhasil menemukan topinya yang tercecer! Kemudian terlintas dugaan, jangan-jangan topi itu tertinggal di dekat Pondok Willow. Soalnya, ia tadi kan ke sana untuk menyimpan tonggak-tonggak pagar kandang ayam. ia bergegas merintis hutan lebat, mendatangi pondok mereka. Dan benarlah - topinya memang ada di situ, tergeletak di samping lubang pintu! Mike cepat-cepat mengantunginya, lalu lari kembali ke lereng bukit. Perahu yang datang mencecah pasir pantai, tepat ketika Mike tiba kembali di mulut gua. Mike merangkak masuk ke gua sebelah dalam, disambut dengan gelisah oleh anak-anakyang lain. "Kau menemukan topimu, Mike?" "Ya - untung saja," jawab Mike. Dikeluarkannya topinya dari dalam kantung. "Ternyata tertinggal di Pondok Willow! Tapi kurasa kalau di situ takkan mungkin bisa terlihat, karena pondok kita kan cukup tersembunyi letaknya, di tengah hutan lebat. Tapi walau begitu lega juga hatiku karena berhasil menemukannya. Kalau tidak - aku kan bisa cemas terus memikirkan di mana barang ini tercecer. Perahu yang datang sudah sampai di pantai, Jack. Aku tadi mendengarnya ditarik ke atas pasir. Penumpangnya empat orang." "Masih ada yang agak kukhawatirkan sekarang - yaitu lorong kemari dari gua luar yang besar," kata Jack. "Jika lorong itu ditemukan, habislah riwayat kita. Aku berpikir-pikir, bagaimana jika di pertengahan lorong itu kita tumpukkan bongkah-bongkah batu - supaya jika ada orang yang memasukinya nanti, sampai setengah jalan ia tidak bisa terus karena terhalang tumpukan batu. Dengan begitu mungkin ia takkan menduga bahwa di belakang lorong ada gua lagi, yaitu di mana kita bersembunyi saat ini!" "Idemu itu bagus, Jack," kata Mike. "Sedang jalan masuk yang satu lagi tidak perlu kita khawatirkan, karena orang dewasa takkan mungkin bisa masuk lewat situ. Ayo, kita semua mencari batu-batu besar dan gumpalan tanah - lalu kita sumbat lorong di pertengahan jalan!" Keempat anak itu bekerja dengan cepat. Tak sampai setengah jam kemudian lorong itu sudah tersumbat di bagian tengahnya. Tak mungkin ada yang mengira bahwa lorong itu sebenarnya tidak buntu. Dan nanti, kalau orang-orang yang datang itu sudah pergi lagi, anak-anak akan bisa membuka lorong itu kembali dengan mudah. "Sekarang aku akan pergi sebentar ke gua yang mulutnya sempit, untuk mengintip ke luar," kata Jack. "Mungkin saja aku nanti bisa mendengar sesuatu, ia merangkak lewat lorong rendah, lalu duduk di sebelah dalam mulut gua kecil sambil memasang telinga. Orang-orang yang datang itu ternyata memang memeriksa pulau itu! Jack bisa mendengar dengan jelas suara mereka berseru-seru. "Memang ada orang kemari!" seru seorang di antara mereka. "Lihatlah - di sini ada bekas api unggun!" "Mungkin pelancong!" balas seseorang lagi. "Ini ada kaleng bekas yang sudah kosong - serta sebuah kardus! Barang-barang begini biasa ditinggalkan pelancong yang jorok!" "He - coba lihat mata air ini!" seru orang yang lain lagi. "Nampaknya tempat ini sering didatangi." Jack mengeluh dalam hati. Padahal di tempat itu kan tidak banyak jejak kaki! "Jika anak-anak itu memang ada disini, kita pasti berhasil menemukan mereka!" seru orang keempat "Tapi aku heran, bagaimana mereka bisa hidup di sini - hanya mereka sendiri saja, tanpa makanan sama sekali, kecuali yang bisa dibeli anak laki-laki itu di desa!" "Aku akan ke balik pulau untuk mencari di sana," seru laki-laki yang pertama berbicara. "Kau ikut denganku, Tom! Kau mulai mencari dari sisi bukit sebelah sana, sedang aku dari situ - jadi jika anak-anak itu berusaha menghindar, seorang dari kita pasti bisa memergoki mereka!" Jack mengucap syukur bahwa ia berada dalam gua. ia tetap di situ, sampai didengarnya bisikan pelan di belakangnya. "Jack! Kami mendengar suara orang-orang berteriak. Bagaimana - semua beres?" "Sampai sekarang masih, Mike," jawab Jack. "Mereka sibuk mencari - tapi satu-satunya yang kelihatannya mereka temukan cuma beberapa jejak kaki kita di dekat mata air. Aku masih ingin di sini sebentar lagi, untuk mendengar pembicaraan mereka." Pencarian dilanjutkan. Tapi nampaknya orang-orang yang mencari itu tidak menemukan apa-apa lagi. Anak-anak ternyata melakukan tugas masing-masing dengan cermat. Tapi kemudian terdengar seruan seseorang yang saat itu rupanya mencari-cari di dekat pantai. "Coba lihat ini! Bagaimana pendapat kalian tentang ini?" Jack bertanya-tanya dalam hati. Apakah yang ditemukan orang yang berseru-seru itu? Sesaat kemudian ia tahu. Orang itu menyingkirkan rerumputan yang menutupi pekarangan kandang ayam dengan kakinya - dan seketika itu juga melihat pasir yang belum lama ditaburkan di situ! "Kelihatannya di sini pernah ada sesuatu - tapi entah apa," kata orang itu. "Kurasa anak-anak itu memang ada di sekitar sini. Sekarang kita harus berusaha menemukan mereka. Anak-anak itu mestinya cerdik - karena bisa menyembunyikan jejak mereka sebaik ini!" "Sebaiknya kita rintis saja semak belukar dan tumbuhan pakis," kata salah seorang teman orang itu. "Mungkin saja mereka bersembunyi di situ. Itu tempat yang paling mungkin." Setelah itu Jack mendengar bunyi semak belukar diterabas orang. Para pencari menyibakkan setiap rumput dan menjenguk ke dalam. Mereka berusaha keras menemukan anak-anak yang diduga bersembunyi di situ. Tapi mereka tidak menemukan siapa-siapa. Kira-kira dua jam kemudian Jack merangkak kembali ke gua sebelah dalam, lalu bercerita tentang apa yang terjadi di luar. Anak-anak yang lain mendengar ceritanya dengan perasaan cemas. Pekarangan kandang ayam ternyata masih saja ketahuan, walau mereka sudah berusaha menyembunyikan tanda-tandanya sebaik mungkin. "Kita perlu makan sedikit sekarang," kata Peggy. "Di sini kita tidak bisa menyalakan api, karena asapnya akan menyebabkan kita terpaksa lari ke luar nanti. Tapi aku masih punya roti bundar yang kubuat kemarin, begitu pula buah arbei dan sedikit puding yang sudah dingin. Kalau susu, berkecukupan!" Anak-anak makan, walau tidak ada yang merasa lapar. Daisy berbaring di belakang mereka dengan tenang. Sapi betina itu merasa senang di situ. Ayam-ayam berkotek pelan. Mereka bingung, karena berada di tempat asing yang gelap. Tapi mereka senang, sebab anak-anak juga ada di situ. Selesai makan, Jack kembali ke tempat pengamatannya, ia duduk di gua dekat jalan keluar sambil memasang telinga. Para pencari di luar mulai bingung. Mereka putus asa. Saat itu mereka sedang duduk di kaki bukit sambil makan roti bekal dan minum bir. Jack dapat mendengar dengan jelas suara mereka bercakap-cakap. "Yah - anak-anak itu mungkin saja pernah ada di pulau ini. Aku bahkan yakin mengenai hal itu. Tapi kini mereka tidak ada lagi di sini," kata seseorang. "Segala sudut sudah kita periksa," kata salah seorang temannya. "Kurasa kau benar, Tom. Anak-anak itu memang pernah ada di sini - karena siapa lagi kalau bukan mereka yang menanam kacang polong yang kita temukan tadi? Tapi mereka sudah pergi lagi. Kurasa anak laki-laki yang dilihat polisi Rabu lalu itu memberi tahu teman-temannya, lalu mereka lari dengan perahu." "Ya, betul, perahu itu!" kata seseorang lagi. "Jika mereka masih ada di sini, mestinya perahu itu kita temukan - bukankah begitu? Tapi kita sama sekali tidak melihat perahu di sini. Jadi mereka tidak mungkin masih ada di sini!" "Betul," kata orang yang bernama Tom. "Tak terpikir ke sana aku tadi. Jika tidak ada perahu di sini, maka itu berarti anak-anak juga tidak ada! Bagaimana jika kita pulang saja sekarang? Kurasa tak ada gunanya kita mencari lebih lama lagi." "Masih ada satu tempat yang tadi belum kita periksa," kata laki-laki keempat. Suaranya tenang. "Di lereng bukit ada beberapa gua. Bisa saja anak-anak itu menyembunyikan diri di sana." "Gua?" kata salah seorang temannya. "Ya - itu mungkin saja. Kita perlu memeriksa tempat-tempat itu. Di manakah letaknya?" "Nantilah kutunjukkan," kata laki-laki yang bersuara tenang. "Ada yang membawa senter?" "Tidak - tapi korek apiku banyak," kata seseorang. "Tapi tidak mungkin mereka ada di sini - karena sejak tadi kita tidak melihat perahu. Jika anak-anak itu ada di pulau ini, mestinya di salah satu tempat di sini ada perahu!" "Bisa saja ditenggelamkan, supaya orang yang mencari tidak menemukannya," kata laki-laki yang bersuara tenang. "Mana mungkin anak-anak berpikir sejauh begitu," kata seseorang. "Memang - kurasa itu memang tidak mungkin," jawab orang tadi. Jack yang mendengar pembicaraan itu mengucapkan terima kasih dalam hati pada Mike. Mike-lah yang mendapat gagasan untuk menenggelamkan perahu mereka. Coba itu tidak dilakukan, pasti kini sudah ditemukan para pencari itu, karena pencarian mereka lakukan dengan sangat cermat. Jauh lebih cermat daripada yang diduga oleh Jack! Bayangkan - sampai tanaman kacang polong pun mereka lihat! "Yuk - kita ke gua-gua itu sekarang," kata salah seorang di antara keempat pencari itu. "Tapi menurutku itu cuma membuang-buang waktu saja. Kurasa anak-anak itu sudah lari dengan perahu mereka!" Jack merangkak kembali ke gua sebelah dalam. "Orang-orang itu beranggapan bahwa kita tidak ada lagi di pulau ini," bisiknya pada anak-anak yang lain, "karena mereka tidak menemukan perahu kita. Tapi kini mereka datang kemari, untuk memeriksa gua-gua ini. Padamkan lentera, Mike. Jangan ada lagi yang bicara! Daisy sudah berbaring? Bagus! Ayam-ayam juga tidak ribut. Rupanya mereka menyangka sekarang sudah malam, karena mereka tidur berjejer. Awas - jangan sampai ada yang bersin atau batuk! Segala-galanya tergantung dari apa yang terjadi selama saat-saat berikut!" Gua sebelah dalam itu sunyi senyap. Daisy berbaring tenang. Hanya napasnya saja yang terdengar pelan. Ayam-ayam bertengger dengan diam. Anak-anak juga tidak ada yang berbunyi. Beberapa saat kemudian terdengar para pencari memasuki gua sebelah luar. Terdengar bunyi desis korek api dinyalakan - dan saat berikutnya lorong yang menuju ke gua sebelah dalam sudah ditemukan! "Coba lihat ini, Tom!" seru salah seorang pencari. "Ini nampaknya merupakan lorong! Perlukah kita memeriksa ke mana arahnya?" "Kurasa itu memang sebaiknya," kata orang yang bernama Tom. Terdengar langkah orang berjalan di dalam lorong yang pertengahannya tersumbat batu dan tanah! 18. PENCARIAN DIHENTIKAN Anak-anak duduk tanpa bergerak sedikit pun di gua sebelah dalam. Mereka bahkan tidak berani mengejapkan mata. Semua menahan napas. Jantung mereka berdebar keras! Jack sampai takut, jangan-jangan orang-orang yang mencari itu bisa mendengar debaran jantungnya. Anak-anak itu mendengar bunyi seseorang berjalan sambil meraba-raba di dalam lorong yang gelap. Orang itu mengalami kesulitan lewat di situ, karena lorong itu sangat sempit. Akhirnya ia sampai di tempat yang tersumbat dengan batu dan bongkah-bongkah tanah yang ditumpukkan anak-anak. "He!" serunya pada teman-temannya yang ada di luar. "Lorong ini rupanya buntu, tersumbat batu dan tanah longsor. Bagaimana - perlukah aku menerobosnya?" "Tidak!" seru salah seorang temannya. "Jika kau tidak bisa lewat, anak-anak itu pasti juga tidak bisa! Pencarian kita ini sia-sia saja - takkan mungkin anak-anak itu ada di dalam gua-gua ini. Keluar sajalah lagi!" Orang yang berada di dalam lorong berbalik dengan susah payah, lalu mulai melangkah ke luar - tapi saat itu terjadi sesuatu yang sangat dikhawatirkan oleh anak-anak! Daisy melenguh dengan nyaring! Anak-anak sama sekali tidak menduga kejadian itu. Mereka terlonjak karena kaget dan takut. Mereka saling berpegangan, karena menyangka bahwa orang-orang yang di luar pasti akan langsung memburu masuk, setelah mendengar suara Daisy. Keadaan senyap sesaat. Rupanya orang-orang yang di luar juga kaget. Kemudian salah seorang di antara mereka berbicara lagi. "Kalian dengar itu?" katanya. "Tentu saja!" jawab seorang temannya. "Bunyi apa itu?" "Yang jelas, pasti bukan suara anak-anak," kata yang pertama sambil tertawa. "Aku belum pernah mendengar ada anak bersuara seperti itu!" "Kedengarannya seperti lenguhan sapi," kata seseorang lagi. "Sapi?" tukas orang yang pertama. "Macam-macam saja! Kau hendak mengatakan bahwa menurutmu di dalam bukit ini ada sapi, Tom?" "Ah - tentu saja tidak," kata Tom sambil tertawa. "Tapi suara itu tadi mirip sekali dengan lenguhan sapi! Coba kita dengarkan baik-baik - mungkin saja terdengar sekali lagi." Keadaan sunyi kembali - seakan-akan keempat orang yang mencari sedang mendengar baik-baik. Dan saat itu Daisy terbatuk-batuk. Bunyinya menggema dalam gua. "Ih - seram rasanya mendengar bunyi itu," kata salah seorang pencari. "Yuk, kita keluar saja dari gua gelap ini, kembali ke tempat terang. Setelah mendengar bunyi-bunyi aneh itu tadi, aku sekarang semakin yakin bahwa di dalam tidak mungkin ada anak-anak! Kalau ada, mereka pasti sudah setengah mati ketakutan!" Jack gembira sekali mendengar ucapan itu. Diremasnya tangan Nora. Rupanya orang-orang itu ketakutan mendengar suara Daisy. Wah - kocak sekali! Anak-anak duduk diam-diam. Mereka kini malah mengucap syukur dalam hati karena Daisy tadi melenguh dan batuk-batuk. Dari arah gua sebelah luar terdengar bunyi langkah bergegas-gegas. Para pencari rupanya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. "Sebaiknya kita periksa saja lagi, kalau-kalau masih ada lagi gua-gua lainnya," kata salah seorang dari para pencari. "Lihatlah - ini nampaknya juga sebuah gua!" Keempat laki-laki itu masuk ke dalam gua itu. Tapi ternyata itu gua biasa saja, tanpa lorong yang menuju ke tempat lain. Dengan segera mereka keluar lagi. Kemudian mereka menemukan gua sempit dengan jalan masuk yang kecil dan rendah. Gua itulah yang dilalui anak-anak tadi ketika hendak masuk ke gua sebelah dalam. Dugaan Jack ternyata benar - lubang masuknya terlalu sempit. Orang dewasa tidak bisa menyusup masuk lewat situ. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya orang-orang itu menghentikan usaha mereka. "Tidak ada yang bisa masuk ke situ, kecuali kelinci," kata seorang dari mereka. "Kalau anak-anak, rasanya bisa," kata seorang temannya. "Begini sajalah, Tom! Jika kita berhasil menemukan anak-anak itu di pulau ini, akan kumakan topiku ini nanti," kata orang yang pertama berbicara. "Pikir sajalah. Di sini tidak ada perahu! Selama mencari di sini kita cuma menemukan tanaman kacang polong, yang benihnya bisa saja dijatuhkan burung. Lalu semacam pelataran berpasir. Aku tidak percaya ada anak-anak sepintar itu, bisa hidup berhari-hari di sini, tapi kemudian menghilang tanpa meninggalkan jejak, begitu kita datang kemari! Tidak mungkin - tidak ada anak sepintar itu!" "Rasanya katamu itu memang benar," kata orang yang bernama Tom. "Yuk, kita pergi! Aku sudah bosan berada di pulau dengan berbagai bunyi aneh ini. Semakin cepat kita pulang, bagiku makin baik. Entah ke mana perginya anak-anak itu. Padahal aku ingin sekali bisa menemukan mereka, karena ada kejutan besar menunggu mereka!" Suara orang-orang itu kian menjauh. Rupanya mereka sudah menuruni bukit, menuju pantai di mana perahu mereka ditaruh tadi. Jack menyelinap lewat lorong rendah, menuju ke gua sempit yang jalan masuknya kecil sekali. Sesampai di situ ia mendekatkan telinganya ke lubang masuk. Didengarnya suara orang-orang itu lagi, disertai kesibukan menurunkan perahu ke air dan disusul bunyi air berkecipak. "Mereka sudah pergi!" seru Jack. "Betul, mereka sudah meninggalkan pulau kita!" Anak-anak yang lain bergegas keluar, lalu berkerumun di sekeliling Jack. Ketika mereka merasa keadaan sudah cukup aman, semua merayap ke luar lewat lubang masuk yang sempit dan menuju ke lereng bukit. Sambil bersembunyi di sela tumbuhan pakis yang tinggi mereka mengamat-amati para pencari yang pergi dengan perahu - makin lama makin menjauh! Dengan jelas terdengar bunyi dayung serta suara orang-orang itu bercakap-cakap. Nora menangis. Ketegangan yang dirasakannya selama itu terlalu berat baginya. Selama itu Nora menabahkan hati. Tapi kini tidak ada lagi yang bisa mencegahnya menangis. Ia disusul oleh Peggy. Sedang Jack dan Mike pun tahu-tahu merasa mata mereka basah! Aduh - kenapa sampai bisa begitu? Tapi perasaan mereka lega karena tidak jadi ketahuan, dan hanya mereka berempat saja lagi yang masih ada di pulau kecil mereka. Dari dalam gua terdengar suara lenguhan. Itu Daisy. Kasihan - sapi itu sedih, karena merasa ditinggal sendiri di dalam gua. Mau tidak mau, anak-anak tertawa mendengarnya. "Masih ingat tidak tadi, bagaimana orang-orang itu ketakutan karena Daisy," kata Jack sambil tertawa geli. "Aku pun ikut ketakutan," kata Peggy. "Sungguh, sampai terlonjak aku tadi! Coba gaunku tidak kukancingkan baik-baik, mungkin saja aku tadi terlompat ke luar dari dalamnya!" Anak-anak semakin tertawa karenanya. Mereka duduk sambil setengah tertawa dan setengah menangis, menunggu sampai perahu para pencari sudah tidak nampak lagi. "Aku tadi sudah menyangka bahwa kita pasti ketahuan, ketika pencari yang satu itu sampai di tempat dalam lorong yang kita sumbat dengan batu," kata Jack. "Ya - untung saja kita menyumbatnya!" kata Peggy. "Coba kalau tidak - kita pasti sudah ketahuan!" "Dan untung pula perahu kita ditenggelamkan oleh Mike," kata Nora. "Jika mereka tadi menemukan perahu, mereka pasti akan terus mencari sampai menemukan kita." "Aku ingin tahu apa maksud orang yang tadi mengatakan bahwa ada kejutan besar menunggu kita," kata Mike. "Tapi pasti kejutan itu takkan mungkin menyenangkan." "Tentu saja tidak!" kata Peggy yakin. "Mereka sudah hampir tidak kelihatan lagi sekarang," kata Nora. "Bagaimana menurutmu, Jack - sudah cukup amankah bagi kita untuk menandak-nandak di sini? Aku rasanya kepingin berteriak, bernyanyi, dan menari-nari-karena tadi begitu lama harus meringkuk di dalam gua!" "Ya - keadaan sudah aman sekarang," kata Jack. "Orang-orang itu takkan kembali lagi kemari. Sekarang kita bisa dengan tenang tinggal di dalam gua selama musim dingin." "Bagaimana jika menyalakan api di pantai, supaya aku bisa menyiapkan hidangan yang panas?" kata Peggy. "Kurasa kita semua memerlukannya!" "Betul," kata Jack. Anak-anak mulai bekerja kembali. Nora membantu sambil bernyanyi dan menari-nari. Perasaannya begitu bahagia karena mereka selamat, dan tidak ada lagi orang lain di pulau rahasia mereka. Tidak lama kemudian anak-anak sudah menikmati hidangan yang disiapkan oleh Peggy. Semua makan dengan lahap, seakan-akan seumur hidup belum pernah makan. Lenguhan yang kemudian terdengar dari arah bukit mengingatkan mereka bahwa Daisy masih ada di dalam gua. Sementara anak-anak perempuan membereskan sisa-sisa makanan mereka, Jack dan Mike berlari untuk mengeluarkan Daisy serta ayam-ayam betina. "Kau sapi yang baik, Daisy," kata Jack pada sapi betina itu, sambil mengusap-usap hidungnya yang lembut. "Kami mulanya berharap kau takkan melenguh ketika orang-orang itu sedang mencari kita. Tapi kau lebih cerdik. Kau melenguh, sehingga mereka lari ketakutan!" Sementara itu siang semakin singkat, dan hari semakin cepat menjadi malam. Anak-anak mengambil lentera dari dalam gua dan membawanya ke Pondok Willow. Malam itu giliran Nora membacakan cerita. Anak-anak berbaring di atas hamparan rumput sambil mendengarkan. Nyaman rasanya berada di dalam pondok itu, diterangi sinar lentera yang bercahaya lembut, serta mencium bau rumput padang dan pakis yang mereka baringi. Senang rasanya bersama-sama di dalam pondok, serta tahu bahwa mereka selamat dari pencarian orang-orang tadi siang. "Aku mengantuk," kata Jack, setelah beberapa lama mendengarkan Nora membacakan cerita. "Kita makan coklat sedikit sekarang. Setelah itu mengobrol sebentar, lalu tidur. Kita harus sudah mulai memikirkan soal tidur dalam gua, karena cuaca nyaman takkan lama lagi bertahan!" "Besok saja semuanya kita putuskan," kata Mike, sambil mengunyah coklat. ia pun sudah mengantuk. Tidak lama kemudian anak-anak sudah tidur semua. Kesibukan dan ketegangan hari itu menyebabkan mereka sangat capek. Tapi alangkah menyenangkan rasanya bangun keesokan paginya, karena tahu bahwa pencarian terhadap mereka sudah dihentikan dan mereka akan aman selama musim dingin mendatang. Mereka turun ke pantai untuk mandi di danau, sambil bercanda dan tertawa-tawa. "Iiih," seru Nora, ketika ia masuk ke dalam air. "Air danau sudah semakin dingin, Jack! Apakah kita harus terus mandi di sini sepanjang musim dingin nanti?" "Tentu saja tidak," kata Jack. "Tak lama lagi kita akan terpaksa berhenti mandi di sini-tapi selama masih cukup hangat, kan menyenangkan." Minggu itu cuaca menjadi sangat buruk. Badai dan hujan menderu-deru di atas danau. Menurut anak-anak danau nampak seperti laut sekarang, dengan ombak besar bergulung-gulung memecah di pantai. Ombak menyapu pasir, sehingga anak-anak tidak bisa lagi membuat api di situ. Anak-anak basah kuyup kehujanan. Mereka terpaksa mengeringkan pakaian sebisa mungkin dekat api yang mereka nyalakan di luar gua besar. Tempat itu baik untuk menyalakan api, karena angin biasanya bertiup dari arah yang berlawanan dan nyala api terlindung punggung bukit. "Kurasa mulai sekarang kita harus pindah dari Pondok Willow, dan tinggal di dalam gua," kata Jack pada suatu pagi setelah malam badai. Sepanjang malam angin memecut pohon-pohon dan hujan yang mengguyur dari langit menyebabkan air masuk lewat belakang ke dalam pondok mereka. Hamparan rumput dan pakis tempat Peggy dan Nora tidur basah karenanya. Keduanya terpaksa bangun tengah malam lalu pindah ke ruang sebelah depan, di mana Jack dan Mike tidur. Mereka terpaksa berdesak-desakan di situ. Tapi setidak-tidaknya ruangan itu kering. Dedaunan mulai rontok. Pohon-pohon memamerkan warna-warna kuning, merah tua, Jingga, coklat, atau merah muda. Pulau itu nampak sangat indah apabila matahari muncul dari balik awan selama satu jam atau lebih, karena saat itu sinarnya menyebabkan dedaunan nampak berseri sehingga kelihatannya seperti permata. Tapi dedaunan indah itu mulai berguguran. Daun-daun pun mulai berjatuhan dari cabang-cabang yang membentuk atap Pondok Willow. Aneh rasanya berbaring malam-malam di tempat tidur, dan tahu-tahu ada daun jatuh dengan lembut mengenai pipi. Pondok Willow kini nampak berubah, karena tidak banyak lagi dedaunan yang tumbuh di atap dan dindingnya. Pondok itu nampak coklat dan gundul. Nora kena pilek, ia bersin-bersin terus. Kata Jack mereka harus dengan segera pindah ke dalam gua, karena kalau tidak nanti semua terserang pilek. Dan bagaimana kalau itu sampai terjadi? Di pulau kan tidak ada dokter yang bisa merawat mereka sampai sembuh! Nora disuruh minum susu panas. Tubuhnya dibungkus dengan dua helai selimut baru yang dibeli oleh Jack ketika ia masih berjualan ke desa. Anak yang pilek itu berbaring di bagian belakang gua sebelah luar. Sebatang lilin menyala diletakkan di sampingnya, karena sudut itu agak gelap. Tidak lama kemudian Nora sudah sembuh kembali, sehingga bisa membantu mengatur rencana untuk tinggal di dalam gua. "Gua luar ini kita jadikan ruang duduk dan ruang tidur kita," kata Jack, "sedang yang di dalam kita jadikan tempat menyimpan perbekalan. Api unggun selalu kita nyalakan di mulut gua, untuk menghangatkan tubuh serta untuk memasak. Wah - hidup begini asyik! Musim dingin ini kita menjadi penghuni gua!" 19. HIDUP DI DALAM GUA Minggu itu anak-anak menyusun semua rencana untuk melewatkan musim dingin di dalam gua. Perbekalan mereka semua sudah diamankan ke dalam gua sebelah dalam. Sekarang tinggal mengatur supaya gua sebelah luar bisa nyaman ditinggali. Peggy paling pintar mengatur hal-hal seperti itu. "Kalian berdua harus membuat rak-rak sekeliling gua ini," katanya pada Jack dan Mike. "Kalian bisa membuatnya dari ranting-ranting yang kokoh, lalu menegakkannya dengan salah satu cara di sepanjang dinding gua. Kalian juga harus mengusahakan agar lentera dapat tergantung di tengah-tengah ruangan. Pembaringan kita yang terbuat dari rumput padang dan daun pakis kita letakkan di sudut sini. Kalian berdua yang mengambil daun pakis dan rumput untuk itu. Jika basah, kita keringkan dekat api. Daun pakis mestinya sekarang enak ditiduri, karena sudah tua dan kering." Peggy membersihkan dasar gua dengan sapu yang dibuat dari ranting-ranting semak padang. Setelah itu dengan dibantu oleh Nora ia menebarkan pasir halus yang diambil dari pantai. Dengan begitu dasar gua nampak apik sekali. Jack dan Mike membawa masuk rumput dan daun pakis, untuk dijadikan alas tempat berbaring. Peggy mengatur hamparan itu sehingga nyaman apabila berbaring di atasnya. Setelah itu ia menghamparkan selimut di atas masing-masing pembaringan. Tapi selimut yang ada hanya tiga lembar - dua yang baru dan selembar selimut usang. Jadi seorang dari mereka terpaksa tidur tanpa selimut. "Apa yang bisa kita jadikan selimut untuk tempat tidur keempat?" tanya Jack. Tahu-tahu Peggy menunjukkan sesuatu yang tak disangka-sangka, ia memperlihatkan selimut yang terbuat dari kulit kelinci yang masih ada bulunya. Rupanya selama itu ia dengan rajin membersihkan kulit kelinci yang ditangkap oleh Jack, lalu menjemurnya sampai kering dan setelah itu dijahit sambung-menyambung. Anak-anak memandang selimut bulu itu sambil melongo! "Hebat, Peggy!" kata Jack. "Selimut bulu itu sangat indah, dan pasti hangat. Kita silih berganti saja memakainya waktu tidur nanti." "Niatku memang begitu," kata Peggy. Ia senang, karena anak-anak mengagumi selimut bulu buatannya itu. "Sangat sulit menjahit kulit-kulit ini, tapi akhirnya aku berhasil juga. Aku sengaja menyimpannya untuk kutunjukkan apabila cuaca sudah mulai dingin. Sudah kukira kalian akan terperanjat!" Dengan segera rongga gua itu sudah nampak sangat nyaman didiami. Rak-rak sepanjang dinding diisi dengan buku-buku serta berbagai permainan. Lentera tergantung di tengah ruangan. Kepala anak-anak setiap kali tersundul mengenainya, ketika belum biasa. Pembaringan mereka terhampar rapi di sudut-sudut ruangan sebelah belakang, ditutup dengan selimut-selimut biasa dan yang terbuat dari kulit kelinci yang masih ada bulunya. Di sudut lain disimpan alat-alat rumah tangga yang biasa dipakai Peggy, seperti ketel, panci-panci, dan lain-lainnya. Pada suatu hari Jack muncul dengan sesuatu yang tak disangka-sangka. Sebuah meja kecil buatannya sendiri! ia menemukan papan yang dibawa anak-anak ketika mereka datang beberapa bulan yang lalu ke pulau itu. Dengan gergaji yang dibelinya di desa ketika masih suka berjualan di sana, ia berhasil membuat sebuah meja kecil untuk Peggy! Meja itu agak goyah. Kaki-kakinya terbuat dari dahan-dahan paling lurus yang bisa ditemukan oleh Jack. Tapi sulit sekali mengaturnya sehingga bisa berdiri kokoh. Papan dipotong-potong olehnya dengan gergaji, lalu disambung-sambung dengan paku untuk dijadikan daun meja berbentuk persegi empat. Peggy sangat gembira menerima hadiah itu! "Sekarang kita bisa makan di atas meja!" serunya. "Wah, asyik! Dan aku juga bisa menjahit di atasnya. Itu lebih mudah, daripada duduk menongkrong di lantai!" "Tapi bagaimana dengan kursi?" tanya Nora. "Kita kan tidak bisa makan di meja, kalau tidak ada kursi!" "Aku sedang membuat bangku-bangku duduk," kata Jack, ia menemukan sebatang pohon yang tumbang ditiup angin dibalik pulau. Dengan gergaji dipotong-potongnya batang pohon itu. Masing-masing potongan merupakan bangku yang kokoh. Enak rasanya duduk di atasnya! Hari demi hari berlalu dengan menyenangkan, sementara anak-anak mengubah gua menjadi tempat tinggal mereka. Menyenangkan rasanya duduk di atas bangku-bangku kecil menghadap meja buatan Jack, dan makan di situ. Menyenangkan rasanya duduk-duduk di mulut gua sambil memperhatikan nyala api unggun yang nampak semakin terang saat hari semakin malam. Senang sekali rasanya berbaring di atas pembaringan dari rumput kering yang empuk di bagian belakang gua, dengan badan tertutup selimut hangat serta memandang api yang lama-kelamaan padam, sampai akhirnya hanya nampak kayu yang membara saja. Di dalam gua sangat nyaman, saat angin menderu-deru menyapu lereng bukit. Sinar lembut memancar ke bawah dari lentera yang tergantung di langit-langit gua. Kadang-kadang Peggy menyalakan sebatang lilin lagi, apabila ia hendak menjahit. Anak-anak laki-laki mengerat-ngerat kayu, membuat ukiran. Kalau tidak, mereka mengajak Nora melakukan salah satu permainan. Kadang-kadang mereka saling membacakan cerita. Api unggun menyala terang. Sekali-sekali ruang gua menjadi sangat terang karenanya, apabila nyala berkobar besar. Benar-benar asyik! Selalu ada saja hal-hal yang perlu dilakukan. Daisy masih tetap perlu diperah susunya setiap pagi dan petang. Sapi betina itu nampaknya senang tinggal di lapangan berumput Jack dan Mike membuatkan semacam naungan baginya, dimana ia bisa berlindung saat malam hari. Ayam-ayam betina juga perlu diurus dan diberi makan. Mereka sudah dipindahkan ke kandang yang baru dibangun dekat gua. Mereka tidak begitu sering lagi bertelur. Tapi anak-anak tidak begitu meributkannya, karena perbekalan makanan cukup banyak. Anak-anak juga harus mencuci, memasak, dan membersihkan. Air harus diambil dari sumbernya. Mereka harus mencari kayu bakar dan menimbunnya sebagai persediaan. Peggy gemar mencari buah pinus, karena kalau dibakar enak sekali baunya. Bulan November sudah lewat. Kadang-kadang ada juga hari yang cerah, saat mana anak-anak bisa duduk-duduk di lereng bukit untuk menikmati kehangatan sinar matahari. Tapi kadang-kadang angin bertiup selama berhari-hari, teriring hujan yang menderu serta awan gelap yang seakan-akan berlomba-lomba melintasi langit Sedang air danau saat itu bergolak. Ombak besar bergulung-gulung, dengan buih memutih di puncak. Perahu sudah diangkat dari dalam air dan dibetulkan kembali oleh Mike dan Jack. Mereka menariknya sejauh mungkin ke atas pasir, supaya tidak bisa terjangkau ombak yang menyambar. Ketika bulan Desember tiba, anak-anak mulai teringat pada hari Natal. Pasti aneh rasanya nanti, merayakan Natal di pulau itu! "Aneh rasanya, hanya kita berempat saat Natal nanti," kata Peggy. "Aku sangsi, apakah aku akan menyukainya. Aku suka mendengar lagu-lagu Natal dinyanyikan, serta melihat toko-toko penuh dengan berbagai barang yang bagus-bagus, dan menunggu-nunggu hadiah Natal serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perayaan Natal." "Sebelum Ayah dan Ibu pergi naik pesawat terbang dan kemudian hilang, kami selalu merayakan Natal bersama mereka," kata Nora pada Jack. "Waktu itu sangat indah! Aku masih ingat semuanya!" "Coba Ayah dan Ibu waktu itu tidak berangkat- pasti mereka sekarang masih ada bersama kita," kata Mike. "Aku sangat sayang pada mereka - keduanya selalu riang dan berbahagia." Jack mendengar cerita ketiga kawannya tentang apa yang dulu biasa mereka lakukan saat Natal, ketika ayah dan ibu mereka masih ada. Bagi Jack, kisah-kisah itu sangat menyenangkan, ia selalu tinggal bersama kakeknya, yang tidak mempedulikan perayaan Natal. Ketiga anak itu pasti sangat merasa kehilangan, karena tidak bisa lagi mengalami segala hal menyenangkan yang biasa mereka lakukan sewaktu ayah dan ibu mereka masih ada. Dalam hati Jack timbul gagasan, ia akan berangkat dengan perahu ke desa yang di ujung danau, beberapa hari sebelum Natal. Padanya masih ada uang sedikit Dengannya ia berniat hendak membeli mercon, sebuah boneka untuk Nora, kotak jahitan yang baru untuk Peggy, sesuatu untuk Mike - dan juga jeruk dan permen untuk mereka semua! Mereka akan merayakan Natal yang meriah! Niatnya itu tidak diceritakannya pada anak-anak yang lain, karena tahu bahwa mereka pasti akan takut kalau ia tertangkap nanti. Tapi Jack tidak bermaksud pergi ke desa yang dulu. ia hendak mendatangi desa yang satu lagi, yang letaknya lima mil dari desa pertama, ia tidak dikenal orang di situ. Di situlah ia nanti berbelanja. Jack merasa bahwa ia pasti aman di desa itu, karena ia akan sangat berhati-hati! Hari-hari bulan Desember berlalu. Hari-hari yang suram dan membosankan. Pada suatu hari Jack memutuskan untuk berangkat Pada kawan-kawannya ia akan mengatakan hendak bermain-main perahu sebentar, untuk menghangatkan tubuh. Takkan diceritakannya niatnya yang sebenarnya pada mereka. Biar saja mereka tercengang nanti! Hari itu matahari bersinar menembus awan putih. Langit nampak biru pucat. Peggy sedang sibuk berbenah, sehabis sarapan. Mike hendak membetulkan atap tempat Daisy bernaung yang agak rusak tertiup angin kencang. Sedang Nora hendak mencari buah pinus. "Apa yang akan kaulakukan, Jack?" tanya Peggy. "Ah, kurasa aku akan pesiar sebentar dengan perahu, untuk menghangatkan tubuh," kata Jack. "Sudah lama aku tidak mendayung perahu!" "Aku ikut, Jack," kata Nora. Tapi Jack tidak ingin ada yang ikut dengannya saat itu. "Jangan," katanya. "Lebih baik kau mencari buah pinus saja. Agak lama juga aku pergi. Bisakah kaubekali aku makanan sedikit, Peggy?" "Makanan?" Peggy tercengang mendengar permintaan itu. "Hendak berapa lama kau pergi, Jack?" "Begitulah - beberapa jam," kata Jack. "Aku perlu melatih otot-ototku. Aku juga akan membawa pancingku." "Kalau begitu lebih baik kau memakai mantelmu," kata Peggy. "Nanti kau kedinginan, di tengah danau yang banyak angin." ia memasukkan beberapa buah roti bundar dan sebutir telur rebus ke dalam sebuah keranjang, dan ditambah dengan sebotol susu. Sambil menjinjing bekalnya, Jack menuruni bukit. Nora mengantarnya, ia agak merajuk, karena tidak diizinkan ikut. "Aku ikut ya, Jack?" pintanya. "Hari ini tidak bisa, Nora," kata Jack. "Nanti kau tahu kenapa, kalau aku sudah kembali." Jack mendorong perahu ke air, lalu didayungnya ke tengah danau yang hari itu tidak begitu bergolak. Ia mendayung sekuat tenaga. Nora meninggalkan pantai, pergi mencari buah pinus. Setelah beberapa saat timbul niatnya untuk melihat di mana Jack memancing. Ia naik ke puncak bukit. Tapi walau ia sudah berusaha mencari ke segala arah, tapi ia tidak melihat perahu mereka di mana-mana. Aneh, katanya dalam hati. Beberapa jam sudah berlalu. Tapi Jack belum juga kembali. Anak-anak menunggunya. Mereka heran, apa sebabnya teman mereka itu pergi seorang diri-dan kenapa ia masih belum kembali juga. "Mungkinkah ia ke desa lagi, untuk membeli sesuatu?" kata Peggy menduga. "Kata Nora tadi, ia tidak melihat perahu kita di danau sewaktu ia mencari Jack. Padahal jika ia memancing di dekat-dekat sini, mestinya dengan mudah bisa kelihatan!" "Aduh -jika ia ke desa yang waktu itu, nanti ia tertangkap lagi," kata Mike cemas. Tapi Jack bukan tertangkap. Ada peristiwa lain yang terjadi - sesuatu yang luar biasa! 20. KABAR YANG MENGGEMBIRAKAN Jack sudah lama meninggalkan pulau. Jauh lebih lama daripada kalau ia hanya pergi berbelanja saja. Apakah yang menyebabkan ia begitu lama? Jack tiba dengan selamat di ujung danau, lalu menambatkan perahu pada sebatang pohon yang tumbuh dekat air. Setelah itu ia berjalan lewat hutan, lalu mengambil jalan yang menuju desa yang satu lagi, yang letaknya lima mil dari desa yang dulu didatangi. Perjalanan ke sana akan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Tapi pasti ia bisa asyik berbelanja di sana nanti! Jack melangkah di jalan yang becek. Hawa saat itu sangat dingin. Tapi Jack merasa dirinya hangat, ia mengguncang-guncangkan uang yang ada di dalam kantung, sambil berpikir apakah ia nanti bisa membeli semua yang diingininya, ia ingin sekali membelikan boneka untuk Mora, karena tahu bahwa anak itu pasti menyukainya! Jack berjalan sambil menjinjing keranjang berisi bekal yang disiapkan oleh Peggy, ia berhenti ketika sudah sampai di dekat desa. Sambil duduk di pintu pagar pekarangan sebuah rumah, ia makan dulu. Setelah itu ia meneruskan perjalanan. Menurut perasaannya takkan ada orang di desa itu yang tahu bahwa ia salah seorang anak yang minggat Mereka pasti sudah melupakan kejadian itu, karena sudah enam bulan berlalu sejak mereka lari ke pulau yang di tengah danau! Tapi walau begitu Jack tetap waspada, ia berjaga-jaga, siap untuk lari apabila ada yang terlalu memperhatikan dirinya! Jack memasuki desa. Desa itu besar dan luas, dengan jalan raya membujur di tengah-tengahnya. Di jalan raya itu ada sekitar setengah lusin toko. Jack pergi melihat-lihat di situ. Toko alat-alat permainan dan permen dilewatinya dulu. ia berniat mendatanginya paling akhir, ia melihat-lihat ayam kalkun yang berjejer-jejer di balik jendela toko daging. Beberapa di antaranya dihiasi dengan pita merah. Setelah itu ia melihat toko-toko lainnya. Semua dihias meriah, menyambut hari Natal. Senang rasanya, bisa melihat-lihat toko lagi! Setelah itu ia mendatangi toko permainan. Alangkah indahnya! Boneka-boneka dipajang di jendela dengan lengan terulur ke depan, seakan-akan minta dibeli. Sebuah mainan kereta api bergerak di atas rel. Di tengah segala benda yang dipajang itu tegak boneka orang suci Natal yang berjenggot panjang berwarna putih. Boneka itu memanggul karung. Sedap-sedapan juga dipajang di dalam toko itu. Coklat berkotak-kotak, kaleng-kaleng berisi permen, serta botol-botol besar yang penuh dengan manisan berwarna-warni. Jack berdiri memandang segala benda yang menarik itu. Ia berpikir-pikir, boneka mana yang akan dibelinya untuk Nora. Ia sudah melihat keranjang jahitan yang mungil untuk Peggy. Untuk Mike, ia menemukan sebuah buku tentang kapal. Di bagian belakang jendela pajangan dilihatnya sebuah kotak berisi mercon berwarna merah. Jack berniat membelinya, untuk Nora. Pasti asyik membakarnya sambil merayakan hari Natal di dalam gua, sambil memakai topi-topi kertas yang kocak! Jack memasuki toko permainan itu. Di dalam ada beberapa orang, karena toko itu juga merangkap sebagai kantor pos. Orang-orang itu hendak mengirim paket-paket berisi hadiah Natal. Gadis pelayan toko sibuk menimbang paket-paket itu. Jack menunggu dengan sabar, sambil melihat-lihat berbagai alat permainan yang ada di situ. Orang-orang yang ada di dalam toko sedang bercakap-cakap. Mulanya Jack tidak memperhatikan pembicaraan mereka. Tapi kemudian ia mendengar sesuatu, yang menyebabkan ia memasang telinga baik-baik. "Ya, sayang anak-anak itu tidak berhasil ditemukan," kata seorang wanita. "Saya dengar ayah dan ibu mereka sedih sekali karenanya." "Kasihan," kata teman bicaranya, juga seorang wanita. "Mereka mengalami kecelakaan pesawat terbang yang jatuh di pulau gersang dan baru dua tahun kemudian ditemukan dan kemudian setelah berhasil kembali dengan selamat, anak-anak mereka ternyata lenyap!" Mata Jack terbelalak ketika mendengarnya. Apakah arti semuanya itu? Mungkinkah - mungkinkah ayah dan ibu teman-temannya sudah kembali? Jack melupakan niatnya semula untuk berhati-hati. Dipegangnya lengan wanita yang paling dulu berbicara. "Maaf, saya ingin bertanya - apakah anak-anak yang Anda bicarakan itu bernama Mike, Peggy, dan Nora?" tanyanya. "Dan ayah-ibu merekakah yang sekarang sudah kembali?" Wanita yang ditanya memandang anak laki-laki yang nampak gelisah itu dengan pandangan heran. "Betul," katanya. "Memang begitulah nama anak-anak itu. Mereka menghilang bulan Juni yang lalu, bersama seorang anak lagi yang bernama Jack. Mereka tidak pernah ditemukan, walau sudah dicari ke mana-mana. Lalu bulan Agustus yang lalu orang tua mereka ditemukan di suatu pulau terpencil di Samudra Pasifik, dan kemudian dibawa pulang kemari. Pesawat terbang mereka ternyata mengalami kecelakaan dan jatuh di pulau gersang itu. Mereka hidup di sana, sampai ada kapal lewat yang kemudian menjemput mereka." "Tapi sementara itu anak-anak mereka lenyap," kata gadis pelayan toko mencampuri pembicaraan. "Kedua orang tua yang malang itu sangat sedih, karena sejak berbulan-bulan mereka selalu cemas dan ingin sekali bisa bertemu kembali dengan anak-anak mereka." "Apa yang kauketahui tentang urusan ini?" tanya salah seorang wanita itu dengan tiba-tiba. "Mungkinkah kau salah satu dari anak-anak itu?" "Itu tidak begitu penting," kata Jack. "Saya cuma ingin tahu satu hal - di manakah ayah dan ibu anak-anak itu sekarang?" "Tidak jauh dari sini," kata gadis pelayan toko. "Mereka tinggal di sebuah hotel di kota, karena masih mengharapkan kabar tentang anak-anak mereka." "Apa nama hotel itu?" tanya Jack bersemangat. "Hotel Swan," jawab gadis pelayan toko. Kedua wanita yang bercakap-cakap tadi melongo, karena tahu-tahu Jack melesat lari ke luar. Matanya bersinar-sinar. Wajahnya memancarkan kegembiraan yang luar biasa. Ia berlari ke perhentian bis. ia tahu bahwa bis yang berhenti di situ menuju ke kota. Saat itu hanya ada satu yang dipikirkannya - yaitu pergi ke Hotel Swan dan memberi tahu ayah dan ibu Mike bahwa anak-anak mereka berada dalam keadaan selamat! Belum pernah Jack begitu bersemangat seperti saat itu. Bayangkan - semuanya berakhir dengan demikian menyenangkan, dan ia yang akan memberi tahu ayah dan ibu ketiga temannya! Begitu bis datang, Jack cepat-cepat meloncat naik. Ia tidak bisa duduk diam di dalamnya. Dan begitu bis masuk ke dalam kota, dengan cepat pula Jack meloncat turun lalu lari menuju Hotel Swan. Ia bergegas ke ruang penerimaan tamu dan menghampiri petugas yang ada di situ. "Di manakah Kapten Arnold serta istrinya?" kata Jack dengan cepat. Mike sering bercerita bahwa ayahnya berpangkat kapten, ia juga tahu bahwa ketiga temannya itu bernama keluarga Arnold. Karenanya ia tahu nama siapa yang harus ditanyakan olehnya. "He, he - jangan terburu-buru, Anak muda," kata petugas hotel, ia agak curiga melihat anak laki-laki yang masuk dengan mantel usang serta sepatunya yang sudah lusuh. "untuk apa kau menanyakan Pak Kapten itu?" "Aduh, katakanlah di mana saya bisa menemui mereka," kata Jack. Saat itu terdengar suara seseorang berbicara. "Siapa ini, yang menanyakan diriku? Ada apa, Nak?" Jack berpaling dengan cepat. Dilihatnya seorang laki-laki jangkung berwajah coklat karena banyak kena sinar matahari. Laki-laki itu memandangnya. Dengan segera Jack menyukai orang itu, karena wajahnya sangat mirip dengan Mike. "Kapten Arnold!" serunya. "Saya tahu di mana anak-anak Anda saat ini berada!" Kapten Arnold memandangnya dengan sikap seolah-olah tidak bisa mempercayai pendengarannya. Kemudian dipegangnya lengan Jack. Ditariknya anak itu ke tingkat atas, menuju sebuah kamar. Seorang wanita duduk di dalam kamar itu. ia sedang menulis surat. Jack langsung tahu bahwa wanita itu pasti ibu ketiga temannya, karena wajahnya mirip dengan Peggy dan Nora. Wanita itu nampak ramah dan bijaksana. Jack ingin sekali wanita itu juga ibunya. "Kata anak ini ia tahu di mana anak-anak kita, Mary," kata Kapten Arnold. Keadaan menjadi asyik setelah itu! Kedua orang dewasa itu mendengarkan saja tanpa mengatakan apa-apa, sementara Jack bercerita. Kemudian Kapten Arnold menyalami Jack, sedang istrinya merangkul. "Kau ini teman yang baik," kata Pak Kapten dengan wajah berseri-seri. "Benarkah katamu tadi, bahwa selama ini kalian berempat tinggal di pulau kecil itu, tanpa ada yang bisa menemukan kalian?" "Betul, Pak," kata Jack. "Dan benarkah bahwa Anda berdua selama ini juga terdampar di sebuah pulau, sampai akhirnya dijemput sebuah kapal yang lewat?" "Itu betul," kata Kapten Arnold sambil tertawa. "Pesawat terbang kami mengalami kecelakaan dan jatuh di pulau itu, di tengah Samudra Pasifik! Kami tidak tahu bahwa anak-anak kami kemudian juga tinggal di sebuah pulau! Rupanya ini sudah merupakan nasib keluarga!" "Kita harus segera mendatangi mereka, John," kata Bu Arnold yang sudah hampir menangis karena terlalu gembira. "Saat ini juga! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi!" "Sebaiknya kita naik perahu yang pantas," kata Jack. "Perahu kami sudah tua dan bocor." Tidak lama kemudian sudah ada mobil menjemput di depan hotel. Jack mengantarkan Pak Arnold serta istrinya ke tepi danau. Di situ mereka menyewa perahu besar dari seorang nelayan, lalu berangkat dengannya menuju ke pulau. Dalam hati Jack ingin tahu apa kata ketiga temannya nanti! Sementara itu ketiga anak yang ditinggal di pulau semakin bertambah gelisah, karena saat itu sudah sore. Hari sudah mulai gelap. Tapi Jack belum juga kembali. Ke manakah anak itu? "Aku mendengar bunyi orang mendayung!" seru Peggy, ia lari ke pantai, diikuti oleh kedua saudaranya. Mereka melihat bayangan sebuah perahu dalam keremangan senja. Perahu itu menuju ke arah mereka. Kemudian Mike menyadari bahwa perahu yang datang itu lebih besar daripada kepunyaan mereka. Dan yang menaiki-nya tiga orang - bukan satu! "Itu berarti Jack tertangkap - dan orang-orang itu datang untuk menjemput kita!" kata Mike dalam hati. Perasaannya langsung lesu. Alangkah tercengangnya ketika kemudian terdengar suara Jack memanggil-manggil. Jelas sekali terdengar di atas air danau yang mulai gelap. "Mike! Peggy! Nora! Kalian tidak perlu takut! Aku datang membawa hadiah Natal untuk kalian!" Ketiga anak yang berada di pulau hanya bisa melongo. Apakah maksud Jack dengan ucapannya itu? Tapi dengan segera mereka tahu, ketika perahu sampai di pantai dan Kapten Arnold meloncat ke luar. "Ibu! Aduh, Ibu! Dan Ayah!" seru ketiga anak itu. Mereka bergegas menghampiri lalu merangkul ayah dan ibu mereka. Asyik benar mereka saat itu! Hanya Jack saja yang tertinggal seorang diri. Ia tegak sambil memperhatikan mereka. Tapi hanya sebentar saja, karena kemudian Nora mengulurkan tangan dan menarik Jack ke tengah orang-orang yang sedang bergembira itu. "Kau pun termasuk, Jack," kata Nora. Semua tertawa dan menangis pada saat yang sama. Tapi akhirnya hari sudah begitu gelap, sehingga tidak ada lagi yang nampak di situ. Jack menyalakan lentera yang tadi dibawa Mike ke pantai, lalu berjalan mendului menuju gua. Ia sangat ingin menunjukkan betapa indah tempat itu pada Pak dan Bu Arnold. Semua masuk beramai-ramai. Api unggun berkobar terang di depan mulut gua yang terasa hangat dan nyaman. Jack menggantungkan lentera di tempatnya, lalu menyilakan orang tua teman-temannya duduk di dua buah bangku buatannya. Peggy bergegas pergi menghangatkan susu. Ia menyajikan roti bundar serta daging asin yang semula hendak disimpannya untuk hari Natal nanti. ia ingin sekali memperlihatkan kecekatannya bekerja pada ibunya, walau mereka tinggal di dalam gua! "Alangkah indahnya tempat tinggal kalian!" kata Bu Arnold, ia memandang berkeliling, memperhatikan rak-rak, bangku-bangku, meja, pembaringan, dan lain-lainnya yang ada di situ. Rongga gua itu sangat rapi dan bersih. Nampaknya begitu nyaman dan hangat. Mereka mengobrol dengan asyik! Anak-anak sibuk bercerita tentang segala hal, sambil tertawa-tawa. Hanya ada satu hal yang menyebabkan Kapten Arnold serta istrinya marah - yaitu ketika diceritakan tentang sikap Bibi Harriet serta Paman Henry yang tidak ramah terhadap ketiga keponakan mereka. "Perbuatan mereka itu ada hukumannya," kata Kapten Arnold. Hanya itu saja yang dikatakannya. Entah kenapa, tahu-tahu Daisy melenguh. Kapten Arnold tertawa terpingkal-pingkal ketika mendengar cerita bagaimana Daisy disuruh berenang ke pulau, mengikuti perahu! Kegeliannya semakin menjadi ketika mendengar bagaimana sapi betina itu berhasil mengusir orang-orang yang datang mencari ke pulau dengan lenguhannya. "Kisah pengalaman kalian ini perlu dijadikan buku," katanya. "Belum pernah kudengar kisah seperti itu. Kami sendiri tidak mengalami petualangan yang begitu mengasyikkan sewaktu terdampar di pulau kami! Kami tinggal bersama penduduk setempat, sampai ada kapal menjemput! Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang pengalaman kami selama di sana!" Jack pergi sebentar, ia kembali sambil membawa rumput padang, yang kemudian diletakkan di salah satu sudut gua. "Anda tinggal di sini bersama kami malam ini kan, Kapten?" katanya. "Anda menginap, ya! Kami akan senang sekali jika Anda mau!" "Tentu saja kami mau!" kata Kapten Arnold. Sedang istrinya mengangguk. "Kita tidur beramai-ramai di dalam gua," kata Bu Arnold. "Dengan begitu kami juga bisa ikut menikmati kehidupan di pulau rahasia kalian!" Jadi malam itu anak-anak mendapat tamu! Akhirnya semua merasa capek, lalu berbaring di pembaringan masing-masing. Alangkah senangnya bangun pagi-pagi besok, karena ayah dan ibu mereka kini ada di samping mereka! 21. AKHIR PETUALANGAN Keesokan paginya Mike bangun paling dulu. Begitu membuka mata, ia langsung teringat lagi. Ayah dan ibunya masih tidur nyenyak di atas hamparan rumput padang, di sudut gua. Jadi itu rupanya bukan mimpi - tapi benar-benar terjadi kemarin. Ayah dan Ibu masih hidup, dan kini berkumpul kembali dengan anak-anak mereka. Segala-galanya sudah beres lagi. Mike pergi ke luar untuk menyalakan api unggun, ia sudah tidak ingin tidur lagi. Sinar matahari pagi merayap masuk ke dalam gua. Langit nampak biru pucat. Matahari membayang di sebelah timur, di balik selimut kabut tipis. Hari itu pasti akan cerah! Semua bangun ketika nyala api unggun sudah berkobar meriah. Nora langsung merangkul ibunya, ia masih belum bisa percaya bahwa ibunya sudah ada lagi. Karena itu tidak bosan-bosannya ia merangkul. Dengan segera ruang gua sudah dipenuhi suara obrolan dan gelak tertawa. Peggy dan Nora pergi menyiapkan sarapan pagi. Mike mengajak ayahnya melihat-lihat gua sebelah dalam serta perbekalan yang disimpan di situ. Jack bergegas pergi memerah susu. Ayam-ayam betina berkotek-kotek di dalam kandang mereka. Nora pergi melihat, lalu kembali sambil membawa empat butir telur. Sarapan pagi itu terdiri dari ikan hasil tangkapan Jack, ditambah dengan roti bundar, daging asin yang masih tersisa dari kemarin malam, serta sekaleng buah persik. Sebagai minuman dihidangkan teh panas. Api unggun dibiarkan padam, karena sementara itu sinar matahari yang hangat sudah masuk ke dalam gua. Semua pergi ke luar, untuk menikmati pagi hari yang cerah. Air danau nampak biru kemilau, terbentang di bawah. Pohon-pohon yang sudah tidak berdaun lagi bergoyang-goyang lembut digerakkan angin pagi. Nora bercerita pada ibunya tentang segala buah-buahan hutan yang ada di pulau itu. Sedang Peggy asyik menceritakan kesibukan mereka menanam benih sayur-sayuran, serta keranjang-keranjang yang mereka buat. "Kurasa sekarang sudah waktunya kita pergi," kata Kapten Arnold kemudian. Anak-anak kaget. "Pergi? Apa maksud Ayah? Pergi meninggalkan pulau kami?" "Ya, Anak-anak," kata Kapten Arnold, "kalian tidak mungkin tinggal untuk selama-lamanya di sini - dan itu kan sudah tidak perlu lagi. Kalian sekarang sudah bukan anak-anak sebatang kara lagi. Kalian anak-anak Ayah dan Ibu yang sangat kami sayangi. Dan kami ingin kalian tinggal bersama kami." "Betul," kata Bu Arnold menimpali. "Kita semua harus tinggal di rumah biasa, dan kalian harus bersekolah, Anak-anak. Kalian selama ini sangat tabah dan pintar - tapi mulai sekarang kita bisa hidup berbahagia lagi bersama-sama." "Tapi bagaimana dengan Jack?" tanya Nora dengan segera. "Jack pun anak kami pula," kata Bu Arnold. "Aku yakin kakek mereka pasti mengizinkan ia hidup untuk seterusnya bersama kita. Aku akan menjadi pengganti ibunya, begitu pula ayah kalian akan menjadi ayahnya pula! Kita hidup bersama sebagai keluarga besar!" Banyak sebetulnya yang ingin dikatakan oleh Jack. Tapi suaranya tidak mau keluar. Rasanya aneh sekali! Mukanya memerah karena gembira. Dipegangnya tangan Nora erat-erat, sampai anak itu kesakitan. Saat itu Jack merasa bahwa dirinya merupakan anak yang paling berbahagia di dunia. "Aku pasti sedih meninggalkan pulau kami yang tercinta ini, Bu," kata Nora. "Begitu pula meninggalkan Pondok Willow - serta gua kami yang nyaman, serta mata air - dan segala-galanya." "Kurasa aku mungkin bisa membeli pulau ini untuk kalian," kata Kapten Arnold. "Dengan begitu sewaktu liburan kalian akan selalu bisa kemari dan hidup sendiri secara leluasa, jika kalian menghendakinya. Pulau ini akan menjadi milik kalian sendiri." "Aduh, Ayah!" seru anak-anak dengan gembira. "Kami takkan keberatan harus bersekolah dan hidup di dalam rumah biasa, apabila saat liburan bisa kembali lagi kemari! Wah - pasti akan asyik nanti!" "Tapi sekarang kalian harus meninggalkannya dulu dan pulang bersama kami untuk perayaan Natal," kata Bu Arnold. "Kita kan punya rumah! Kalian masih ingat, 'kan? Bukankah akan menyenangkan jika kita merayakan Natal di sana - makan puding, serta mendapat hadiah Natal?" "O ya!" seru anak-anak serempak. "Itulah yang selama ini kurindukan!" kata Nora. "Aku kemarin sebenarnya hendak membeli mercon untukmu, Nora," kata Jack, "tapi sebelum sempat membeli apa-apa, aku sudah lebih dulu mendengar kabar menggembirakan itu!" "Kalian semua akan memperoleh mercon," kata Kapten Arnold sambil tertawa. "Nah - bagaimana jika kita berangkat saja sekarang?" "Sebentar - kami masih ingin pamitan dulu dari segala-galanya," kata Peggy. "Bu, kita ke Pondok Willow dulu, yuk! Kami sendiri yang membuatnya. Pondok itu sangat indah pada musim panas - karena pondok itu hidup. Dinding dan atapnya ditumbuhi daun!" Sejam kemudian semuanya sudah siap untuk berangkat. Ayam-ayam betina dimasukkan lagi ke dalam karung. Mereka ribut berkotek-kotek, karena tidak suka berada di tempat yang sempit dan gelap itu. Daisy ditinggal untuk sementara. Kapten Arnold mengatakan bahwa ia akan meminta tolong pada salah seorang nelayan untuk menjemput sapi betina itu. Air danau sudah sangat dingin, jadi Daisy tidak bisa lagi disuruh berenang menyeberang. Barang-barang perbekalan anak-anak hampir semuanya juga ditinggal, karena masih bisa dipergunakan jika mereka datang lagi ke situ. Peggy membawa selimut yang dibuatnya dari kulit kelinci, karena sayang jika ditinggalkan. Buku-buku bacaan juga dibawa, karena anak-anak sangat gemar membacanya. Barang-barang yang lain disimpan dengan rapi di dalam gua sebelah dalam, lalu ditutupi dengan karung-karung agar terhindar dari kelembaban. Agak sedih juga perasaan anak-anak karena harus meninggalkan tempat itu, walau mereka tahu bahwa mereka akan pulang ke rumah mereka sendiri. Akhirnya semua sudah masuk ke dalam perahu. Kapten Arnold mendorongnya ke tengah. Daisy yang sedang makan rumput musim dingin mendengar bunyi dayung direngkuhkan ke dalam air. Sapi betina itu memandang perahu yang menjauh, bergerak-gerak di atas ombak. "Selamat tinggal, Pulau Rahasia," kata Nora. "Selamat tinggal, selamat tinggal," ujar anak-anak yang lain. "Tapi kami pasti kembali! Selamat tinggal, Daisy, selamat tinggal semuanya!" "Sekarang marilah kita membicarakan apa yang akan kita lakukan saat Natal nanti," kata Bu Arnold dengan riang, ia melihat bahwa anak-anak merasa sedih, meninggalkan pulau kecil yang mereka sayangi. Tidak lama kemudian keempat anak itu serta ayah dan ibu mereka - Jack juga sudah menganggap Pak dan Bu Arnold orang tuanya sendiri - sudah menetap kembali di dalam rumah mereka yang dulu. Suasana mulanya sangat ramai, karena anak-anak harus diberi pakaian yang serba baru! Menurut Bu Arnold, walau harus diakui bahwa Peggy telah bekerja sebaik-baiknya untuk merawat pakaian mereka, tapi semuanya kini tidak mungkin masih bisa dipakai lagi! Mereka pergi berbelanja pakaian. Ketika kembali mereka merasa diri mereka sehebat raja dan ratu, karena semua kini mengenakan pakaian serba baru. Peggy nampak cantik dengan jas, gaun, dan topi serba biru. Sedang Nora memilih warna, merah. Mike dan Jack berpakaian biru tua. Jack merasa aneh dengan pakaian barunya. Baru sekali itu selama hidupnya ia memiliki pakaian baru. Sebelumnya ia selalu mengenakan pakaian bekas orang lain! Hebat sekali perasaannya saat itu. Anak-anak saling lihat-melihat, lalu tertawa. "Lain sekali tampang kita sekarang - kalau dibandingkan dengan gombal yang kita pakai selama hidup di pulau!" kata Mike. "Tapi enak rasanya, mengenakan pakaian yang pantas lagi!" Mulanya agak aneh rasanya tidur di tempat tidur yang biasa. Peggy dan Nora bersama-sama menempati sebuah kamar tidur yang apik, masing-masing dengan tempat tidur mungil berwarna putih. Jack dan Mike tidur di kamar sebelah. Tempat tidur mereka berwarna coklat Mulanya mereka tidak langsung ingat ketika untuk pertama kali bangun di pembaringan mereka yang baru. Tapi dengan segera mereka sudah terbiasa. Hari Natal semakin dekat Mereka pergi berbelanja hadiah Natal. Asyik sekali mereka! Mereka juga pergi ke London. Mereka terkagum-kagum melihat keindahan toko-toko di kota besar itu, menonton segala jenis kapal dan perahu yang terapung-apung di dalam sebuah tangki besar; berbagai jenis kereta api mainan yang meluncur berputar-putar, menembus terowongan dan berhenti di stasiun, persis kereta api yang sebenarnya. Semuanya serba mengasyikkan, setelah lama hidup menyendiri di pulau kecil. Hari Natal sangat menyenangkan. Malam sebelumnya anak-anak menggantungkan kaus kaki masing-masing di kaki tempat tidur mereka. Alangkah asyiknya ketika keesokan paginya mereka melihat kaus kaki itu sudah penuh berisi berbagai hadiah! Boneka-boneka mungil, jeruk, permen, kacang, buku pelajaran menjahit, serta bola. Jack dan Mike juga mendapat bermacam-macam hadiah. Sedang hadiah yang lebih besar diletakkan di ujung bawah tempat tidur. Keempat anak itu sibuk membuka bungkusan hadiah mereka dengan asyik. "Ini lebih menyenangkan daripada merayakan Natal di dalam gua!" kata Nora, ia membuka kotak yang berisi sebuah boneka besar yang tersenyum manis, dengan rambut ikal berwarna pirang. "Aduh, Jack! Kau yang membelikan hadiah ini untukku? Alangkah indahnya!" Dengan segera kedua kamar tidur itu sudah penuh dengan boneka, buku, kereta api, bola, pesawat terbang, dan mobil! Itulah pagi hari Natal terindah yang pernah mereka alami - Jack sampai sulit sekali bisa percaya. "Kau sudah sepantasnya menerima segala hadiah ini, Jack," kata Nora. "Kau teman baik kami ketika kami sedang sedih - dan karenanya sudah selayaknya jika kau juga ikut merasakan kebahagiaan kami." Sorenya mereka berkerumun di bawah pohon Natal yang juga penuh dengan berbagai hadiah. Semua mengenakan topi kertas yang lucu-lucu. Semua tertawa ketika Kapten Arnold membuka sebuah tabung, karena dari dalamnya keluar sebuah pesawat terbang kecil. "Ayah takkan bisa pergi terbang lagi dengannya," seru Peggy. "Ayah tidak akan melakukannya lagi, kan?" tanya Nora. Tiba-tiba ia merasa khawatir. Jangan-jangan ayah dan ibunya akan terbang lalu hilang lagi, sehingga anak-anak akan hidup sebatang kara kembali. "Tidak, kami takkan pergi lagi," kata ayahnya. "Penerbangan kami selama ini sudah menghasilkan uang begitu banyak, sehingga mulai sekarang kami bisa tetap tinggal di rumah untuk mengurus kalian berempat. Kalian takkan pernah kami tinggalkan lagi!" Malam itu anak-anak masuk ke tempat tidur dengan perasaan bahagia. Pintu kamar tidur mereka dibiarkan terbuka. Dengan begitu mereka masih bisa mengobrol terus, sampai akhirnya tertidur. Mereka tidak bisa melepaskan kebiasaan itu. Sewaktu masih hidup di pulau, mereka selalu mengobrol sebentar sebelum tidur. "Alangkah indahnya hari ini," kata Peggy dengan suara mengantuk. "Tapi ada sesuatu yang masih kuingini saat ini." "Apa itu?" tanya Jack. "Aku ingin bisa kembali sebentar ke gua nyaman kita di pulau - lima menit saja sudah cukup," kata Peggy. "Aku juga," kata anak-anak yang lain. Sejenak mereka terdiam, mengenang kembali kehidupan yang menyenangkan di pulau kecil mereka. "Takkan kulupakan pulau kita itu," kata Nora. "Menurut perasaanku, tempat itu yang paling indah di dunia. Mudah-mudahan saja sekarang tidak kesepian, karena kita tidak ada lagi di sana! Selamat tidur, Pulau Rahasia! Kami pasti kembali!" Ketika sudah tidur, anak-anak bermimpi tentang pulau mereka. Tentang hari-hari musim panas nanti, saat mana mereka bisa kembali hidup dengan gembira di sana, di tengah sinar matahari cerah, serta tidur di pembaringan yang terbuat dari rumput padang! -TAMAT- Djvu: BBSC Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net